Sukses

Divonis 8 Tahun, Suporter SFC Minta Keadilan ke Presiden RI

Curhat terpidana pembunuhan suporter SFC di kertas nasi bungkus jadi viral di media sosial Facebook.

Liputan6.com, Palembang - Rian Nopriansyah, suporter Singamania Sriwijaya Football Club (SFC), ditetapkan sebagai terpidana kasus pembunuhan Muhammad Alfaridzi (17).

Pembunuhan tersebut terjadi di tengah insiden tawuran antarsuporter SFC, pada Sabtu, 1 Juli 2017, sekitar pukul 23.20 WIB, di Jalan Noerdin Pandji Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).

Sejak Agustus 2017, Rian atau sering dipanggil Ucok, ditangkap dan menghadapi serangkaian pemeriksaan. Pada 25 Januari 2018, Ucok bersama kelima suporter Singamania SFC ditetapkan sebagai terpidana dan divonis 8 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang.

Bapak dua anak ini akhirnya menuliskan curahan hati atau curhat di selembar kertas nasi bungkus pada 2017. Curhatan itu kembali viral setelah akun Facebook suporter SFC dengan nama Rian Nopriansyah, mengunggah isi tulisannya di kertas nasi bungkus, pada 29 Januari 2018.

Dalam tulisannya, Ucok ingin meminta keadilan kepada Presiden RI Joko Widodo. Dia dituduh salah satu suporter SFC Palembang. Padahal saat tawuran berlangsung, Rian sedang bekerja di kawasan Sukabangun, Palembang, hingga pukul 03.00 WIB pada Minggu, 2 Juli 2017.

"Pada bulan Juni saya ditangkap kepolisian Polresta Palembang unit Ranmor. Malam itu, saya ditangkap di Jalan Simpang Patal, pada pukul 23.00 WIB. Saya terkejut kok ditangkap, salah saya apa pak? tanya saya, lalu saya langsung dimasukan ke mobil," ujar supporter SFC yang diunggah di laman Facebook.

Salah satu polisi langsung menuduh Ucok sebagai pembunuh suporter SFC. Ucok pun kaget karena dirinya tidak tahu Alfaridzi itu siapa.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengaku Dianiaya Polisi

Ucok akhirnya diinterogasi dan dipukuli karena tidak mau mengaku tuduhan polisi tersebut. Mobil yang membawa Ucok akhirnya berhenti di suatu tempat dan Ucok diturunkan.

Suporter Singamania ini kembali diinterogasi sembari dipukuli, diinjak dan kepalanya ditendang. Polisi tersebut bahkan memukuli Ucok menggunakan kayu gelam.

Beberapa polisi terus mendesak Ucok untuk mengakui tuduhannya, bahkan beberapa saksi mengakui Ucok sebagai salah satu pelaku. Karena tidak mau mengaku, Ucok terus dipukuli hingga tak berdaya.

"Sumpah Demi Allah pak, malam minggu aku dekorasi sampai subuh di kampung saya, banyak saksinyo," ucapnya.

"Mereka pun tidak percaya dan terus menghakimi saya. Hingga akhirnya salah satu polisi berkata sudah lewat kan saja, (tembak mati saja nyusul korban), kata salah satu polisi yang lainnya," tulisnya.

Keesokan harinya, Ucok mendapatkan dua tembakan di kedua kakinya, hingga salah satu kakinya patah dan jadi cacat. Keluarga Ucok lalu mendatangi Polresta Palembang dan terkejut dengan kondisi Ucok.

Pihak keluarga sempat melaporkan kejadian ini ke Propam Polda Sumsel, tapi tidak direspons. Unggahan itu sudah disebar ke lebih dari 99 ribu dan dikomentari lebih dari 70 ribu akun Facebook. Akun medsos Ucok ini dipegang oleh adiknya, Aldo Aprialdi.

 

3 dari 4 halaman

Bantah Salah Tangkap

Saat ditanyakan tentang kebenaran salah tangkap, Kapolresta Palembang, Kombes Pol Wahyu Bintono Hari Bawono langsung membantah.

Menurutnya, jika terdakwa sudah divonis oleh pengadilan, keputusan tersebut membuktikan Ucok bersalah dalam kasus ini.

"Wajar zaman canggih banyak yang curhat di medsos. Tapi sesuai dengan fakta hukum, yang bersangkutan sudah divonis (bersalah) oleh pengadilan," ucapnya.

Kapolres Palembang membeberkan ada beberapa tindakan yang harus dilakukan anggota kepolisian, sebelum menerima sanksi hukum, seperti penyelidikan, penyidikan, tuntutan, proses persidangan hingga putusan persidangan.

Untuk menetapkan tersangka, perlu dua alat bukti yang cukup dan hal tersebut sudah dilakukan anggota Polresta Palembang terhadap terdakwa Ucok.

"Kita proses dan dikirim ke pihak Kejaksaan. Dari sana dikirim ke pihak pengadilan. Kalau sudah divonis atau dijatuhkan hukuman. Artinya sudah sesuai fakta hukum yang ada," katanya.

Anggota penyidik Polresta Palembang, imbuh dia, bekerja berlandaskan norma-norma yang mengatur dan memproses perkara tindak pidana, mulai dari UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Peraturan Kapolri 14 Tahun 2009 tentang Manajemen Penyidikan. Mereka juga siap menerima sanksi jika tuduhan salah tangkap memang benar adanya.

4 dari 4 halaman

Pencemaran Nama Baik

Kapolres Palembang menjelaskan, saat kejadian korban sudah berusaha melarikan diri, tapi dikejar pelaku dan ditikam menggunakan senjata tajam.

Pelaku mengayunkan senjata tajam ke leher kanan, punggung belakang dan luka tusuk rusuk kanan. Serangan senjata tajam (sajam) ini mengakibatkan korban meninggal dunia.

Pihak keluarga korban langsung melapor ke Polsek Sako Palembang. Anggota kepolisian melakukan penyidikan dan penyelidikan dan menangkap enam pelaku.

"Ucok berusaha melarikan diri dan merampas senjata anggota, tapi langsung dilumpuhkan dengan tembakan, ada juga barang bukti lainnya," ujarnya.

Setelah rampung di Polresta Palembang, berkas kasus dikirim ke Kejaksaan Negeri dan telah dinyatakan lengkap. Hakim langsung mengeluarkan vonis selama 8 tahun hukuman penjara.

Kabid Propam Polda Sumsel, AKBP Didi Hayamansyah pun angkat bicara. Unggahan terpidana pembunuhan ini jangan sampai merusak citra kepolisian, sehingga menyebabkan pencemaran nama baik.

"Kita sudah bentuk tim penyelidikan untuk mengetahui pelakunya dan sudah terbukti. Jika pihak keluarga tidak menerima penangkapan dan keputusan hakim, silakan ajukan banding dan kasasi, karena itu hak mereka," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.