Sukses

Robot Pemilah dengan Kecerdasan Buatan Bantu Peneliti Pelajari Lautan

Para peneliti telah mengembangkan dan mendemonstrasikan robot dengan kecerdasan buatan yang mampu memilah, memanipulasi, dan mengidentifikasi fosil laut mikroskopis.

Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti telah mengembangkan dan mendemonstrasikan robot dengan kecerdasan buatan yang mampu memilah, memanipulasi, dan mengidentifikasi fosil laut mikroskopis.

Teknologi baru ini mengautomasi proses membosankan yang memainkan peran kunci dalam memajukan pemahaman manusia tentang lautan dan iklim dunia, baik saat ini maupun di masa prasejarah.

"Keindahan dari teknologi ini adalah dibuat menggunakan komponen yang relatif murah, dan kami membuat desain dan perangkat lunak kecerdasan buatan open source," kata Edgar Lobaton, salah satu penulis makalah di penelitian tersebut.

Lobaton, yang juga merupakan Associate Professor di Bidang Teknik Elektronika dan Komputer di North Carolina State University menyatakan bahwa mereka bertujuan membuat alat ini dapat diakses secara luas, sehingga alat itu akan "dapat digunakan oleh sebanyak mungkin peneliti untuk memajukan pemahaman kita tentang lautan, keanekaragaman hayati, dan iklim."

Teknologi bernama Forabot itu menggunakan robotika dan kecerdasan buatan untuk secara fisik memanipulasi sisa-sisa organisme yang disebut foraminifera, atau foram, sehingga sisa-sisa itu dapat diisolasi, dicitrakan, dan diidentifikasi.

Foram adalah protista, bukan tumbuhan atau hewan, dan telah lazim di lautan kita selama lebih dari 100 juta tahun. Ketika foram mati, mereka meninggalkan cangkang kecilnya, paling lebar kurang dari satu milimeter.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Wawasan tentang karakteristik lautan

Cangkang-cangkang ini memberi para ilmuwan wawasan tentang karakteristik lautan sebagaimana mereka ada ketika foram-foram itu hidup.

Misalnya, berbagai jenis spesies foram tumbuh subur di berbagai jenis lingkungan laut; pengukuran kimiawi dapat memberi tahu para ilmuwan tentang segala hal mulai dari kimiawi laut hingga suhunya saat cangkang terbentuk.

Namun, mengevaluasi cangkang foram dan fosil adalah pekerjaan membosankan dan memakan waktu. Itulah sebabnya Lobaton dan koleganya mengembangkan Forabot untuk mengautomasi proses itu.

"Pada titik ini, Forabot mampu mengidentifikasi 6 jenis foram berbeda, dan memproses 27 foram per jam," kata Lobaton.

"Ini adalah prototipe yang bersifat proof-of-concept, jadi kami akan memperluas jumlah spesies foram yang dapat diidentifikasi. Kami optimistis akan dapat meningkatkan jumlah foram yang dapat diproses per jam," sambungnya.

 

3 dari 5 halaman

Akurasi

Saat ini, Forabot memiliki tingkat akurasi 79 persen untuk mengidentifikasi foram. Akurasi itu bahkan lebih baik daripada kebanyakan manusia terlatih.

Tom Marchitto, penulis lainnya dan profesor ilmu geologi di Colorado University, menyebut bahwa mereka menggunakan pengetahuan taksonomi yang bersumber dari komunitas untuk melatih robot ini.

"Kami juga dapat meningkatkan keseragaman identifikasi foram di seluruh kelompok penelitian," tutur Tom.

Cara kerja Forabot

Pertama, pengguna harus mencuci dan menyaring sampel dari ratusan foram. Ini membuat pengguna memiliki tumpukan yang tampak seperti pasir.

Sampel foram kemudian ditempatkan ke dalam wadah yang disebut menara isolasi. Sebuah jarum di bagian bawah menara isolasi kemudian diproyeksikan ke atas melalui sampel, mengangkat satu foram ke atas dan dikeluarkan dari menara melalui pengisapan.

 

4 dari 5 halaman

Cara kerja Forabot

Bagian pengisapan menarik foram ke wadah terpisah yang disebut menara pencitraan, yang dilengkapi dengan kamera otomatis beresolusi tinggi yang menangkap banyak gambar foram.

Setelah gambar diambil, foram diangkat kembali dengan jarum hingga dapat diambil melalui pengisapan dan disimpan dalam wadah yang sesuai di stasiun pemilahan.

"Gagasannya adalah bahwa kecerdasan buatan kami dapat menggunakan gambar untuk mengidentifikasi jenis forum itu, dan mengurutkannya dengan sesuai," kata Lobaton.

Untuk karya mereka, Lobaton dan rekannya menerbitkan makalah di jurnal sumber terbuka, dan menyertakan cetak biru serta perangkat lunak kecerdasan buatan dalam materi pelengkap makalah itu.

"Mudah-mudahan, orang-orang akan memanfaatkannya. Langkah selanjutnya bagi kami adalah memperluas jenis forum yang dapat diidentifikasi oleh sistem, dan bekerja untuk mengoptimalkan kecepatan operasional," ujar Lobaton.

5 dari 5 halaman

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.