Sukses

Menakar Prospek Saham Bank Syariah Jelang Pemilu 2024

Sejumlah sentimen akan bayangi saham emiten bank syariah pada 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Schroder Investment Management Indonesia menilai emiten bank syariah masih memiliki prospek yang cerah pada 2023, tepatnya sebelum pemilihan umum (pemilu) 2024 atau pemilu 2024.

Director Head of Research Liny Halim menuturkan, dari sisi valuasi saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) terbilang jauh lebih mendukung atau atraktif.

"Untuk BRIS sekarang valuasinya jauh lebih mendukung. Secara outlook juga cukup positif, kualitas aset, dan pertumbuhan bagus," kata Liny kepada awak media, Rabu (18/1/2023).

Ia menuturkan, daya beli masyarakat yang membaik akan menopang kinerja BRIS. Hal itu disebabkan oleh fokus BRIS dalam pembiayaan konsumen atau consumer lending.

"Kinerja BRIS ini didukung consumer lending di mana portfolionya jauh lebih bagus dibanding sebelum-sebelumnya," ujar dia.

Sementara itu, Investment Director Schroders Irwanti mengatakan, secara umum bank syariah berpotensi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Hal itu didukung oleh populasi Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

"Jadi ada peluang bagi bank syariah untuk tumbuh. Tapi bank syariah harus bisa menemukan produk yang tepat agar bisa bersaing dengan bank konvensional," kata Irwanti 

Dia menambahkan, bank syariah juga harus meningkatkan layanan agar bisa meningkatkan pangsa pasar.  Meski demikian, tahun ini akan cukup menantang bagi bank kecil dengan likuiditas yang sangat ketat. 

Suku bunga tinggi tidak baik untuk bank kecil, karena mereka harus membayar biaya deposit nasabah serta margin mereka turun karena terbatas.

Di sisi lain, tahun ini sektor perbankan masih cukup baik, khususnya bank besar. Bank besar memiliki likuiditas yang cukup terjaga.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Meneropong Pasar Obligasi

Sebelumnya, Pemerintah berencana menurunkan defisit fiskal hingga di bawah 3 persen pada pada akhir 2023 seperti yang dijanjikan sebelumnya. Hal itu akan membawa sentimen positif lebih lanjut untuk pasar obligasi pada 2023. 

"Mata uang cenderung menguat tahun ini menjadi berita baik bagi investor obligasi," kata Head of Fixed Income, Schroders Indonesia Soufat Hartawan dalam konferensi pers, Rabu, 18 Januari 2023.

Selain itu, dengan pertumbuhan pendapatan pemerintah yang kuat tahun lalu, Schroder Investment Management Indonesia memperkirakan suplai obligasi yang dibutuhkan pada 2023 akan berkurang, yang akan membantu mendukung harga obligasi. 

Pemerintah mengharapkan pertumbuhan pendapatan relatif flat pada tahun 2023 sementara pengeluaran akan sedikit menurun. Pada 2022, investor asing mencatatkan outflow yang besar dari pasar obligasi Indonesia, karena tekanan inflasi dan pengetatan moneter. 

Seiring dengan besarnya penerbitan baru dalam dua tahun terakhir, kepemilikan asing pada obligasi pemerintah turun ke level pada 2010 sebesar 14 persen.

Oleh karena itu, menurut Schroders downside cukup terbatas saat ini untuk pasar obligasi dengan potensi flow reversal jika bank sentral menjadi lebih dovish secara progresif. 

 

 

3 dari 4 halaman

Tekanan Inflasi dan Kenaikan Suku Bunga Tetap Ada

Meskipun outflow yang besar pada 2022, yield obligasi 10 tahun relatif tangguh berkisar antara 7,0-8,0 persen sepanjang tahun. 

Sementara itu, ketidakpastian mengenai inflasi dan kebijakan moneter tetap ada, yield obligasi akan tetap relatif stabil pada level saat ini untuk saat ini. 

"Kami percaya pembalikan kebijakan atau monetary policy reversal akan menjadi katalis bagi pasar obligasi untuk rally," kata dia.

Secara keseluruhan, pasar obligasi diprediksi tetap ‘jinak’ pada semester I 2023, karena tekanan inflasi dan risiko kenaikan suku bunga tetap ada. Namun, Schroders melihat transisi menuju semester II 2023 karena inflasi mereda dan bank sentral menjadi lebih dovish.

"Kami telah mulai melihat seri tenor panjang  mendapatkan dukungan dari investor asing dan Bank Indonesia menjelang akhir 2022, yang  kami yakini akan terus berlanjut," ujarnya.

Meski demikian, tenor pendek telah memiliki kinerja dengan baik dan mulai terpukul oleh kenaikan suku bunga kebijakan Bank Indonesia. 

Salah satu risiko potensial adalah perlambatan permintaan dari bank komersial karena mereka telah memiliki posisi yang tinggi di obligasi pemerintah yang tinggi serta kenaikan suku bunga deposito bank. 

"Padahal selama ini kita melihat  relatif lamban menaikkan suku bunga depositonya," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Saham Emiten Bank Kakap Jadi Pilihan pada 2023, Ini Kata Analis

Sebelumnya, sektor saham perbankan diprediksi masih bertumbuh pada 2023 terutama saham emiten bank kapitalisasi besar. Hal ini didukung dari penyaluran kredit.

Head of Research Sucor Sekuritas, Edward Lowis menuturkan, seluruh sektor masih tumbuh pada 2023. Untuk sektor saham bank terutama berkaitan dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang didukung likuiditas besar. Edward menuturkan, hal tersebut dimiliki oleh bank kapitalisasi besar. Bank tersebut antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

“Likuiditas besar ada di bank besar, big four. Dan bank kecil mungkin karena satu dan hal lain likuiditas lebih tight. Beberapa bank masih istilahnya nyangkut di SUN. Jadi harus bank besar, growthnya masih oke,” kata dia di webinar Indonesia Investment Education, Sabtu, 14 Januari 2023, dikutip Minggu (15/1/2023).

Untuk pilihan saham di sektor perbankan, Edward menuturkan,  saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi pilihan. Hal ini menurut dia lantaran pertumbuhan kredit BRI yang paling tinggi. Hingga kuartal III 2022, secara konsolidasi, kredit BRI tumbuh 7,9 persen secara tahunan menjadi Rp 1.111,4 triliun. “ROE dan NIM paling tinggi di industrinya, valuasi menarik. Tahun lalu sempat lagging. BRI paling menarik dibandingkan lainnya,” kata dia.

Terkait efek pemilihan umum (pemilu), Edward menilai, jika dilihat secara historis, sektor saham konsumsi dan telekomunikasi akan berdampak. Demikian juga sektor peternakan.

"Tahun ini cost mulai turun harga komoditas, harusnya ada sedikit margin. Earning growth paling tinggi juga. Average tumbuh 17 persen, consumer earning growth, lebih ke consumer related untuk pemilu,” tutur dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.