Sukses

Bank Dunia Ungkap Sebab Kemudahan Bisnis RI Bisa Naik Peringkat

Kenaikan peringkat ini merupakan laporan terbaru Kelompok Bank Dunia Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo A Chaves, membuka rahasia keberhasilan Indonesia menaikkan peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) menembus peringkat ke-72 pada 2018.

Kenaikan peringkat ini merupakan laporan terbaru Kelompok Bank Dunia Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs. Posisi Indonesia naik 19 tingkat dibanding posisi ke-91 pada 2017.

“Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan di beberapa wilayah yang diukur oleh Doing Business. Dengan telah mengadopsi 39 indikator reformasi Doing Business selama 15 tahun, Indonesia merupakan salah satu dari 10 reformer teratas dunia,” kata Chaves dalam siaran persnya, seperti mengutip laman Sekretariat Kabinet, Kamis (9/11/2017).

Menurut Chaves, selama dua tahun berturut-turut, Indonesia telah melakukan tujuh reformasi, yang merupakan jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun. Ia memuji tekad pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha di Indonesia.

“Melanjutkan momentum dan upaya memperluas reformasi yang mengikutsertakan keterbukaan dan persaingan, merupakan kunci untuk menstimulasi lebih jauh lagi sektor swasta di negara ini,” Chaves menegaskan.

Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia itu mengemukakan, reformasi yang telah dilakukan di Jakarta dan Surabaya, dua kota yang diukur oleh laporan ini, pada tahun lalu adalah sebagai berikut.

Biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dengan penurunan dari sebelumnya 19,4 persen menjadi 10,9 persen pendapatan per kapita.

Kemudian biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel internal. Biaya untuk mendapatkan sambungan listrik kini 276 persen dari pendapatan per kapita, turun dari 357 persen.

Di Jakarta, dengan proses permintaan untuk sambungan baru yang lebih singkat, listrik juga didapatkan dengan lebih mudah.

Akses perkreditan ditingkatkan dengan dibentuknya biro kredit baru.

Perdagangan lintas negara difasilitasi dengan memperbaiki sistem penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai, serta pendapatan bukan pajak. Akibatnya, waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses, dan mengirimkan dokumen saat mengimpor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.

Pendaftaran properti dibuat lebih murah dengan pengurangan pajak transfer, sehingga mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti.

Hak pemegang saham minoritas diperkuat dengan adanya peningkatan hak, peningkatan peran mereka dalam keputusan perusahaan besar, dan peningkatan transparansi perusahaan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Reformasi Paling Banyak dalam 15 Tahun

Menurut Chaves, di bidang memulai usaha, Indonesia telah melakukan reformasi paling banyak dalam 15 tahun, dengan delapan reformasi sejak 2003.

Akibatnya, untuk memulai bisnis baru di Jakarta sekarang dibutuhkan waktu 22 hari, dibandingkan dengan 181 hari di laporan Doing Business 2004.

Namun demikian, diakui Chaves, bahwa jumlah prosedur untuk mendaftarkan bisnis baru di Indonesia tetap tinggi, yaitu 11 prosedur, dibandingkan dengan lima prosedur di negara ekonomi berpendapatan tinggi anggota OECD.

Rodrigo A Chaves juga menyebutkan, Indonesia telah melakukan perbaikan signifikan dalam menyelesaikan kepailitan, dan hal ini merupakan pencapaian yang terbaik.

“Pada 2003, tingkat pemulihan hanya 9,9 sen untuk setiap dolar. Kini tingkat tersebut telah melompat secara signifikan sampai 65 sen,” tutur Chaves.

Chaves menyarankan perlunya Indonesia melakukan perbaikan di bidang penegakan kontrak. Ia menyebutkan, biaya untuk menyelesaikan perselisihan komersial melalui pengadilan negeri di Jakarta menurun hampir separuh dari 135,3 persen dari klaim pada 2003 menjadi 74 persen saat ini.

Namun, hal ini masih jauh lebih tinggi daripada rata-rata 21,5 persen di negara ekonomi berpendapatan tinggi anggota OECD.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.