Sukses

Duka Penderes di Banyuwangi, Produksi Nira Menurun Imbas Kemarau Plus Harga Gula Turun

Dampak dari kemarau panjang yang melanda Banyuwangi, tengah dirasakan oleh petani gula kelapa, pasalnya air nira yang dihasilkan kurang maksimal dengan mengalami penyusutan.

Liputan6.com, Banyuwangi Para petani gula kepala atau penderes mengeluhkan penyusutan air nira dampat kemarau panjang yang melanda Banyuwangi.

Edi Susianto, penderes nira kelapa asal Dusun Krajan Baru, Desa Wonosobo, Kecamatan Srono, Banyuwangi, menyatakan, menurunnya produksi air nira kelapa terjadi sejak kemarau panjang.

“Jadi pohon kelapa tidak bisa menghasilkan air nira secara maksimal karena kekurangan udara, dan semua menjadi kering,” keluh Edi Susianto, Sabtu (25/11/2023).

Edi itu mengatakan, satu pohon kelapa hanya bisa menghasilkan air nira paling banyak satu hingga dua liter saja. Padahal jika produksi normalnya air nira yang dihasilkan maksimal bisa mencapai lima liter per pohon kelapa.

Padahal setiap harinya, Edi dan penderes nira kelapa lain di tempatnya harus naik dan turun sampai 27 pohon kelapa yang tingginya lebih dari 20 meter. Menjadikan semua itu kurang sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan.

“Jika ditotal paling sedikit hanya bisa menghasilkan sebanyak 30 liter air nira saja, padahal naiknya butuh nyali dan usaha yang tinggi,” ucap Edi.

Kemarau panjang yang mempengarui hasil produksi air nira kelapa tersebut akhirnya juga berimbas pada pembuatan gula merah. Edi menjelaskan, untuk membuat sebanyak 20 kilogram gula merah, dibutuhkan air nira kurang lebih 75 liter.

Oleh sebab itu, dengan air nira kelapa yang didapatkan hanya sedikit, produksi gula merah pun juga ikut menyusut.

“Sudah harga gula merah turun, produksinya nira dan gula juga turun,” keluh Edi. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Gula Merah Turun

Senasib, Erwanto juga ikut mencurahkan keresahanya. Dia menyatakan, tantangan menjadi penderes nira kelapa ini biasanya juga terjadi pada saat musim angin dengan iklim atau cuaca yang buruk.

Pasalnya, apabila sedang memanjat pohon kelapa setinggi lebih dari 20 meter, pada cuaca yang sedang buruk maupun angin yang lagi kencang itu, apabila tidak berhati-hati dalam memanjat dan memilih pijakan, bisa mengakibatkan terpeleset dan jatuh.

“Kalau terjadi angin kencang, harus hati-hati dalam memilih pijakan agar tidak terpeleset dan jatuh,” jelasnya.

Lebih-lebih, bila cuaca buruk, masih Erwanto, biasanya turun hujan deras yang disertai petir. Bila kondisi yang terjadi seperti itu, maka penderes nira kelapa tidak ada yang berani memanjat pohon kelapa, karena risiko yang tinggi.

“Pohon kelapa tingginya sekitar 20 meter lebih, sangat berisiko disambar petir,” pungkas Erwanto.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini