Gubernur Jabar Angkat Bicara soal Penjualan Gunung Ciremai ke Chevron

Gubernur Jabar menegaskan, tidak boleh ada pemanfaatan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Ciremai selain untuk sektor Kehutanan.

oleh Nurmayanti diperbarui 04 Mar 2014, 11:58 WIB

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ahmad Heryawan akhirnya memberikan klarifikasi terkait penjualan Gunung Ciremai yang wilayahnya meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupatan Kuningan, dan Kabupatan Majalengka, Jawa Barat, kepada perusahaan minyak internasional Chevron Geothermal Indonesia seharga Rp 60 triliun.

Melalui akun twitter pribadinya @aheryawan yang diunggahnya Senin (3/3/2014) malam, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menegaskan, berita yang berkembang di Facebook, Blackberry Messengger (BBM), dan Twitter menyenai penjualan Gunung Ciremai seharga Rp 60 triliun itu bohong. “Saya sudah baca, dan isinya HOAX (palsu) semua,” ujar dia melansir laman Sekretariat Kabinet, Selasa (4/3/2014).

Gubernur Jabar menegaskan, tidak boleh ada pemanfaatan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Ciremai selain untuk sektor Kehutanan, apalagi dijual.

Hal ini sesuai dengan SK Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor 424 Tahun 2004 tentang penetapan kawasan hutan Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional.

Ia menjelaskan, SK Menhut bukan untuk membuka perusahaan asing masuk, tapi justru untuk melindungi kawasan Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional.

“Yang mungkin dimanfaatkan adalah kekayaan panas bumi yang ada di luar Taman Nasional,” papar Ahmad Heryawan atau yang akrab dipanggil Aher itu seraya menyebutkan, seluruh potensi geothermal itu memang ada di luar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Ditegaskan Gubernur Jawab itu, panas bumi adalah sumber energi listrik yang paling ramah lingkungan, energi terbarukan dan sangat diperlukan untuk kehidupan.

Mengoptimalkan panas bumi, lanjut Aher, akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil yang tidak terbarukan dan tidak ramah lingkungan.

Geothermal, jelas Aher, menuntut kondisi hutan yang terpelihara dengan baik, karena sangat tergantung pada suplai air. Geothermal juga sama sekali tidak mengeluarkan gas beracun seperti yang diisukan.

Menurut Gubernur, panas bumi bukan barang baru di Jawa Barat. Ia mengemukakan, Jawa Barat adalah penghasil panas bumi terbesar di Indonesia, dimana 40% panas bumi dunia ada di Indonesia, dan 25% panas bumi Indonesia ada di Jabar.

Dari potensi itu, baru 20% dari geothermal di Jabar yang termanfaatkan. Masih ada sisa 80% panas bumi lagi yang siap diolah oleh anak bangsa.

“Geothermal yang selama ini sudah berjalan adalah di Gunung Salak, Wayang Windu, Kawah Darajat, Kawah Kamojang, Karaha Bodas Patuha, d an yang sedang proses: di Tangkuban Parahu, Tampomas Sumedang dan Cisolok Sukabumi,” papar Aher.

Melalui akun Twitter pribadinya @aheryawan itu, Ahmad Heryawan juga menegaskan, tidak ada pengusiran penduduk karena  geothermal jauh dari kawasan penduduk.

Justru, kata Aher, pemanfaatan panas bumi akan memberi manfaat besar bagi masyarakat, Seperti pengembangan ekonomi, pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan lapangan kerja di sekitar kawasan geothermal.

Aher juga membantah isu bahwa kawasan Gunung Ciremai telah dijaga agen intelijen Amerika Serikat (CIA), termasuk Badan Intelijen Nasional (BIN), dan USAID, dll. “Itu juga bohog. Yang jaga polisi kehutanan dan masyarakat pecinta hutan,” tegas dia.

Menurut Gubernur Jabar, sejauh ini belum ada penetapan pemenang tender pengelolaan panas bumi di kawasan Gunung Ciremai. Selain itu, juga tidak ada penelitian yang menyebutkan di sana ada kandungan emas atau uranium.

Aher mengungkapkan, di jaman dirinya jadi Gubernur, baru ada tiga tender geothermal, yaitu di Tangkuban Parahu, Tampomas, dan Cisolok. “Semua pemenangnya perusahaan dalam negeri,” tegas Aher.

Aher menegaskan, untuk Ciremai siapapun pemenangnya harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jabar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya