Sukses

Terima Laporan 2 Kubu, Bawaslu Sebut Kecurangan Terstruktur Hitung Suara Sulit Dibuktikan

Rahmat Bagja menyebutkan untuk menentukan terjadi kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif, perlu pembuktian yang kuat.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus melakukan proses penghitungan suara baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden 2019.

Namun, dalam proses penghitungan suara yang tengah berlangsung, muncul isu kecurangan pemilu secara terstruktur sistematis dan masif (TSM) yang dianggap menguntungkan salah satu pasangan calon presiden.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menegaskan tuduhan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif sulit dibuktikan. Apalagi, berbagai laporan dan temuan kecurangan sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Laporan pelanggaran pemilu yang masuk sejauh ini datang dari kedua belah pihak, yakni  koalisi 01 dan   pasangan calon 02.

Rahmat Bagja menyebutkan untuk menentukan terjadi kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif, perlu pembuktian yang kuat. Kesalahan input data yang dilakukan oleh KPU belum bisa dikategorikan kecurangan dengan predikat tersebut.

"Kita lihat prosesnya. Kemudian alat buktinya apa? Terus untuk menyatakan pelanggaran administratif terstruktur, sistematis dan masif itu banyak sekali komponennya,” ujar Bagja di Kantor Bawaslu, 24 April 2019.

Menurutnya, untuk mengukur adanya kecurangan tersebut, Bawaslu perlu menemukan bukti yang kuat dan bisa dibuktikan di persidangan.

Sementara itu, untuk beberapa daerah dan TPS yang dinilai mengalami masalah atau pelanggaran saat pemilu, Pengawas pemilu telah merekomendasikan adanya pemungutan suara ulang (PSU).

"Hari (pencoblosan) ada 526 temuan, itu membuat di TPS harus ada PSU," ujar Bagja.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, kesalahan input data tersebut belum menunjukkan indikasi adanya dugaan kecurangan sistematis.

"Sampai saat ini kami belum lihat ke sana, tapi tetap saja bahwa hal-hal seperti ini seharusnya menjadi concern KPU. KPU harus bisa lebih profesional," kata Kaka.

Menurut dia, aspek kesalahan manusia atau human error dan kendala teknis dinilai menjadi penyebab kekeliruan serta lambatnya input data rekapitulasi suara ke Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).

Selain human error, Kaka menilai, dari sisi teknis, sistem IT Komisi Pemilihan Umum (KPU) langsung dibuka untuk akses publik. Menurut Kaka, catatan lainnya, server KPU tidak sanggup mengakomodir banyak akses sehingga petugas harus menunggu hingga berlarut-larut.

"Jadi kelelahan itu bukan hanya karena mereka bekerja terlalu banyak, tapi kelelahan oleh karena server KPU, traffic-nya itu tidak bisa menerima terlalu banyak sehingga mereka harus bermalam-malam," kata Kaka.

Selanjutnya, untuk faktor ketiga adalah sistem tersebut belum memiliki kemampuan untuk mengklarifikasi atau mengonfirmasi data yang di-input. Menurut dia, para petugas kurang mendapatkan pelatihan untuk melakukan input data.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPU Terima Masukan

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman pihaknya menerima dengan tangan terbuka setiap masukan dan catatan dari berbagai pihak. Ini juga akan menjadi semangat bagi jajarannya dari tingkat pusat sampai daerah dalam mengemban tugas.

"Tentu saja kami menerima masukan, catatan agar penyelenggara Pemilu mulai dari tingkat pusat dan bawah tetap teguh menjalankan tugas, tetap profesional, tetap independen dan berpegang teguh pada ketentuan UU," jelasnya Rabu 24 April 2019.

Dia menegaskan, kesalahan memasukkan data perolehan suara pasangan capres 01 dan 02 cuma terjadi di 105 dari 810 ribu TPS (tempat pemungutan suara). Jumlah itu sangat jauh dari margin of error yang biasa ditoleransi dalam sebuah perhitungan statistik.

Dari 105 TPS itu, kata Arief, yang berdasarkan laporan masyarakat hanya berasal dari 27 TPS. Selebihnya karena kecermatan para petugas di lapangan dan hingga Kamis (25/4) koreksi sudah dilakukan di 65 TPS.

“Peserta pemilu dan masyarakat bisa menemukan terjadi kesalahan itu karena kami transparan, Jadi, nggak masuk akal kalo kami itu dituduh curang. Apalagi sampai kemudian membangun opini seolah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, masif, dan brutal," ujarnya.

Menurut dia, saat ini tahapan pemilu masih terus berjalan, bahkan proses rekapitulasi belum selesai. "Menyimpulkan bahwa Pemilu 2019 gagal, Pemilu 2019 curang, menurut saya terlalu dini," kata Arief.

Senada dengan Arief, Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyatakan, kekeliruan entri data suara dari formulir C1 ke sistem hitung (Situng) KPU merugikan kedua belah pihak, termasuk pasagan capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi.

“Tidak ada kekeliruan itu diarahkan untuk menguntungkan atau merugikan pihak tertentu. Coba kita lihat seksama, kekeliruan C1 itu juga terjadi di pihak 01 juga 02,” kata Wahyu ditemui wartawan di Jakarta, Minggu (21/4/2019).

Atas temuan itu, Wahyu menampik tudingan yang menyebut KPU berpihak kepada pasangan capres dan cawapres tertentu. Menurut dia, kesalahan entri data murni human error yang tidak perlu digiring dengan tudingan KPU berpihak.

“Ini kekeliruan, itu human error, sehingga bisa saja fakta menunjukan entri untuk 01 juga ada yang keliru, entri ke 02 juga ada yang keliru, itu faktanya seperti itu,” ungkap Wahyu.

Hingga saat ini Bawaslu RI telah menerima setidaknya 121.993 laporan indikasi adanya kecurangan pemilu yang dilakukan pasangan capres 01 Jokowi-Ma’ruf, maupun paslon 02 Prabowo-Sandi maupun masyarakat pemerhati pemilu.

Laporan ini terbagi dalam lima kategori antara lain 4.859 TPS terkait KPPS mengerahkan pemilih untuk calon tertentu, 860 TPS terkait KPPS menyoblos sisa surat suara yang tidak terpakai, sementara itu 3.066 TPS terkait KPPS menutup TPS pada pukul 13.00 waktu setempat. 436 TPS dilaporkan dengan tuduhan mobilisasi pemilu untuk menggunkana hak pilih. Dan 2497 TPS terkait menggunkian atribut dengan unsur nomor urut peserta pemilu.

 

Reporter: Hari Ariyanti

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.