Sukses

Menag Yaqut Ingatkan Tak Pilih Pemimpin yang Gunakan Agama sebagai Alat Politik di Pilpres 2024

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Hal ini disampaikan Yaqut jelang kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Hal ini disampaikan Menag Yaqut jelang kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.

Ada pun hal ini diungkapkan Yaqut saat hadir di Garut dalam rangka menghadiri Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat.

"Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih," ujar Menag Yaqut dalam keterangan tertulis jelang kontestasi Pilpres 2024, Minggu (3/9/2023).

Menurut Menag Yaqut, agama harusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat. Oleh karena itu, dia meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.

"Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," ucap Menag Yaqut.

Dia menilai, pemimpin yang ideal semestinya mampu menjadi rahmat bagi semua golongan. Dia mengulangi pernyataannya untuk meminta masyarakat mengecek rekam jejak para calon bakal calon presiden (capres) maupun bakal calon wakil presiden (cawapres) di kepemimpinan sebelumnya.

"Kita lihat calon pemimpin kita ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih," papar Menag Yaqut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ingatkan Pentingnya Telusuri Jejak Rekam

Di hadapan puluhan ribu peserta tablig akbar itu, Menag Yaqut menegaskan pentingnya untuk menelusuri rekam jejak para calon pemimpin sebelum melakukan pemilihan di Pilpres 2024. Sehingga, kata dia, Indonesia diharapkan memiliki pemimpin yang amanah untuk kemajuan negeri ini.

"Saya berpesan kepada seluruh ikhwan dan akhwat ini agar nanti ketika memilih para pemimpin, memilih calon pemimpin kita, calon presiden dan wakil presiden, kita, lihat betul rekam jejaknya," ucap dia.

Menag Yaqut berharap, tarekat Tijaniyah dapat mengambil peran yang lebih besar jelang tahun politik untuk mendamaikan umat. Umat harus tetap menjaga keteduhan dan kedamaian meskipun berbeda pilihan.

"Tentu saya juga berharap tarekat Tijaniyah ini menjadi contoh, bagaimana memilih pemimpin yang baik, memilih pemimpin yang benar-benar bisa dipercaya, bisa diberikan amanah untuk memimpin bangsa besar," kata dia.

"Bangsa yang memiliki keragaman, bangsa yang memiliki banyak perbedaan, tetapi itu menjadi kekuatan kita," jelas Menag Yaqut.

 

3 dari 3 halaman

Pilpres 2024, PBNU: Jangan Anggap Warga NU Kerbau yang Dicucuk Hidungnya

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan, warga Nahdlatul Ulama (NU) bukanlah kerbau yang dicucuk hidungnya sehingga bisa begitu mudahnya disetir dalam kontestasi Pilpres 2024. Anggapan itu pun dinilai sangat menghina.

“NU ini punya warga yang banyak sekali, basisnya sangat luas. Survei terakhir dari Al Farah misalnya, mengatakan 59,2 persen dari populasi NU mengaku sebagai pengikut NU, warga NU," tutur Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu 2 September 2023.

“Nah cuma sekarang mindset orang itu masih banyak yang menganggap warga NU ini kayak kebo-kebo dicucuk hidungnya, ikut ke sana kemari gampang, dan itu anggapan yang menghina sekali kepada warga NU," sambungnya.

Menurut Gus Yahya, warga NU saat ini sudah sangat cerdas dan terdidik. Tentu pada akhirnya mereka dapat mengetahui dan menilai mana pihak yang layak dan tidak untuk didukung.

"Nyatanya walaupun PBNU enggak ngomong apa-apa juga, survei rating kan keluar saja. Artinya orang-orang nggak usah dikasih tahu sudah punya pilihan masing-masing. PBNU sekali lagi karena ini keputusan muktamar, tidak bisa menempatkan diri sebagai kompetitor di dalam kompetisi politik seperti ini. Yang kami lakukan kalau memang diperlukan ya memberikan pendidikan kepada rakyat," jelas dia.

Sejauh ini, lanjutnya, rakyat dan warga NU cukup cerdas memilih tanpa harus diajari. Sekalipun dibuat momen perkumpulan para kiai dalam rangka deklarasi dukungan Pilpres 2024, masyarakat tetap punya pilihanannya masing-masing dan harus dihormati.

“Kami tidak mau menganggap warga NU ini harus dicucuk hidungnya, diseret ke sana kemari, tidak mau. Jadi mereka kita serukan untuk mereka menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab sesuai pilihannya masing-masing,” kata Gus Yahya menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.