Sukses

Respon Pegiat Anti Korupsi atas Vonis 'Korting' Hakim kepada Gubernur Sulsel Non-aktif

Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) menilai putusan hakim kepada Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah dalam perkara suap dan gratifikasi penuh hukuman korting.

Liputan6.com, Makassar Lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel, Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan upaya hukum banding menyikapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar kepada Gubernur Sulsel non-aktif, Nurdin Abdullah yang terbukti telah menerima suap dan gratifikasi.

Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi Kadir Wokanubun mengatakan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai oleh Ibrahim Palino telah mencederai rasa keadilan. Bahkan, lanjut Kadir, vonis hakim sangat ringan karena mengorting besaran hukuman pidana kepada terdakwa. Baik terkait dengan pidana pokok maupun mengenai pidana tambahan.

Di mana kata Kadir, dalam amar tuntutan Jaksa KPK, Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin ABdullah itu dituntut 6 tahun namun vonisnya hanya 5 tahun. Selain itu juga terjadi pemangkasan hukuman subsider atas denda jika tak dibayarkan. Di mana terdakwa hanya diganjar subsider 4 bulan kurungan ketika tak membayar denda. Sementara pada tuntutan jaksa KPK sebelumnya, terdakwa diganjar subsider pidana selama 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, lanjut Kadir, pada vonis hakim, terdakwa juga mendapatkan kortingan hukuman pengganti berupa pengurangan nilai uang pengganti sebesar Rp1 miliar. Hakim hanya mengganjar terdakwa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar ditambah 350.000 dollar Singapura. Sementara, pada tuntutan Jaksa KPK, terdakwa dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp3,187 miliar ditambah 350.000 dollar Singapura.

"Bukan hanya besaran uang penggantinya dikorting, hakim juga malah mengorting pidana pengganti jika terdakwa tak mampu membayar uang pengganti dengan hanya pidana selama 10 bulan. Padahal pada tuntutan Jaksa KPK, pidana penggantinya itu selama 1 tahun, jika terdakwa tak membayar uang pengganti. Jadi vonis hakim ini banyak melakukan korting hukuman," terang Kadir via telepon, Selasa (30/11/2021).

Tak sampai di situ, Kadir juga mengungkapkan adanya pengurangan dalam pemberian sanksi politik. Di mana terdakwa Nurdin Abdullah diberi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik hanya selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya. Sementara pada tuntutan Jaksa KPK, terdakwa disanksi pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

"Dengan melihat vonis hakim yang penuh dengan kortingan hukuman, maka kami mendesak Jaksa KPK tidak berlama-lama berpikir, melainkan tegas segera lakukan upaya hukum banding. Vonis hakim cukup ringan bagi terdakwa yang sudah jelas-jelas terbukti menerima suap dan gratifikasi yang ada keterkaitannya dengan pelaksanaan proyek di lingkup Pemprov Sulsel sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua," ungkap Kadir.

Ia mengatakan, putusan hakim untuk terdakwa suap disertai gratifikasi, Nurdin Abdullah itu, tentunya tidak terlepas dari tuntutan Jaksa KPK yang memang sejak awal sangat rendah alias tidak memberikan tuntutan secara maksimal.

Sementara, lanjut Kadir, sedari awal Jaksa KPK meyakini jika kasus tersebut akan terbukti di fakta persidangan.

"Karena ini kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT), seharusnya tuntutannya maksimal bukan tuntutan minimal. Makanya, ketika divonis 5 tahun, Jaksa KPK pikir-pikir untuk banding. Olehnya itu kita dorong Jaksa KPK untuk segera banding," ucap Kadir.

Ia mengaku menyayangkan sikap Jaksa KPK yang mudah mengapresiasi vonis hakim kepada terdakwa suap dan gratifikasi, Nurdin Abdullah, sementara hukuman pidana yang diberikan oleh hakim telah dikorting dari tuntutan Jaksa KPK.

"Dalam fakta persidangan, perbuatan korupsi Gubernur Sulsel nonaktif itu terbukti. Kok hukumannya baik pidana badan, uang pengganti bahkan pidana tambahan pencabutan hak politik malah dikorting hukumannya. Sekali lagi kami tegaskan kalau putusan hakim itu sangat jauh dari rasa keadilan," Kadir menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terbukti Menerima Suap dan Gratifikasi

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar yang diketuai oleh Ibrahim Palino telah menjatuhkan hukuman pidana kepada Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah selama 5 tahun penjara denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.

Majelis menilai Nurdin Abdullah terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan.

Perbuatan mantan gubernur penerima penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti-Corruption Award itu dinyatakan terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama yakni pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dakwaan alternatif kedua yakni pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain hukuman badan dan pembebanan membayar denda, Nurdin Abdullah juga turut dibebani kewajiban membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp2.187 miliar ditambah 350.000 dollar Singapura selambat- lambatnya sebulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dengan ketentuan apabila terdakwa tak mampu menyelesaikan uang pengganti selama sebulan terhitung sejak putusan dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka hartanya akan disita dan dilelang sesuai nilai uang pengganti dan jika hartanya juga tak mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka digantikan dengan pidana penjara selama 10 bulan kurungan.

Tak hanya itu, majelis hakim juga memberikan hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya. Serta hukumannya dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani dan memerintahkannya untuk tetap berada dalam rumah tahanan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.