Sukses

Sritex, Perusahaan Tekstil Terbesar di Asia Tenggara yang Punya Tumpukan Utang hingga Terancam Terdepak dari Bursa

PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex kini hadapi tumpukan utang besar hingga September 2022. Meski demikian, perseroan mampu tekan rugi.

Liputan6.com, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) kini kembali jadi sorotan usai merombak susunan komisaris dan direksi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Jumat, 17 Maret 2023.

Mengutip laman Sritex, perseroan mempertahankan jumlah dewan komisaris yang terdiri dari tiga orang, sedangkan jajaran direksi bertambah satu orang. RUPSLB Sritex menyetujui pemberhentian secara hormat seluruh dewan komisaris dan direksi yang lama antara lain Megawati sebagai komisaris dan Sudjarwadi sebagai komisaris independen.

Selain itu, Iwan Setiawan Lukminto sebagai direktur utama PT Sri Rejeki Isman Tbk, Iwan Kurniawan Lukminto sebagai wakil direktur utama, Allan Moran Severino sebagai direktur keuangan, Mira Christina Setiady sebagai direktur umum dan administrasi, Karunakaran Ramamoorthy selaku direktur produksi, Eddy Prasetyo Salim selaku direktur operasional dan M.Nasir Tamama Tamimi selaku direktur independen.

Pada RUPSLB pun mengubah susunan komisaris dan direksi, tetapi mempertahankan sejumlah nama. Iwan Setiawan yang sebelumnya menjabat sebagai direktur utama kini menjabat sebagai komisaris utama. Megawati pun tetap sebagai komisaris. 

Sementara itu, Iwan Kurniawan Lukminto yang sebelumnya menjabat sebagai wakil direktur utama kini menjabat sebagai direktur utama. Adapun Karanukaran Ramamoorthy kini menjabat sebagai direktur bisnis benang, dan Mira Christina Setiady menjabat sebagai direktur operasional.

Utang Sritex

Perombakan susunan komisaris dan direksi tersebut di tengah upaya perseroan bertahan di tengah tumpukan utang. Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan mencatat liabilitas sebesar USD 1,59 miliar atau setara Rp 24,14 triliun (asumsi kurs Rp 15.176 per dolar AS) hingga September 2022. Liabilitas itu lebih rendah dari periode Desember 2021 sebesar USD 1,63 miliar atau sekitar Rp 24,7 triliun.

Perseroan mencatat lonjakan liabilitas atau utang jangka panjang menjadi USD 1,41 miliar atau sekitar Rp 21,4 triliun hingga September 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 54,42 juta atau sekitar Rp 826,12 miliar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kinerja Keuangan Sritex hingga September 2022

Pada pos liabilitas jangka panjang, perseroan mencatatkan liabilitas jangka panjang setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun antara lain utang bank dan  obligasiyang tercatat sebagai secured  working capital revolver (WCR) sebesar USD 373.606.022 hingga September 2022 dari sebelumnya tidak ada pada Desember 2021. Selain itu, secured term loan (STL) sebesar 472.898.645, dan unsecured term loan (UTL)sebesar USD 480.783.623.

Pada 30 September 2022, jumlah pokok pinjaman sindikasi dengan alokasi secured term loan (STL) sebesar USD 124.997.616. Sedangkan jumlah pokok pinjaman sindikasi dengan alokasi unsecured term loan (UTL) sebesar USD 126.638.118 pada 30 September 2022. Pada September 2022, jumlah pokok pinjaman bilateral dengan alokasi secured working capital revolver (SWCR) sebesar USD 60.042.103, EUR 2.105.884 atau setara USD 2,18 juta, dan Rp 1,53 triliun atau setara USD 100,74 juta. Seluruh pinjaman ini disajikan sebagai utang bank jangka panjang yang jatuh tempo lebih dari satu tahun.

Sementara itu, liabilitas jangka pendek perseroan tercatat USD 176,64 juta atau setara Rp 2,68 triliun hingga September 2022. Liabilitas jangka pendek ini lebih rendah dari posisi Desember 2021 sebesar USD 1,57 miliar atau Rp 23,95 triliun.

Sritex Tekan Rugi

Sementara itu, perseroan membukukan aset USD 1,04 miliar atau sekitar Rp 15,8 triliun hingga September 2022 dari periode Desember 2021 sebesar USD 1,23 miliar atau sekitar Rp 18,7 triliun.

Di sisi lain, perseroan mencatat kas dan bank sebesar USD 7,22 juta atau sekitar Rp 109,53 miliar hingga September 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 8,73 juta atau sekitar Rp 132,6 miliar.

Meski utang menumpuk, perseroan mampu menekan rugi hingga kuartal III 2022. Tercatat rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 147.768.545 juta atau sekitar Rp 2,24 triliun hingga September 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 924.506.869.

Di sisi lain penjualan perseroan susut 25,57 persen menjadi USD 474.175.590 atau sekitar Rp 7,19 triliun hingga September 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 637.119.956

 

3 dari 4 halaman

Terancam Terdepak dari BEI

Bursa Efek Indonesia (BEI) pun telah mengumumkan potensi delisting perusahaan tercatat PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) yang tercatat di papan pengembangan BEI pada 21 November 2022. Hal ini berdasarkan Pengumuman Bursa Efek Indonesia (Bursa) No. Peng-SPT-00006/BEI.PP3/05-2021 tanggal 18 Mei 2021 perihal Pengumuman Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), serta Peraturan Bursa No.: I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa. BEI dapat menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat apabila:

-Ketentuan III.3.1.1, Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

-Ketentuan III.3.1.2, Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.

“Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk telah disuspensi di seluruh pasar selama 18 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Mei 2023,” tulis BEI.

4 dari 4 halaman

Sejarah Singkat Sritex

Sebelum terliit utang besar, PT Sri Rejeki Isman Tbk, menjadi salah satu perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan tekstil yang terintegrasi terdiri dari empat jenis produksi benang, kain mentah, kain jadi dan pakaian jadi, yang berlokasi di Jawa Tengah. Demikian mengutip dari materi paparan publik perseroan 2018.

Perseroan didirikan oleh keluarga Lukminto pada pada 1966 bertempat di Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia.  Adapun portofolio produk terdiri dari benang, kain mentah, kain jadi, serta pakaian jadi yang meliputi seragam milter, seragam instansi, dan fshion. Adapun perseroan memiliki pelanggan yang kuat dan beragam dengan pasar di lebih dari 100 negara.

Berikut sejarah singkat perseroan yang dikutip dari laman Sritex:

  • Perusahaan didirikan oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.
  • Perseroan membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo pada 1968.
  • Pada 1978, perseroan terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas.
  • Perseroan mendirikan pabrik tenun pertama pada 1982
  • Perseroan memperluas pabrik dengan empat lini produksi (pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana) dalam satu atap pada 1992.
  • Perseroan menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman pada 1994
  • Pada 2001, Perseroan selamat dari krisis moneter pada 1998 dan melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibandingkan waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.
  • 2010, perseroan mampu menaklukan segala tantangan dengan derasnya persaingan global
  • Pada 2012, Sritex menggandakan pertumbuhan dan kinerjanya dibandingkan 2008.
  • PT Sri Rejeki Isman Tbk mencatatkan saham perdana dengan kode saham SRIL di Bursa Efek Indonesia pada 2013

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.