Sukses

Anies soal Pasal Karet UU ITE: Harus Direvisi, Merepotkan

Anies Baswedan menilai Undang-undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE) memiliki banyak pasal karet yang mesti direvisi.

Liputan6.com, Jakarta Bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menilai Undang-undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE) memiliki banyak pasal karet yang mesti direvisi. Pasalnya, kata dia, pasal karet itu dapat membungkam sikap kritis masyarakat ke pemerintah.

Hal ini disampaikan Anies dalam acara "Millenial Menyampaikan, Anies Baswedan Mengerjakan" di Restaurant Al Jazeerah Polonia, Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (19/8/2023).

"Kalau ada kritik itu sebetulnya publik education karena yang berada di pemerintahan itu kalau dikritik dia harus menjawab. Dan jawaban dia itu didengarkan oleh publik. Ketika jawabannya bagus dan benar, publik akan percaya," kata Anies.

Menurut Anies, pemerintah sebagai pembuat kebijakan menggunakan akal sehat dalam setiap mengambil keputusan. Sehingga, kata dia apabila dikritik dapat menyampaikan jawaban berlandaskan data.

"Membuat kebijakan itu harus pakai data, pakai fakta. Sehingga ketika ditanya dan dikritik bisa menjawab dengan data dan fakta, nggak perlu marah," ungkap Anies.

Anies menilai, marahnya pejabat publik karena kritik masyarakat yang dipimpinnya, justru mencerminkan adanya kebijakan yang tidak masuk akal dan diputuskan tidak untuk kepentingan masyarakat banyak. Oleh sebab itu, Anies kekeh pasal karet UU ITE mesti direvisi.

"Jadi karena itu, saya merasa tidak perlu ada aturan-aturan yang melarang kritik, bahkan pasal-pasal karet itu harusnya direvisi, karena itu sudah merepotkan," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pasal Karet UU ITE

Pasal karet UU ITE, lanjut Anies terbukti telah membuat banyak pihak yang menyampaikan kritik, malah dipolisikan. Kasusnya, kata Anies bahkan sepele dan menjerat banyak pihak dari berbagai elemen.

"Bukan hanya kepada pemerintah, ada pelayanan misalnya, pelayanan bengkel, ternyata bengkelnya nggak melayani dengan benar, ketika kita menceritakan di sosmed bisa kena nggak itu? Bisa. Itu karet, itu yang harus ditiadakan supaya kebebasan berekspresi itu terjaga dan akal sehat itu dijaga," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.