Sukses

HEADLINE: Petaka Longsor di Natuna Kepulauan Riau, Apa Penyebabnya?

Hujan yang menurunkan air selayaknya menjadi berkah bagi manusia, namun tidak di Serasan Natuna.

Liputan6.com, Jakarta - Hujan selayaknya menjadi berkah, namun kadang memicu musibah. Di Serasan Natuna, Kepulauan Riau, hujan berhari-hari membawa malapetaka. Bermula dari hujan lebat yang mengguyur kawasan tersebut pada Minggu (5/3/2023), dan tidak berhenti sampai Senin (6/3/2023), menyebabkan wilayah Kecamatan Serasan dan Serasan Timur diterjang longsor.

Sekitar pukul 04.30 WIB longsor pertama terjadi, material tanah bercampur bebatuan besar tak hanya mengubur rumah, kebun, sumber air, tapi juga bersama kenangan di dalamnya. Sampai di situ hujan belum juga ada tanda-tanda reda. Meski begitu warga bersama kepala desa dan personel Bhabinkamtibnas Polsek Serasan tak tinggal diam, dengan alat seadanya mereka bahu membahu membersihkan material longsor.

Malang tak dapat ditolak, longsor susulan yang lebih besar datang sekitar pukul 13.00 WIB menimbun satu kampung di Serasan Timur. Pukul 15.00 datang kabar duka, 10 orang ditemukan meninggal dunia, sementara sekitar 50 orang lainnya masih hilang. Saat itu 10 orang korban longsor Natuna yang meninggal dunia sudah berhasil dievakuasi, jumlah korban kemungkinan bisa bertambah. 

"Kemungkinan masih akan bertambah," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Natuna Raja Darmika.

Raja mengatakan pihaknya belum bisa memastikan kepastian jumlah korban longsor yang belum diketahui. Butuh tenaga ekstra dan alat berat untuk mencari korban lainnya. Sedangkan lokasi longsor sangat sulit dijangkau dari Pulau Natuna Besar.

"Untuk menempuh ke Kampung Genting perlu waktu enam jam transportasi laut, karena pulaunya terpisah. Pemerintah kabupaten bersama jajaran menuju lokasi ke longsor," katanya lagi.

Bupati Natuna Wan Siswandi mengatakan, dalam seminggu longsor di wilayahnya sudah terjadi dua kali.

"Sebelumnya ada longsor di Serasan Timur tapi tidak sampai ada korban. Lalu para warga membersihkan rumah setelah peristiwa tersebut," ujar Wan Siswandi, Senin (6/3/2023).

Bencana longsor kedua ini terjadi di Genting, Serasan, Kabupaten Natuna. Dari informasi yang diperoleh, korban longsor bisa mencapai puluhan orang.

"Saya pun belum tahu persis tapi informasinya sekitar 50 orang meninggal," katanya saat itu.

Tim SAR gabungan dari TNI/ Polri dan BPBD mulai bergerak mengerahkan tenaganya untuk membantu dan mencari korban longsor yang melanda  Kampung Genting, Desa Pangkalan, Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Senin (6/3/2023).

Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Natuna Abdul Rahman mengatakan, Alut Sasikirana 245 dan RIB 03 Natuna juga diberangkatkan untuk mendukung Operasi Bencana Tanah Longsor Natuna. Sejumlah alat, penerangan, hingga alat keselamatan lainnya juga disertakan.

"Kita telah memberangkatkan sejumlah personel untuk mendukung Pencarian dan Pertolongan serta Evakuasi di Serasan, Natuna. Semoga semua dapat berjalan dengan baik dan lancar," katanya.

Tim SAR Gabungan saat ini masih dalam perjalanan dari Pelabuhan Penagi menuju Pelabuhan Perintis Serasan, sementara petugas komunikasi masih berupaya membangun kordinasi guna mendapatkan informasi dampak longsor yang terjadi. Unsur yang diturunkan Kansar Natuna 24 orang, Kodim 0138/Natuna 12 orang.

Adapun data cuaca di Natuna saat ini hujan ringan, ketinggian gelombang 2,50 - 4 meter, kecepatan angin 06 - 20 Knot, arah angin Utara - Timur dan jarak pandang 2 km.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Medan yang Sulit Dijangkau

Cuaca buruk dan jaringan komunikasi yang terputus menjadi kendala evakuasi korban longsor di lokasi kejadian. Mesi begitu, Tim SAR Gabungan telah dikerahkan untuk melakukan evakuasi korban longsor Natuna usai longsor susulan. 

Kapolda Kepri Irjen Tabana Bangun mengatakan, pihaknya juga telah mengirimkan personel tambahan untuk membantu proses evakuasi korban bencana longsor di Desa Air Nusa, Kecamatan Serasan Timur, Natuna.

Tabana mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat serta petugas bencana daerah terkait kejadian ini.

"Saat ini kami masih berupaya mendapatkan informasi di lokasi kejadian, supaya bisa mengetahui dampak dari longsor tersebut, agar petugas nantinya bisa mengetahui apa yang harus dilakukan," katanya. 

Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana dan Logistik BPBD Provinsi Kepulauan Riau, Junainah mengemukakan, data jumlah korban yang meninggal dunia akibat tanah longsor yang terjadi di Serasan kemungkinan bisa berubah karena proses evakuasi masih berlangsung.

Kondisi cuaca, medan yang susah dijangkau, dan gangguan layanan telekomunikasi menghambat upaya pencarian dan pertolongan di daerah yang terdampak bencana longsor Natuna, dan pemutakhiran data korban mengalami hambatan. 

"Cuaca berubah-ubah. Angin masih kencang. Ombak sedang tinggi. Lokasi berada di beda pulau dari pusat pemerintahan Kabupaten Natuna," katanya.

Butuh waktu sekitar 5-6 jam untuk sampai ke Pulau Serasan dari Natuna Besar, waktu tempuh itu bisa menjadi lebih lama jika ombak laut sedang tinggi.

Selasa pagi (7/3/2023), data korban meninggal dunia longsor yang melanda Serasan dan Serasan Timur, Natuna, Kepri, masih simpang siur. BPBD Kabupaten Natuna menyebut hingga Senin malam, sudah ada 15 korban meninggal dunia yang berhasil dievakuasi.

Sementara informasi dari Tim Gabungan Tanggap Bencana menyebut, korban meninggal dunia yang berhasil dievakuasi per Selasa (7/3/2023) pukul 03.00 WIB 10 orang, dengan rincian 6 teridentifikasi dan 4 belum teridentifikasi. BPBD Kepri, Selasa (7/3/2023), kemudian meralat data korban meninggal dunia, yang menyebutkan 11 orang meninggal dunia dalam peristiwa longsor tersebut, dan puluhan orang masih dalam pencarian.  

Sedangkan korban luka berat 4 orang dan kritis 4 orang, 3 orang di antaranya dievakuasi ke Pontianak via Bukit Raya (satu orang di antaranya meninggal dunia) dan 1 lainnya diebakuasi ke Ranai via Indra Perkasa.

Data BPBD Provinsi Kepri yang diterima Liputan6.com, Selasa pagi (7/3/2023) menyebutkan, pengungsi korban terdampak longsor Natuna tersebar di beberapa titik.

Di antaranya di PLBN sebanyak 219 orang, di Puskesmas terdata 215 orang, di titik pengungsian Pelimpak dan Masjid Alfurqon sebanyak 500 orang, di SMA 1 Serasan ada 282 orang pengungsi. Total pengungsi sebanyak 1.216 orang.

Sedangkan jumlah rumah yang tertimbun longsor sebanyak 27 rumah. Saat itu hujan masih mengguyur sekitar lokasi longsor, sehingga menghambat proses pencarian korban.

"Data ini akan terus diupdate secara berkala," kata Kepala BPBD Provinsi Kepri Muhammad Hasbi.

 

3 dari 5 halaman

Status Tanggap Darurat Bencana

Usai longsor parah yang menyebabkan korban jiwa tersebut, Pemkab Natuna, Kepri, Selasa (7/3/2023), menetapkan status tanggap darurat bencana longsor selama 7 hari, mulai 6-12 Maret 2023. Fokus yang dilakukan pemkab setempat adalah meneruskan proses pencarian korban dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak, yang kini tersebar di beberapa titik pengungsian. 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto juga telah mendarat di Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (7/3/2023), untuk memastikan penanganan darurat pascabencana tanah longsor.

"Kepala BNPB terbang dari pangkalan udara TNI AU Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 13.20 WIB menggunakan pesawat Hercules C-130 dan dijadwalkan tiba di Lanud Sadjad Ranai, Natuna sore hari," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangan tertulis.

Setibanya di Natuna, Kepala BNPB langsung memimpin rapat penanganan darurat bencana tanah longsor bersama seluruh unsur Forkopimda Kabupaten Natuna.

Turut serta bersama dengan rombongan meliputi Deputi Bidang Penanganan Darurat, Mayjen TNI Fajar Setyawan, Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom) Abdul Muhari, tenaga ahli BNPB dan staf khusus.

"Guna mendukung upaya pencarian, pertolongan dan evakuasi, BNPB turut mendatangkan tim Basarnas dan relawan penanggulangan bencana dalam satu manifest," kata Abdul.

Abdul mengatakan sebagai bentuk dukungan percepatan penanganan darurat tanah longsor, BNPB juga membawa beberapa logistik dan peralatan yang meliputi tenda pengungsi 4 buah, tenda keluarga 100 buah, selimut 500 kasman, matras 500 kasman, genset listrik ukuran 2 kva 15 unit, paket makanan 1.500, paket rendang 1.500, velbed 200 unit dan lampu garam 100 buah.

Di samping itu BNPB juga akan menyerahkan bantuan dana siap pakai (DSP) untuk penanganan darurat.

Tak hanya itu, TNI Angkatan Laut juga langsung mengerahkan KRI Imam Bonjol - 383 dan KRI Bontang - 907 membawa Personel Lanal Ranai, prajurit Satgas Kompi Komposit Marinir IV Natuna, para relawan dan instansi terkait menuju Pulau Serasan untuk mendukung evakuasi korban bencana tanah longsor.

Kolonel Laut (P) Arif Prasetyo I membawa pesan  Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali untuk tetap menjaga soliditas TNI dan perkokoh sinergitas dengan Polri, serta Kementerian/lembaga dalam melaksanakan tugas evakuasi.

Arif juga menyampaikan usai terjadi bencana longsor menggunakan KRI Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Ranai mengerahkan 20 personel, dukungan kesehatan dan bahan kontak untuk membantu korban yang terdampak bencana alam tersebut.

Selain itu, Lanal Ranai mendirikan Posko Becana Alam Pulau Serasan di Mako Lanal Ranai dan di Faslabuh TNI AL Selat Lampa untuk penyaluran bantuan sosial, posko kesehatan, posko evakuasi dan Siaga Bencana di Pulau Serasan.

Saat ini ada beberapa titik yang terdampak akibat bencana longsor tersebut, dan Lanal Ranai mengerahkan personel sebagai dukungan kesehatan untuk masyarakat di Pulau Serasan.

"Lanal Ranai siap mengerahkan personel tambahan bila dibutuhkan guna mendukung kegiatan Satgas Bencana longsor di Pulau Serasan," ujarnya.

Selain bantuan personel, kedua KRI tersebut juga diperuntukkan bagi para keluarga korban yang berada di Ranai untuk berangkat ke Serasan dan mengangkut logistik bantuan bagi korban.

KRI tersebut bertolak ke Serasan melalui Pelabuh TNI Angkatan Laut di Selat Lampa. Selain KRI Imam Bonjol dan KRI Bontang kapal cepat milik Pemkab Natuna juga telah bersiap membawa bantuan logistik bagi para korban.

 

4 dari 5 halaman

Penyebab Longsor

Ahli di Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Anjar Heriwaseso saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/3/2023) mengatakan, bencana tanah longsor umumnya terjadi karena banyak faktor.

Faktor-faktor itu antara lain faktor kondisi geologi, yaitu terkait dengan material batuan/tanah dan struktur/patahan), faktor kondisi kelerengan (morfologi), kondisi keairan (drainase/sungai/mata air dan sebagainya), faktor penggunaan lahan, faktor vegetasi dan faktor aktivitas manusia. Sebagai pemicunya dapat berupa gempa/= atau getaran dahsyat dan cuaca, mencakup curah hujan dalam rentang waktu tertentu.

"Tanda-tanda awal longsor bisa kita lihat, ada pergerakan tanah, dapat berupa retakan, amblasan, pohon atau tiang menjadi miring, keluar mata air baru, suara akar yg patah, mata air yang jadi keruh, dan mungkin terjadi dentuman atau suara gemuruh setelah air sungai mengecil karena ada pembendungan di hulu," kata Anjar menjelaskan. 

Dia kerap kali mewanti-wanti masyarakat yang tinggal di lereng untuk lebih waspada terhadap adanya pergerakan tanah. Apalagi saat terjadi curah hujan yang tinggi dan gempa bumi.

"Saya sudah sering ingatkan, masyarakat lebih peduli lingkungannya, melaporkan jika menemukan gejala-gejala tersebut secepatnya ke pihak desa atau aparat terkait," katanya.

Sementara itu, terkait longsor di Serasan Natuna, Anjar menjelaskan, kondisi daerah tersebut berdasarkan Peta Geologi Regional Natuna (Pusat Survey Geologi), batuan penyusun di daerah bencana termasuk dalam Batuan Plutonik Serasan, yang tersusun Granodiorit biotit dan Granit hornblenda dengan helatan metasedimen.

"Faktor penyebab terjadinya tanah longsor diperkirakan karena kemiringan lereng tebing yang curam, tanah mengalami pelapukan yang tebal dari batuan tua (Pra Tersier), berupa lapukan Granodiorit. Sementara curah hujan yang tinggi dan ekstrem dengan durasi lama menjadi pemicu terjadi gerakan tanah," katanya. 

Anjar terus mengingatkan masyarakat yang ada di sekitar daerah terdampak bencana agar segera mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Mengimbau untuk lebih waspada, khususnya yang berada dekat jalur aliran bahan rombakan, terutama saat hujan maupun setelah hujan deras yang berlangsung lama, karena daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan.

"Penanganan longsor, termasuk proses evakuasi korban yang masih tertimbun agar memperhatikan cuaca, tidak melakukan kegiatan saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan, nanti bisa menimpa petugas," katanya.

Perlu juga, katanya, pemasangan rambu rawan bencana longsor di sekitar lokasi yang longsor untuk meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat juga diminta peduli dengan lingkunganya, khususnya masyarakat yang tinggal di lahan dengan kemiringan tertentu, untuk bisa mengenali gejala-gejala awal terjadinya pergerakan tanah. Apalagi di penghujung musim hujan.

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca buruk yang terjadi di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau disebabkan fenomena Borneo Vortex.

Prakirawan BMKG Tanjungpinang Hayu Nur Mahron di Tanjungpinang, Selasa, menjelaskan, Borneo Vortex atau pusaran angin yang memiliki radius putaran pada skala puluhan hingga ratusan kilometer.

Gangguan sirkulasi atmosfer berupa Borneo Vortex di sekitar selat Karimata dan Laut Natuna menyebabkan belokan angin dan perlambatan masa udara di wilayah Pulau Serasan. Kondisi itu menimbulkan dampak berupa curah hujan dengan intensitas tinggi dan lama.

Kondisi itu pula diperparah dengan adanya Gelombang Ekuatorial Rossby dan Kelvin yang aktif di sekitar wilayah tersebut sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan konvektif penghasil hujan lebat.

"Cuaca di Serasan dalam beberapa hari terakhir didominasi hujan dengan intensitas lebat yang berlangsung lama dan merata. Kondisi tersebut menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga menyebabkan banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah," ucapnya.

Tinggi gelombang laut di Perairan Kepulauan Subi dan Pulau Serasan mencapai 4 meter. Kondisi gelombang laut tersebut tentu perlu diwaspadai oleh pengguna alat transportasi laut dan juga nelayan.

Sementara kecepatan angin mencapai 30 km/jam. Kondisi cuaca buruk berupa angin kencang dan hujan lebat di Natuna, khususnya Serasan diperkirakan terjadi hingga 12 Maret 2023.

BMKG juga memprediksi cuaca buruk yang juga terjadi di Pulau Bintan (Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) disebabkan fenomena Borneo Vortex tersebut.

Namun dalam sepekan ke depan kondisi cuaca cenderung berawan hingga berawan tebal dan masih berpotensi terjadi hujan ringan hingga sedang yang bersifat lokal atau tidak merata dan berlangsung singkat. Gelombang laut di Perairan Bintan mencapai 2,5 meter.

 

5 dari 5 halaman

Kata Aktivis Lingkungan

Rasanya tidak fair jika bencana hidrometeorologi, seperti longsor dan banjir yang terjadi dan memakan korban hanya meng-kambinghitam-kan curah hujan.

Hal inilah yang dikritisi Founder Akar Bhumi Indonesia Hendrik Hermawan. Kepada wartawan Liputan6.com Ajang Nurdin, Hendrik mengatakan, hilangnya 'green zone' atau tutupan lahan hijau sangat mempengaruhi serapan air hujan yang turun. Kepulauan Riau, katanya, yang rata-rata bertanah bauksit juga memberikan kontribusi banjir dan longsor mengingat air tidak mudah terserap.

"Informasi yang kami dapat, selain tidak adanya infrastruktur yang memadai di perkampungan tersebut (mungkin terkendala legalstanding lahan), diduga juga karena telah terjadi kerusakan hutan di bukit hingga menyebabkan banjir dan longsor," kata Hendrik.

Hendrik menegaskan, bencana longsor yang terjadi di Natuna menjadi alarm peringatan bahwa dampak dari perubahan iklim sangat nyata dirasakan umat manusia. Curah hujan yang tidak dapat diprediksi, anomali cuaca, hujan ekstrem dalam waktu yang lama, naiknya permukaan laut dan turunnya daratan, menjadi gejala-gejala yang muncul karena adanya perubahan iklim.

Gejala-gejala itu kemudian diperparah dengan sikap kita sebagai manusia yang makin tidak menghormati alam, misalnya dengan pembalakan liar, alih fungsi lahan, dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap keberlangsungan hutan yang lestari. Pembangunan, kata Hendrik, mesti memperhatikan daya dukung pulau. Pulau-pulau kecil, seperti di Kepulauan Natuna sangatrentan jika terjadi laut pasang dan hujan ekstrem.

"Sangat menghantui jika keseimbangan alam tidak dijaga," katanya.

Hendrik kemudian juga menyoroti pembangunan di Batam yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, apalagi banyak pembangunan yang tidak berizin lengkap. Longsor yang terjadi di beberapa titik di Kecamatan Sei Beduk, khususnya di daerah Bukit Kemuning, Nusa Indah, Bukit Sentosa dan sekitarnya, menjadi bukti kekacauan pembangunan.

Hal itu diperparah dengan tidak adanya drainase proyek yang membuat sebagian besar tanah yang telah menjadi lumpur terbawa air saat hujan ke Waduk Duriangkang yang jaraknya hanya beberapa ratus meter. Sebagai DAM yang memasok 704 kebutuhan air di Kota Batam, maka sendimentasi lumpur akan mendangkalkan waduk dan mempengaruhi volume dan kualitas air.

"Mari kita bersama menyadari, Batam dan Kepulauan Natuna pada umumnya, butuh perlakuan yang lebih benar, baik dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat semua," katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.