Sukses

Buldozer Cagar Budaya di Kartasura, Polres Sukoharjo: Perbuatan Melawan Hukum

Buntut dari perusakan dengan cara membuldozer tembok yang menjadi bagian sejarah Dinasti Mataram Islam di kawasan Kasunanan Kartasura, Polres Sukoharjo sudah memanggil dua orang untuk dimintai keterangan terkait hal tersebut.

Liputan6.com, Kartasura - Kasus perusakan situs sejarah di wilayah Kasunanan Kartasura atau peninggalan dinasti Mataram Islam berupa tembok atau beteng yang dirubuhkan oleh warga memasuki babak baru. Polres Sukoharjo memeriksa 2 orang dalam kasus itu.

Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan kepada warga bernama Burhanuddin dan supir eskavator.

"Sudah diminta keterangan (dua orang), karena diduga ada perbuatan melawan hukum terkait UU Cagar Budaya," kata AKBP Wahyu di TKP, Kartasura, Minggu (24/4/2022).

Dirinya menyebut, lantaran diduga adanya pelanggaran hukum pada kasus perusakan beteng atau tembok peninggalan sejarah di kawasan Kasunanan Kartasura itu penyelidikan akan melibatkan Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), pihaknya akan akan membantu membackup penyelidikan.

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PPNS BCBB: Masih Terlalu Dini Tentukan Tersangka

"Penentuan tersangka ditentukan oleh PPNS BCBB, kami akan membackup, koordinasi dan supervisi," ujar dia.

Di sisi lain, Harun Arosyid belaku sebagai PPNS BBCB Jateng mengaku masih melakukan penyelidikan apakah ada unsur pidana atau tidak pada penjebolan situs sejarah tersebut.

"Kita masih mengumpulkan data terlebih dahulu, nanti setelah pengumpulan data baru kami akam tentukan," tutur dia.

Untuk diketahui, perusakan terhadap situs sejarah atau cagar budaya seperti tembok Kasunanan Kartasura tersebut jika memenuhi dasar pdana bisa dijerat dengan UNdang-undang Nomor 11 Tahun 2010 pasal 105 Juncto pasal 66 ayat 1.

Di mana para pelaku perusakan aset cagar budaya bisa dijerat hukuman pinada penjara minimal 1 tahun maksimal 15 tahun atau denda Rp 500 juta hingga Rp 5 Milyar.

"Terkait dengan kepemilikan kami belum mendalami apakah ada penyelewengan atau tidak. Kami saat ini lebih mendalami pengerusakan dan masih terlalu dini untuk mentukan pelapor," ujar dia memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.