Sukses

Filosofi Desain Jalan Jenderal Sudirman Solo yang Disebut Mirip Salib

Pejabat pembuat komitmen proyek penataan koridor Jalan Jenderal Sudirman Solo menceritakan filosofi di balik desain yang disebut mirip salib.

Liputan6.com, Solo Penataan koridor Jenderal Sudirman di depan Balai Kota Solo menuai kontroversi lantaran mosaik di Tugu Pemandengan disebut mirip salib. Meski demikian, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo enggan mengubah mosaik tersebut dan akan tetap melanjutkan penataan kawasan tersebut hingga Bundaran Gladag, Solo.

Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan setelah muncul kontroversi yang menyebut mosaik itu menyerupai salib, pembangunan tetap akan lanjut. Pasalnya, penataan koridor itu sesuai dengan perencanaan awal.

"Karena spesifikainya dan speknya seperti itu dilanjutkan. Tapi itu tergantung PU (Dinas Pekerjaan Umum) karena perencananya PU," kata dia di Balai Kota Solo, Kamis (17/1/2019).

Dia mengatakan, dilanjutkan atau tidaknya pembangunan itu tidak menjadi persoalan, sebab sejak awal dia tidak memilki pemikiran maupun perencanaan untuk membuat salib di tengah jalan. Bahkan, ia dengan tegas mengatakan jika benar mosaik itu berbentuk salib, dirinyalah yang pertama akan protes sebagai umat Katolik.

"Kalau itu salib, pastinya saya yang protes awal tho yo. Masak salib digletake (diletakkan) di jalan dan diidak-idak (dilindas) motor, itu juga tidak nalar kan," ucapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Usung Desain Kearifan Lokal

Wali Kota Solo yang akrab disapa Rudy itu pun mengungkapkan, desain yang terdapat di Tugu Pemandengan itu mengandung unsur budaya dan kearifan lokal. Bahkan, ia dengan tegas mengatakan terkait desain tersebut bukan merupakan pesanannya.

"Kalau seperti itu dianggap salib dan sebagainya, terus tahunya dari mana wong itu ada filosofinya sendiri dalam desainnya. Itu tidak mencerminkan salib," tuturnya.

Rudy pun mengungkapkan salib merupakan benda yang sakral. Bahkan, dirinya selalu menghormati salib yang menjadi simbol agamanya tersebut.

"Salib itu benda sakral yang selalu saya hormati dan sembah kok. Masak ya digletake di jalan dan diidak-idak motor," keluhnya.

Sementara itu, pejabat pembuat komitmen (PPM) proyek penataan koridor Jenderal Sudirman tahap I, Taufan Basuki mengatakan, untuk desain di koridor Jenderal Sudirman memang desainnya mulai dari Tugu Pemandengan hingga Bundara Gladag.

"Jadi, grand designnya seperti itu. Secara filosofi kita akan mengembalikan garis lurus dari pagelaran keraton hingga Tugu Pemandengan," jelasnya.

3 dari 3 halaman

Delapan Arah Mata Angin

Taufan pun menyayangkan munculnya perbedatan di media sosial yang menyebut mosaik di Tugu Pemandengan berbentuk mirip salib. Padahal, penataan di tugu tersebut mencerminkan kearifan lokal dengan mengusung desain delapan arah mata angin.

"Jadi melihatnya jangan secara parsial namun secara keseluruhan desain. Kalau ada beberapa persepsi memang apapun bisa dipersepsikan dengan lain tergantung dari mana melihatnya," kata dia.

"Tetapi basic dari dasar filosofi desainnya itu tidak ada tendensi dari suatu simbol-simbol agama apapun dan tidak mengarah ke salah satu agama," tambahnya.

Sedangkan terkait keberadaan sejumlah pekerja yang sedang memperbaiki di sekitar Tugu Pemandengan, dikatakan dia, para pekerja sedang memperbaiki beberapa kerusakan. Pasalnya, hasil penataan tahap I itu masih masuk masa pemeliharaan sehingga kerusakan masih menjadi tanggung jawab kontraktor.

"Ada beberapa kerusakan dan memang saat itu jalan harus difungsikan. Padahal ada beberapa komponen yang belum cukup umur tetapi harus dibuka untuk Natal dan tahun baru," jelasnya.

Ketua MUI Solo, Sobari mengungkapkan ramainya pendapat terkait mosaik yang menyerupai salib itu sejak muncul foto dari drone yang menyebar di sosial media. Hanya saja, ia sangat menyanyangkan karena dari foto tersebut muncul persepsi jika desain itu disebut mirip simbol salib. Padahal jika dilihat dari sisi samping akan terlihat jelas jika yang ada di tengah itu merupakan Tugu Pemandengan.

"Marilah kita berpandangan secara jernih. Jangan digothak-gathuke, otak atik dadi mathuk istilah Jawanya. Jadi setelah diotak-atik muncul, oh ini salib. Kalau itu salib betul yang marah pertama kali harusnya umat Nasrani, kok salib diinjak-injak. Salib itu diletakkan di tempat yang terhormat, di atas, bukan diletakkan di jalan," ungkapnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.