Sukses

Suka Duka Nelayan Berburu Telur Ikan Penyuka Lagu Daerah Berlirik Porno

Memburu telur ikan penyuka lagu bermakna porno tentu tak mudah. Berikut ceritanya.

Liputan6.com, Takalar - Tuing-tuing merupakan sebutan bagi ikan terbang oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Meski masuk dalam salah satu jenis ikan yang paling digemari, penangkapan ikan ini terbilang unik. Hal itu karena ikan ini rupanya memiliki ketertarikan dengan lagu bermakna porno.

Oleh karena itu, Kepala Desa Mangindara, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulsel, Mansyur Tompo menyebutkan warga sering menyayikan lagu-lagu daerah bermakna porno itu ketika ingin menangkap ikan tuing-tuing.

"Tapi tak kalah penting sejauh mana mujarabnya doa keluarga yang menyertai serta pandai melantunkan lagu-lagu yang bermakna porno. Yah ikan tuing-tuing ini kan dikenal dengan sifatnya yang genit atau orang Sulsel sebutnya lale," terang Kepala Desa Mangindara, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulsel, Mansyur Tompo, Kamis (2/8/2018).

Selain memerlukan kesabaran dan keuletan, ancaman maut setiap saat menghantui para pemburunya. Gelombang laut yang tinggi hingga cuaca menjadi penentu pengejaran ikan tuing-tuing itu.

Ia mengungkapkan di daerahnya ada salah satu kampung yang dikenal dengan nama kampung Patorani. Mayoritas masyarakat kampung ini berprofesi nelayan dan akrab dengan perburuan ikan tuing-tuing serta telurnya yang juga terbilang masuk dalam kualitas ekspor terbaik itu.

Dalam berburu ikan tuing-tuing serta telurnya yang bernilai mahal tersebut, nelayan Patorani punya cerita tersendiri. Rasa duka dan haru terbelenggu karena harus meninggalkan keluarganya demi mencari rezeki di laut lepas selama berbulan-bulan. Namun, rasa duka itu hilang ketika bisa membawa banyak tangkapan ikan untuk keluarga dan dijual. 

"Memang sangat penting doa dari istri dan anak, karena para nelayan dalam mencari nafkah di laut lepas, bukanlah hal yang mudah. Setiap saat mereka harus menantang badai dan gelombang laut yang tinggi," ujar Tompo.

Hasil tangkapan telur ikan para nelayan Patorani selama melaut. Di mana setiap kapal yang digunakan melaut penuh dengan telur ikan berkisar 250 kilogram.

"Sesuai catatan yang ada, hasil tangkapan telur ikan di Desa Mangindara tahun 2017 lalu mencapai 20 ton dan tahun 2018 ini diperkirakan lebih dari 40 ton. Karena baru set pertama pada musim telur ikan tahun ini hasil tangkapan kisaran 20 ton, apalagi lebih dari 100 kapal pencari telur ikan yang dikenal senang dengan lagu bermakna porno itu," kata Tompo.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menggunakan Alat Ramah Lingkungan

Musim bertelur ikan tuing-tuing biasanya berlangsung dari bulan April hingga awal bulan September. Dengan demikian, asumsi tangkapan 40 ton telur ikan tersebut pada tahun ini akan tercapai, karena masih ada waktu tersisa sekitar dua bulan lagi yang akan dimanfaatkan para nelayan Patorani untuk melaut mencari telur ikan.

"Peralatan yang digunakan para nelayan Patorani sifatnya sangat tradisional yang merupakan warisan leluhur nenek moyang yang dikenal oleh masyarakat bernama bubu atau sejenis perangkap yang terbuat dari pelepah daun kelapa dan disimpan di tengah laut," terang Tompo.

Hasil tangkapan telur ikan nelayan Patorani kemudian dijual ke para penampung. Telur ikan yang belum dibersihkan alias dipisahkan dengan cara diparut dibanderol seharga Rp 350.000 per kg. Sebaliknya jika sudah melalui proses pembersihan, harga per kilogram telur ikan dinilai lebih mahal lagi.

Mata pencaharian masyarakat Patorani Desa Mangindara yang jumlahnya mencapai 250 jiwa itu, tak hanya fokus melaut, tetapi juga bertani dengan memanfaatkan sebagian lahan pertanian yang ada dari luas Desa Mangindara yang mencapai 1.767 km persegi.

"Ada sekitar 50,10 hektare sawah produktif di Desa Mangindara ini," terang Tompo.

Sebagai pemimpin desa tersebut, ia tak henti-hentinya terus memberikan dukungan kepada masyarakatnya agar dapat memperbaiki kehidupannya ke arah yang lebih sejahtera.

Salah satunya kepada warganya yang berprofesi nelayan agar dalam mengambil hasil laut, jangan pernah meninggalkan cacat pada laut.

"Sehingga kita bisa lihat hingga saat ini, alat tangkap yang digunakan para nelayan di sini semua ramah lingkungan sesuai harapan kita semua," ucap Tompo.

Pada kesempatan yang sama, ia juga berharap kepada pemerintah untuk memberikan bantuan membangun pemecah ombak itu di wilayahnya jika melihat kondisi pantai Desa Mangindara yang sudah mengalami abrasi.

"Masyarakat di sini sangat berharap ada tambahan pemecah ombak demi mengantisipasi dampak abrasi yang sudah meluas di Desa Mangindara ini," Tompo menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.