Sukses

Dogdog Lojor, Kesenian Tradisional Masyarakat Baduy yang Terus Dilestarikan

Seni dogdog lojor memiliki akar yang dalam dalam kehidupan masyarakat Baduy dan sering dianggap sebagai warisan budaya yang unik.

Liputan6.com, Lebak - Baduy adalah nama dari salah satu masyarakat adat yang masih bertahan di wilayah Provinsi Banten. Untuk mencapai Baduy, Anda harus mengikuti perjalanan darat melalui jalur yang melewati Rangkasbitung, Kecamatan Lewi Damar, dan Ciboleger.

Rangkasbitung adalah kota kecamatan di Kabupaten Lebak yang telah berdiri sejak masa penjajahan Belanda. Sebelum tiba di kota tersebut, perjalanan melibatkan melewati dua sungai besar, yaitu Ci Ujung dan Ciberang. Di tengah kota Rangkasbitung, Anda akan menemukan tata letak yang masih mempertahankan ciri-ciri peninggalan Belanda, seperti adanya alun-alun, masjid, dan pendopo sebagai pusat kota.

Setelah melewati Rangkas Bitung, perjalanan dilanjutkan ke Ciboleger melalui kota Kecamatan Lewi Damar. Meskipun jalannya sempit dan penuh lubang, pemandangan yang indah sepanjang perjalanan bisa menjadi hiburan tersendiri bagi para pelancong yang menuju Ciboleger.

Gerbang bertuliskan "Kampung Wisata Baduy" menandakan kedatangan Anda di Ciboleger. Lokasi ini berfungsi sebagai terminal angkutan umum dan di tengahnya terdapat patung seorang suami dan istri beserta dua anak yang mengenakan pakaian adat Baduy. Sejumlah warung di sekitar terminal menjual makanan ringan dan suvenir khas Baduy.

Masyarakat Baduy hidup di wilayah yang terdiri dari bukit dan lembah curam dengan ketinggian berkisar antara 500 hingga 1200 meter di atas permukaan laut. Kondisi tanah yang selalu lembap dan berlumut membuat akses ke pemukiman mereka sulit. Mereka mematuhi adat yang melarang penggunaan segala jenis kendaraan di wilayah pemukiman, terlebih lagi karena jarak antara satu kampung dan lainnya yang cukup jauh. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dogdog Lojor

Masyarakat Baduy hidup di wilayah yang terdiri dari bukit dan lembah curam dengan ketinggian berkisar antara 500 hingga 1200 meter di atas permukaan laut. Kondisi tanah yang selalu lembap dan berlumut membuat akses ke pemukiman mereka sulit. Mereka mematuhi adat yang melarang penggunaan segala jenis kendaraan di wilayah pemukiman, terlebih lagi karena jarak antara satu kampung dan lainnya yang cukup jauh.

Dilansir dari laman Kemdikbud BPNB Jawa Barat, selain mencari mata pencaharian, masyarakat Baduy juga melestarikan seni tradisional, salah satunya adalah Dogdog Lojor. Dogdog Lojor adalah salah satu jenis seni tradisional yang masih dilestarikan oleh masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Lewi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Nama "Dogdog Lojor" diberikan oleh masyarakat umum karena seni ini fokus pada tiga alat musik perkusi yang digunakan dalam pertunjukan. Sementara itu, jenis alat musik lainnya dalam seni ini lebih mirip dengan angklung. Tiga alat musik ini sebenarnya dinamai "Bedug," "Talingtit," dan "Ketug" oleh masyarakat Baduy, bukan "Dogdog Lojor." Dogdog merujuk pada suara yang dihasilkan oleh alat musik ini, sementara "Lojor" berarti panjang, merujuk pada ukuran alat musik yang sekitar 50 hingga 60 sentimeter.

Nama "Dogdog Lojor" lebih umum digunakan oleh masyarakat luar Baduy karena seni angklung sudah sangat populer di seluruh Jawa Barat. Oleh karena itu, untuk membedakan angklung Baduy dari jenis angklung lainnya, kata "Buhun" ditambahkan ke belakang namanya, menjadi "Angklung Buhun." Kesenian Angklung Buhun memiliki ciri khas dengan nada yang harmonis dan lirik serta lagu yang sederhana. Suara yang dihasilkan mencerminkan alam sekitar dan menciptakan suasana damai dan harmonis.

 

3 dari 3 halaman

Angklung Buhun

Angklung Buhun sudah ada selama berabad-abad dan telah dimainkan oleh tujuh generasi masyarakat Baduy. Kesenian ini memiliki nilai-nilai sakral dan kekuatan gaib yang tercermin dalam lirik, gerak, dan lagu yang dimainkan. Kesenian Angklung Buhun hanya bisa dimainkan sekali setahun, yaitu pada bulan ketujuh dalam kalender Baduy, tepatnya saat upacara tanam padi. Dalam upacara ini, Angklung Buhun dimainkan dengan tema sakral.

Pertunjukan Angklung Buhun dibagi menjadi tiga tahap, yaitu sebelum, selama, dan setelah pertunjukan. Sebelum pertunjukan dimulai, kuncen melakukan upacara khusus untuk mengeluarkan alat musik dari tempat penyimpanan. Saat pertunjukan berlangsung, para pemain membentuk lingkaran dan menari sambil menyanyikan lagu-lagu khas Angklung Buhun. Ada juga atraksi adu kekuatan antara dua pria yang saling beradu badan. Pertunjukan Angklung Buhun menjadi bagian tak terpisahkan dari upacara tradisional masyarakat Baduy dan merupakan warisan budaya yang tak ternilai.

Masyarakat Baduy tidak terpengaruh oleh klaim orang luar terhadap musik angklung mereka. Bagi mereka, upaya menjaga tradisi sosial dan adat istiadat lebih penting daripada apa pun. Angklung Buhun adalah bagian integral dari upacara tradisional dan menjadi ciri khas instrumen musik yang sangat dihormati.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.