Sukses

Drama PPDB 2018, Keluarga Miskin di Bali Tak Berdaya

Banyak calon siswa dari keluarga miskin tak diterima di sekolah negeri dalam PPDB 2018.

Liputan6.com, Denpasar - Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Adi Wiryatama mengatakan banyak orangtua siswa mengeluhkan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2018-2019.

"Sebab, masih banyak calon siswa dari keluarga miskin tak bisa diterima di sekolah negeri karena daya tampung ruang kelas yang tidak cukup," katanya di Denpasar, Rabu, 4 Juli 2018, dilansir Antara.

Mantan Bupati Tabanan dua periode itu mengatakan terbatasnya daya tampung ruang kelas tersebut banyak terjadi di sekolah yang berada di daerah padat penduduk, karena adanya sistem zonasi dalam PPDB.

Dia mengatakan pemerintah perlu turun tangan memberikan solusi untuk memastikan calon siswa tersebut bisa diterima di sekolah negeri.

"Secara prinsip, dalam rangka wajib belajar 12 tahun, semua anak didik harus dapat sekolah. Tidak boleh ada anak didik yang tidak dapat sekolah. Apa jadinya ada amanat konstitusi untuk wajib belajar 12 tahun, tapi anak-anak tidak bisa mendaftar di sekolah?" ucapnya.

Sebagai solusi untuk menyiasati keterbatasan daya tampung ruang kelas, Adi Wiryatama mendorong pemerintah dan pihak sekolah untuk membuka kelas pagi dan siang (double shift).

Ia pun sudah berkoordinasi dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, agar membolehkan sekolah yang daya tampungnya tak cukup untuk membuka sekolah pagi dan siang. Usulan Adi Wiryatama ini mendapat lampu hijau dari Gubernur Pastika yang menyetujui untuk membuka sekolah pagi dan siang tersebut.

"Tadi saya bertemu Pak Gubernur. Kita bicarakan agar dibuka sekolah pagi dan sore, sebab masih banyak siswa baru yang tidak bisa mendaftar di sekolah negeri. Pak Gubernur segera membuat rapat dengan dinas terkait untuk membahas ini," katanya.

Adi juga mengatakan sudah menugaskan Komisi IV DPRD Bali untuk membahas masalah PPDB ini dengan Dinas Pendidikan Provinsi Bali dan instansi lainnya. Rapat itu akan digelar hari ini, Kamis (5/7/2018).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Solusi Jangka Panjang

Politikus PDIP itu mengatakan solusi lain atas masalah ini adalah dengan menambah jumlah siswa dalam setiap kelas pada dasarnya bagus, tapi terbentur dengan aturan yang hanya membatasi jumlah siswa maksimal 36 orang setiap kelas. Solusi dengan membuka sekolah pagi dan siang dinilai tak menyalahi aturan.

"Kondisi yang terjadi sekarang seperti kaki dan tangan diikat dan leher dijerat, karena orangtua siswa sudah tak berdaya untuk bisa mendaftarkan anaknya. Makanya ini harus ada solusinya, pastikan anak-anak itu bisa sekolah, kita buka sekolah pagi dan siang," katanya.

Dengan membuka sekolah pagi dan siang, tentu membutuhkan tambahan tenaga pendidik. Karena itu, politikus senior PDI Perjuangan ini mendorong pemerintah untuk mengangkat guru kontrak.

"Bisa angkat guru kontrak. Gajinya kita disiapkan dalam APBD," ujarnya.

Adi mengharapkan benang kusut PPDB tahun ini tidak kembali terjadi pada tahun ajaran berikutnya. Karena itu, untuk solusi jangka panjang, ia meminta pemerintah untuk menambah ruang kelas atau membangun sekolah baru, khususnya di kawasan padat penduduk.

"Segera dilakukan kajian komprehensif untuk segera membangun sekolah-sekolah baru di semua wilayah padat penduduk, agar masalah PPDB tidak lagi terjadi tiap tahun ajaran baru," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.