Sukses

Aladdin, Dongeng Bernyawa yang Menghidupkan Imajinasi Masa Kecil

Meski sempat mendapat kritik negatif gara-gara teaser dan trailer yang kurang menarik, Aladdin mampu menjawab keraguan publik.

Liputan6.com, Jakarta Tahun 2019, momentum besar bagi Walt Disney. Usai membombardir pasar dengan Captain Marvel dan Avengers: Endgame yang sukses menyingkirkan Titanic dari posisi runner-up box office sepanjang masa, kini Walt Disney meluncurkan Aladdin

Aladdin karya Guy Ritchie merupakan versi live action dari animasi Aladdin tahun 1992 yang monumental. Disebut monumental lantaran Aladdin 1992 sukses menggabungkan unsur kualitas dan komersial. Ia meraih dua Oscar dan meraup laba kotor US$ 504 juta.

Aladdin karya Guy Ritchie merekonstruksi hikayat 1001 malam dari Tanah Arab. Pada masa itu, orang miskin dianggap sebagai tikus jalanan.

Aladdin (Mena) yang tak berayah dan ibu hidup di puing rumah yang tak terpakai bersama monyetnya, Abu. Untuk bertahan hidup, ia mencuri barang para pengunjung pasar. Suatu hari, ia bertemu Yasmine (Naomi) yang sedang menyamar untuk membaur bersama rakyat. Yasmine menolong anak tidak mampu yang dituduh mencuri dagangan.

Aladdin membantu Yasmine keluar dari pasar. Yasmine ternyata seorang putri Sultan (Navid) dari Kerajaan Agrabah. Kerajaan Agrabah sendiri dalam bahaya besar karena Perdana Menteri Jafar (Marwan) berambisi naik tahta. Agar ambisinya terwujud, ia memperalat Aladdin agar mengambil lampu wasiat di sebuah gua. Lampu wasiat itu berisi Jin (Will) yang sanggup mengabulkan tiga permintaan. Apa pun itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sempat Dikritik

Sempat mendapat kritik negatif gara-gara teaser dan trailer yang kurang menarik, Aladdin mampu menjawab keraguan publik. Versi live action ini mampu menghidupkan imajinasi anak-anak yang tumbuh di era 1990-an. Rahasianya terletak pada banyak aspek. Tata artistik, dalam pandangan kami, memegang aspek paling krusial. 

Visualisasi kerajaan dan permukiman penduduk Agrabah sangat detail. Desain interior dan eksterior didominasi warna cokelat, kuning, oranye, hijau, lengkap dengan pasar yang menyediakan aneka bumbu. Plus suasana yang sedikit berantakan dan berdebu. Klimaksnya adalah kedatangan Pangeran Ali yang digambarkan Guy Ritchie laksana karnaval yang melibatkan ratusan penampil dengan kostum warna-warni untuk menajamkan kesan glamour.

Elemen artistik, riasan wajah dan rambut, serta kostum akan sia-sia jika tanpa pemilihan aktor dan aktris yang tepat. Mena dan Naomi adalah daya tarik utama. Syukurlah Mena dirias hingga ketampanannya tersamarkan. Dalam banyak angle, ia tampak biasa saja. Sudut pandangnya tentang persahabatan, keputusan untuk berhenti berpura-pura, dan kebaikan hatinyalah yang membuat penonton jatuh cinta.

3 dari 4 halaman

Kekuatan Yasmine

Di sisi lain kita melihat Naomi yang sukses memadukan aura ningrat seorang putri, semangat untuk membuktikan diri, jiwa pemberani, dan gestur jatuh cinta yang alami. Kesengsem alias jatuh cinta untuk kali pertama tergambar jelas pada air mukanya. Momen terbaik Yasmine terjadi saat ia menyanyikan “Speechless.” Lagu tentang perempuan yang terperdaya oleh keadaan namun menolak berdiam diri ini dibawakan dengan powerful.

Kami tidak akan lupa pada Yasmine yang menyanyi dengan raut tegas berwibawa namun matanya merah berkaca-kaca. Ya, bagaimana pun Yasmine perempuan. Naomi mengeksekusi adegan ini dengan brilian. Lalu dari mana datangnya lagu dengan lirik berenergi besar ini? Alan Menken, peraih delapan Oscar itu meracik nadanya. Lirik “Speechless” yang menyetrum hati penonton ditulis Justin Paul dan Benj Pasek, peraih Oscar lewat La La Land serta memoles The Greatest Showman. 

4 dari 4 halaman

Pesan Moral

Versi live action Aladdin menyusul kegemilangan Cinderella dan Beauty and The Beast yang lebih dulu mendunia. Dengan desain produksi, artistik, kostum, riasan, serta ketepatan dalam memilih pemain, Guy Ritchie sukses membuat kisah dari Agrabah ini begitu bernyawa dan menghidupkan imajinasi. Satu hal yang sedikit mengganggu, bisa jadi karakter Jafar yang sejak awal tampak bengis.

Mungkin karena sejak adegan pertama, film ini menempatkan diri sebagai dongeng yang disampaikan ayah kepada anak-anaknya. Maka hitam putih karakternya harus dibuat tegas, agar anak-anak mudah menentukan pilihan. Pun pesan moralnya sangat jelas. Jika Cinderella mengingatkan soal memiliki keberanian dan kebaikan hati, Aladdin mengajak kita memiliki keberanian, menjadi diri sendiri, dan membangun kekuatan dari dalam. Sudahkah kita memilikinya?

 

 

 

Pemain: Will Smith, Mena Massoud, Naomi Scott, Marwan Kenzari, Navid Negahban

Produser: Jonathan Eirich, Dan Lin

Sutradara: Guy Ritchie

Penulis: John August, Guy Ritchie

Produksi: Walt Disney Studios

Durasi: 2 jam, 8 menit

 

(Wayan Diananto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.