Sukses

Cara Aman Agar Tak Terjerat Penipuan Voice Phishing Berkedok Customer Service

Melihat terancamnya keamanan data oleh modus penipuan Voice Phishing, Tekno Liputan6.com telah merangkum tips menghindarinya menurut pakar siber dan TIK agar kamu tak jadi korban.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa bulan terakhir, penipuan telepon kembali marak terjadi. Salah satu modusnya adalah dengan mengaku sebagai customer service dari sebuah institusi atau pihak penting.

Di media sosial Twitter misalnya, banyak pengguna yang menceritakan pengalamannya ketika menerima panggilan dari nomor tidak dikenal. Keramaian ini diawali oleh cerita Adhin, pengguna dengan akun @adnardn, yang ditulis dalam sebuah utas. 

Dalam cuitannya, disebutkan bahwa penelpon mengatasnamakan sebuah layanan operator seluler untuk menggali data pribadinya.

“Ketika kita angkat akan langsung kedengeran suara robot seolah-olah telepon dari Call Center resmi yang bilang rekening/nomor kita akan diblokir karena ada tunggakan,” tulis Adhin dalam cuitannya yang dikutip, Kamis (11/5/2023).

Tak hanya Adhin, seorang pengguna Twitter lainnya bahkan mengatakan sudah empat bulan terakhir menerima panggilan tak dikenal serupa. 

Menurut Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Heru Sutadi, penipuan semacam ini disebut Voice Phishing, yakni rekayasa sosial menggunakan suara oleh penjahat siber untuk mendapatkan akses data korban.

Selain itu, Pengamat Keamanan Siber, Alfons Tanujaya, juga menjelaskan bahwa pelaku umumnya mengelabui korban dengan mengaku sebagai instansi yang dipercaya masyarakat, misalnya kepolisian, penegak hukum, dan customer service bank.

Melihat semakin maraknya kejahatan ini, sangat penting bagi masyarakat untuk memahami tanda-tanda penipuan dan tidak sembarang memberikan data pribadi ke siapapun. Lalu, pengguna juga harus selalu waspada dengan nomor yang tidak dikenali.

Lebih lanjut, Tekno Liputan6.com telah merangkum tips atau cara menghindari penipuan Voice Phishing dari keterangan kedua pakar tersebut agar tidak semakin banyak yang menjadi korban.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Cek Nomor Penelepon di Aplikasi Crowdsourcing

Saat ini, telah tersedia banyak aplikasi crowdsourcing (urun daya) yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengirim spam, terutama panggilan yang mengganggu.

Umumnya, pengumpulan data dilakukan menggunakan crowdsourcing, di mana database nomor telepon dari user terdahulu akan digunakan oleh seluruh pengguna aplikasi.

Truecaller dan GetContact adalah contoh dari jenis aplikasi ini. Sederhananya, kedua aplikasi tersebut mengumpulkan riwayat bagaimana pengguna sebelumnya memberikan nama atau tag pada sebuah nomor atau kontak.

“Nomor penipu akan teridentifikasi sekalipun kita tidak memiliki (menyimpan) namanya di telepon kita, karena aplikasi Truecaller yang mendapatkan dari user lain dan melaporkan nomor tersebut,” ujar Alfons.

3 dari 4 halaman

2. Jangan Bagikan Kredensial dan OTP

Salah satu informasi yang kerap diminta penipu hingga mendesak korbannya adalah kode OTP atau One Time Password. Kode ini dapat menyangkut akses ke berbagai hal penting, seperti kartu kredit, aplikasi e-wallet, dan akun media sosial. 

Apabila telah mendapatkan OTP, pelaku dapat melakukan beragam tindak kriminal, seperti pencurian dana, transaksi transfer perbankan, dan penipuan lain melalui akun aplikasi.

Alfons menegaskan, jangan pernah memberikan kredensial atau OTP kepada siapa pun dan dengan alasan apapun.

Sementara itu, Heru menyarankan masyarakat untuk lebih cerdas dalam merespons pesan, link tertentu, permintaan kode OTP, atau data penting lainnya yang tidak berhubungan dengan aktivitas mereka sebelumnya.

4 dari 4 halaman

3. Pastikan Situs Aman dan Alamat Web Tepat

Ketika menerima telepon yang meminta untuk mengakses sebuah situs, perhatikan keaslian website tersebut. Apaila panggilan dan situs mencurigakan, segera abaikan perintah tersebut dan blokir nomor telepon.

Selain itu, pastikan setiap situs yang akan diakses benar-benar aman dan memiliki alamat yang tepat. Hal ini penting untuk menghindari masyarakat masuk dalam perangkap penjahat siber yang dapat mencuri data.

“Jangan sekali-kali kita membuka attachment (lampiran) yang dikirimkan dan meng-klik link, bisa jadi (itu) merupakan bagian dari link phishing yang akan mengambil alih data dan akun kita,” papar Heru. 

Alfons menambahkan, penting pula untuk mengamati tautan yang diberikan agar tidak tertipu website palsu.

“Hindari situs dari tautan yang diberikan apalagi menggunakan pemendek link, karena mudah dipalsukan dan diubah,” kata Alfons.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.