Liputan6.com, Tel Aviv - Gencatan senjata gagal disepakati, saling serang antara Israel dan Hamas kembali terjadi. Di hari ke-9, korban jiwa jatuh dari dua belah pihak, meski timpang: lebih dari 190 orang dibanding 1.
Terkait konflik terakhir, mantan Menteri Intelijen Israel, Efraim Halevy, mengimbau negaranya untuk melakukan negosiasi dengan Hamas.
"Hamas adalah pilihan yang sangat buruk, tak diragukan lagi. Namun, ada pilihan lain yang lebih buruk daripada Hamas," kata Halevy, yang juga mantan bos Mossad dalam wawancara dengan Christiane Amanpour dari CNN.
Siapa yang menurut Israel 'lebih buruk' dari Hamas?
"Terutama salah satu dari mereka adalah ISIS -- yang saat ini beroperasi di Irak utara dan Irak tengah. Mereka juga punya cabang di Jalur Gaza," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari CNN, Rabu (16/7/2014).
Sepeti halnya di Eropa, Islamic State Iraq and Syam (ISIS) juga merekrut anggota dari Gaza.
Meski secara politis 'tak nyaman' bagi Israel maupun Hamas, untuk mengakui bahwa mereka bernegosiasi, nyatanya, kata Halevy, keduanya telah melakukannya selama bertahun-tahun.
"Kami telah menciptakan metode baru diplomasi di Abad ke-21:kami tidak bertemu dengan mereka, tidak bicara dengan mereka, tapi kami mendengarkan mereka. Masing-masing mendengarkan sisi lain. Entah bagaimana pada akhirnya pemahaman bisa dibuat."
Proses itu terjadi beberapa kali selama beberapa tahun. Yang berakhir dengan 'pengaturan' bukan 'kesepakatan'. "Namun pada dasarnya itu adalah negosiasi antara kami dan Hamas. Seperti dalam pembebasan seorang tentara, Shalit (Gilad Shalit)."
Halevy mengamati ada ketidaknyamanan PM Netanyahu secara politis terkait konflik baru-baru ini. Termasuk yang ditimbulkan 2 orang dekatnya.
Pertama, Menteri Luar Negeri, Avigdor Lieberman yang mengatakan Israel harus 'menempuh segala macam cara "untuk menduduki kembali Gaza." Netanyahu juga terpaksa memecat Deputi Menteri Pertahanan Danny Danon atas tindakannya 'menyerang kepemimpinan negara secara sengit'.
"PM hanya ingin agar Hamas dalam posisi di mana mereka menerima gencatan senjata," kata dia. Untuk melelemahkan Hamas di Gaza, bukan menjajah. "Israel tidak bernafsu untuk mengambil alih tanggung jawab atas penduduk di Gaza."
Sebelumnya, pemimpin Hamas, Ismail Haniyah menegaskan, ada isu yang lebih besar dari sekadar gencatan senjata bagi warga Palestina -- khususnya di Gaza.
Hal yang diinginkan rakyat Palestina adalah akhir dari blokade Israel atas Gaza. Yang 'mencekik' kehidupan 1,8 juta orang yang tinggal dan menderita di sana. (Yus)
Eks Bos Mata-mata Israel Mossad: Hamas Bukan yang Terburuk
Secara politis 'tak nyaman' bagi Israel maupun Hamas, untuk mengakui bahwa mereka bernegosiasi. Tapi itu nyata.
diperbarui 16 Jul 2014, 10:24 WIBmantan Bos Mossad Israel, Efraim Halevy (CNN)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Cara Cek Pajak Motor Secara Online dengan Mudah dan Cepat, Tanpa ke Samsat
VIDEO: Mayoritas Korban Serangan Israel di Zona Evakuasi Sipil Rafah adalah Perempuan
VIDEO: Dugaan Malapraktik, Wanita Suntik Payudara lalu Meninggal Dunia
Laba 2023 Naik 214,5%, Amar Bank Sebar Dividen Rp 55 Miliar
Persepsi Optimisme Perbankan Meningkat di Tengah Ketidakpastian Global
Boros Anggaran, Penanganan Perubahan Iklim Habiskan Dana Segini
Presiden Joko Widodo Peringati Hari Kelahiran Pancasila di Riau, Ribuan Petugas Dikerahkan
Ayam Nanking Adalah Hidangan Chinese Food, Simak 3 Resepnya
Cucu Syahrul Yasin Limpo Beri Uang USD 500 ke Biduan Nayunda Nabila
Balas Dendam ke Hong Kong, Ini Posisi Akhir Timnas Voli Putri Indonesia di AVC Challenge Cup 2024
Hotman Paris: 5 Terpidana Kasus Vina Cirebon Sebut Pegi Setiawan Bukan Pelaku
Refund Tiket Kereta Api Maksimal 7 Hari Mulai 1 Juni 2024