Sukses

Bursa Saham Asia Lesu Usai Wall Street Cetak Kinerja Mingguan Terburuk 2023

Mengawali pekan ini, Senin, 27 Februari 2023, bursa saham Asia Pasifik berada di zona merah. Hal ini seiring wall street lesu pada pekan lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan saham Senin, (27/2/2023) setelah indeks saham utama di wall street catat kinerja buruk secara mingguan pada 2023.

Dikutip dari CNBC, indeks ASX 200 melemah 0,95 persen di Australia. Indeks Nikkei 225 tergelincir 0,38 persen dan indeks Topix merosot 0,18 persen. Di Korea Selatan, indeks Kospi terpangkas 1,14 persen, dan indeks Kosdaq susut 0,59 persen.

Investor akan mencermati perkembangan ekonomi utama di seluruh Asia. Calon Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda akan berbicara di majelis tinggi pada Senin, 27 Februari 2023. Jepang juga akan merilis angka pengangguran pada akhir pekan ini. India akan merilis produk domestik bruto (PDB) kuartalan pada Selasa, 28 Februari 2023.

Pada Jumat, bursa saham di Amerika Serikat (AS) merosot tajam karena pengukur inflasi pilihan the Federal reserve (the Fed) Amerika Serikat menunjukkan kenaikan harga lebih kuat dari perkiraan bulan lalu.

Indeks S&P 500 turun 2,7 persen menunjukkan minggu terburuk sejak 9 Desember 2022. Indeks Dow Jones melemah hampir 3 persen pekan ini, dan alami koreksi dalam empat minggu. Indeks Nasdaq tergelincir 3,3 persen, dan cetak kinerja penurunan dalam dua minggu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bursa Saham Asia pada 24 Februari 2023

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan saham Jumat, 24 Februari 2023.Indeks Nikkei 225 di Jepang naik 1,29 persen ke posisi 27.452,48 dan indeks Topix bertambah 0,67 persen. Inflasi inti Jepang pada Januari melonjak 4,2 persen, ke level tertinggi sejak 1981. Adapun kandidat Gubernur Bank Sentral Jepang Kazuo Ueda telah berbicara di parlemen.

Di Australia, indeks ASX 200 menguat 0,3 persen ke posisi 7.307. Indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,63 persen menjadi 2.423,61. Indeks Kosdaq susut 0,56 persen ke posisi 778,88. Demikian dikutip dari CNBC.

Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,56 persen dan indeks Hang Seng teknologi terpangkas 3,11 persen. Di bursa saham China, indeks Shenzhen melemah 0,82 persen ke posisi 11.787,45. Indeks Shanghai susut 0,62 persen ke posisi 3.267,16.

Untuk laporan keuangan perusahaan, OCBC, salah satu bank terbesar di Singapura mencatatkan rekor laba pada 2022. Di sisi lain, output manufaktur Singapura pada Januari melemah 2,7 persen.

 

3 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street pada 24 Februari 2023

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan saham Jumat, 24 Februari 2023. Koreksi wall street jelang akhir pekan membawa kinerja mingguan terburuk pada 2023 setelah pengukur inflasi pilihan the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS menunjukkan kenaikan harga lebih kuat dari perkiraan bulan lalu.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (25/2/2023), indeks Dow Jones anjlok 336,99 poin atau 1 persen menjadi 32.816,92. Indeks Dow Jones sempat turun 1,54 persen pada awal sesi perdagangan. Indeks S&P 500 terpangkas 1 persen ke posisi 3.970,04. Indeks Nasdaq merosot 1,7 persen ke posisi 11.394,94.

Rata-rata indeks acuan akhiri pekan ini dengan kerugian terbesar pada 2023. Indeks S&P 500 terpangkas 2,7 persen menandai pekan terburuk sejak 9 Desember 2022. Indeks Dow Jones melemah hampir 3 persen pekan ini, penurunan minggu keempat berturut-turut. Indeks Nasdaq melemah 3,3 persen, dan mencetak koreksi selama dua minggu dalam tiga minggu.

Saham Boeing merosot lebih dari 4 persen setelah perusahaan untuk sementara penghentikan pengiriman 787 Dreamliner karena masalah badan pesawat. Saham Microsoft dan Home Depot masing-masing merosot 2,2 persen dan 0,9 persen.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi inti, pengukuran inflasi yang disukai the Fed naik 0,6 persen pada Januari 2023, dan 4,7 persen dari tahun sebelumnya, berada di atas harapan ekonom.

Laporan tersebut menambah kekhawatiran the Fed mungkin harus mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama untuk mengatasi tekanan inflasi.

Chief Investment Strategist Charles Schwab, Liz Ann Sonders menuturkan, ada lebih banyak penurunan pasar selain angka inflasi.

“Alasan lain mengapa pasar mengalami masalah, saya pikir bukan hanya karena inflasi yang lebih panas atau kekhawatiran the Fed harus tetap lebih ketat lebih lama,” ujar Sonders.

 

4 dari 4 halaman

Inflasi Masih Jadi Sorotan

Ia menambahkan, ada banyak spekulasi yang kembali muncul, buih spekulatif.  “Pasar cenderung bergerak dengan cara melawan ketika sentimen menjadi terlalu “berbusa”. Jadi saya pikir beberapa langkah ada hubungannya dengan sentimen. Bukan hanya kekuatan makro ini,” ia menambahkan.

Ahli strategi percaya inflasi tidak dapat turun tanpa penurunan ekonomi yang lebih luas. “Saya pikir sesuatu harus diberikan baik secara luas dalam ekonomi atau lebih khusus lagi di pasar tenaga kerja, untuk menghilangkan inflasi secara sempurna,” kata Sonders.

Ia mengatakan, tanpa pukulan yang sepadan terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja, itu akan menjadi beban.

Analis Baird Ross Mayfield menuturkan, pasar saat ini mengalami efek dari “terlalu banyak kabar baik sekaligus”. Dengan inflasi yang tetap panas dan the Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga. Mayfield menyarankan investor untuk mengendalikan apa yang dapat dikendalikan.

“Pertama otomatis dengan dollar cost averaging (berinvestasi dalam interval yang dijadwalkan secara teratur) adalah cara yang bagus untuk mengetahui kinerja yang lebih baik di pasar yang bergejolak,” kata Mayfield.

Kedua, ia menuturkan, untuk meninjau kembali alokasi untuk memastikan investor melakukan diversifikasi dengan baik dan sesuai rencana.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.