Sukses

Mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Segera Disidang, Berkas Lengkap dan Sudah Limpah

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan berkas penyidikan mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) dan staf ahlinya bernama Rusdi sudah dilimpahkan ke tim jaksa penuntut umum pada Kamis, 13 April 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan berkas penyidikan mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) dan staf ahlinya bernama Rusdi sudah dilimpahkan ke tim jaksa penuntut umum pada Kamis, 13 April 2023.

Ali mengatakan, tim penuntut umum KPK menyatakan berkas penyidikan sudah lengkap. Kini, penahanan Sahat Tua dan Rusdi menjadi kewengan tim penuntut umum. Penahanan Sahat pun akan dipindahkan ke Rutan Klas I Surabaya, sementara Rusdi di Rutan Kejati Jatim.

"Penahanan masih dilakukan untuk masing-masing selama 20 hari kedepan, dimulai 13 April 2023 hingga  2 Mei 2023 dan sekaligus dilakukan pemindahan tempat penahanan," kata Ali.

Atas dasar itu, tim penuntut umum memiliki waktu maksimal 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan terhadap Sahat dan Rusdi. Berkas dakwaan nantinya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya.

"Segera dilakukan pelimpahan ke Pengadilan Tipikor Surabaya dalam waktu 14 hari kerja," kata Ali.

KPK menetapkan mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim.

Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng.

KPK menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.

Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.

Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komisi 20 Persen

Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.

Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.

Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa ke Surabaya.

Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.

Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022). Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Sahat telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar.

Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Eeng sebagai penyusp disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Sahat dan Rusdi sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Reporter: Fachrur Rozie

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.