Sukses

Bursa Saham Asia Beragam Terseret Meningkatnya Ancaman Deflasi China

Data ekonomi inflasi China akan bayangi laju bursa saham Asia Pasifik pada perdagangan Rabu, 9 Agustus 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Rabu (9/8/2023). Hal ini seiring investor mencermati inflasi China pada Juli. Diprediksi indeks harga konsumen akan memasuki wilayah deflasi untuk pertama kali sejak Februari 2021.

Dikutip dari CNBC, ekonom yang disurvei oleh Reuters perkirakan inflasi China turun 0,4 persen year-on-year (YoY). Indeks harga produsen negara China yang mengukur perubahan harga jual yang diterima oleh produsen dalam negeri untuk output mereka juga akan turun 4,1 persen.

Indeks Hang Seng Hong Kong berjangka berada di posisi 19.084. Indeks saham acuan ini lebih kuat dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya 19.184,17.

Indeks Nikkei 225 merosot 0,24 persen pada perdagangan Rabu pagi. Sedangkan indeks topix tergelincir 0,3 persen. Sebaliknya, indeks Kospi Korea Selatan naik 0,88 persen. Indeks Kosdaq bertambah 1 persen. Indeks ASX Australia mendatar.

Di wall street, tiga indeks acuan alami aksi jual setelah Moody’s menurunkan peringkat kredit beberapa bank regional. Indeks Dow Jones turun 0,45 persen, indeks S&P 500 merosot 0,42 persen dan indeks Nasdaq tergelincir 0,79 persen.

Tingkat Pengangguran Korea Selatan

Di sisi lain, tingkat pengangguran di Korea Selatan naik menjadi 2,7 persen pada Juli 2023. Tingkat pengangguran ini meningkat dari 2,6 persen pada bulan sebelumnya. Namun, turun 0,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Data pemerintah menunjukkan jumlah pengangguran mencapai 807.000 orang pada Juli, turun 3,5 persen YoY. Rasio pekerjaan terhadap populasi Korea Selatan berada di 63,2 persen pada Juli 2023, naik 0,3 persen YoY.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penutupan Bursa Saham Asia pada 8 Agustus 2023

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Selasa pekan ini seiring data neraca perdagangan China pada Juli 2023 lebih lemah dari yang diharapkan.

Dikutip dari CNBC, China mencatat ekspor turun 14,5 persen year on year (YoY), sedangkan impor susut 12,4 persen YoY. Ekonom yang disurvei Reuters berharap ekspor turun 12,5 persen dan impor merosot 5 persen.

Indeks Hang Seng turun 1,74 persen dan bursa saham China melemah. Indeks Shanghai turun 0,25 persen ke posisi 3.260,62. Indeks Shenzhen tergelincir 0,42 persen ke posisi 11.098,45.

Indeks Nikkei 225 naik 0,38 persen ke posisi 32.377,29. Sedangkan indeks Topix bertambah 0,34 persen ke posisi 2.291,73. Hal ini di tengah belanja rumah tangga berada di wilayah negatif dalam empat bulan. Belanja rumah tangga turun 4,2 persen pada Juni YoY, dibandingkan Mei 2023 sebesar 4 persen.

Di Australia, indeks ASX 200 naik ke posisi 7.311,1. Indeks Kospi Korea Selatan susut 0,26 persen dan indeks Kosdaq merosot 0,65 persen ke posisi 892,34.

 

3 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street pada 8 Agustus 2023

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Selasa, 8 Agustus 2023. Koreksi wall street dipicu aksi jual saham pada Agustus 2023 seiring penurunan peringkat sektor perbankan oleh lembaga pemeringkat Moody’s.

Dikutip dari CNBC, Rabu (9/8/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 158,64 poin atau 0,45 persen ke posisi 35.314,49. Indeks Dow Jones sempat anjlok 465 poin.

Sementara itu, indeks S&P 500 tergelincir 0,42 persen ke posisi 4.499,38 sehingga membawa tekanan terhadap indeks tersebut hampir dua persen. Indeks Nasdaq susut 0,79 persen menjadi 13.884,32. Tekanan terhadap indeks acuan itu mendorong indeks Nasdaq melemah menjadi 3,2 persen pada Agustus 2023. Indeks S&P 500 dan Nasdaq alami koreksi selama lima hari dalam enam sesi perdagangan.

Di sisi lain, saham perbankan loyo setelah Moody’s menurunkan peringkat kredit beberapa bank regional termasuk M&T Bank dan Pinnacle Financial. Lembaga pemeringkat itu mengutip penurunan peringkat dengan pertimbangan risiko simpanan, potensi resesi dan kesulitan portofolio real estate komersial.

Lembaga pemeringkat juga menempatkan Bank of N.Y. Mellon dan State Street untuk ditinjau untuk penurunan peringkat.

Saham Goldman Sachs dan JPMorgan Chase masing-masing merosot 2,1 persen dan 0,6 persen. Sedangkan the SPDR S&P Bank ETF (KBE) terperosok 1,3 persen.

SPDR S&P Regional Banking ETF (KRE) susut 1,3 persen. ETF bank regional tergelincir 28 persen pada Maret di tengah kegagalan Silicon Valley Bank. Sedangkan, saham M&T Bank terpangkas 1,5 persen.

“Memiliki peringkat kredit yang baik bukanlah pilihan karena mereka membutuhkan keyakinan,” ujar CEO Infrastructure Capital Advisors, Jay Hartfield seperti dikutip dari CNBC.

Ia mengatakan, segala bentuk pengurangan kepercayaan pada sistem perbankan regional menjadi sentimen buruk di pasar.

 

4 dari 4 halaman

Pelaku Pasar Cermati Laporan Keuangan

Selain itu, pelaku pasar juga mengurai rilis laporan laba Perusahaan. Saham UPS tergelincir 0,9 persen setelah raksasa pengiriman itu melaporkan pendapatan lebih lemah dari perkiraan kuartal II. Perusahaan juga menurunkan prospek pendapatan setahun penuh.

Musim laba Perusahaan sejauh ini lebih baik dari yang diantisipasi. Dengan 89 persen saham S&P 500 telah selesai melaporkan hasil kuartalan.

BMO Capital Management’s Chief Investment Officer Yung-Yu Ma menuturkan, investor bertanya-tanya berapa banyak dampak dari langkah pengetatan ekonomi sebelumnya dari bank sentral AS atau the Federal Reserve yang belum dirasakan.

“Untuk sementara, ada kepercayaan banyak dampak pengetatan the Fed dan pengetatan bank sentral secara global telah terjadi,” tutur dia.

Ia menambahkan, ada sedikit lebih banyak kesadaran dampak dari suku bunga yang lebih tinggi itu masih memiliki waktu untuk menembus AS dan ekonomi global.

Ma mengaitkan koreksi wall street pada Selasa sebagai momen penilaian karena investor mempertimbangkan kekuatan reli pasar pada 2023 dan apa yang ada di depan ekonomi setelah kenaikan suku bunga the Fed.

“Dan sekarang mungkin bukan waktunya untuk menjadi agresif maksimal di pasar saham mengingat ketidakpastian,” ujar dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini