Sukses

Wacana Penambahan Nomenklatur Kementerian, Bisa Perkuat Peran Watimpres

Wacana penambahan nomenklatur kementerian di kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menguat. Bahkan disambut baik oleh para koalisi partai tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Wacana penambahan nomenklatur kementerian di kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menguat. Bahkan disambut baik oleh para koalisi partai tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy mengatakan, wacana penambahan nomenklatur kementerian bisa sejalan dengan penguatan kelembagaan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).

Apalagi dengan penguatan itu, maka wacana adanya President Club oleh Prabowo bisa terealisasi.

"Seharusnya jikalau gagasan President club itu ada, bisa dilembagakan lewat Watimpres, masuk Watimpres kembali dalam UUD NRI 1945, sehingga posisinya bisa setara dengan lembaga tinggi negara lainnya, setara dengan Presiden, MPR, DPR, MA, MK," kata dia dalam keterangannya, Jumat (10/5/2024).

Rizaldy mengungkapkan, watimpres ini bisa diisi oleh tokoh yang pernah duduk di kursi presiden, karena pihak yang bisa menasehat presiden diantaranya yang layak adalah mantan presiden sendiri dan mungkin beberapa pihak lainnya.

"Apabila posisi sejajar dengan presiden, kelembagaan kuat dan efektif untuk membantu presiden dalam menjalankan pemerintahannya, disamping itu adanya para pembantunya yaitu para Menteri-Menteri," jelas dia.

Menurut Rizaldy, jika watimpres diisi tokoh yang pernah duduk sebagai presiden, bisa jadi mempunyai nilai tersendiri, apalagi jikalau satu visi dengan presiden yang baru, makin bisa saling mengisi.

Selain itu, jika diperkuat, maka akan memebantu fungsi legislasi yang dimiliki oleh presiden untuk rancangan dan mengajukan inisiatif, mengajukan RUU, itu dimintakan dulu pertimbangannya kepada Watimpres dalam keadaan tertntu misalnya. "Yang lain, misalnya soal grasi, amnesti dan abolisi. Ada yang minta pertimbangan Mahkamah Agung yaitu Grasi dan Rehabilitasi dan ada juga yang dimintakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat lebih dulu yaitu Amnesti dan abolisi," tegas Rizaldy.

 

 

Jokowi Bisa Jadi Ketuanya

Di sisi lain, dalam hal ini posisi Jokowi yang sangat kuat dan sangat dekat dengan Presiden Terpilih Prabowo, hal ini bisa menjadi jalan yang terbaik.

Hal ini bukan untuk mengakomodir kepentingan politik, tetapi untuk membenahan dan penyempurnaan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia.

"Pak Jokowi menjadi Ketua Watimpres, anggotanya pak SBY dan bu Megawati dan mungkin beberapa tokoh penting lainnya, untuk bisa menasehat Presiden, bukan kepada Pemerintahannya, tetapi subjeknya dan nasehatnya hanya kepada Presiden saja untuk menjalankan pemerintahannya," tutup Rizaldy.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hak Presiden

Sementara, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid pun berpendapat kalau perubahan pos kementerian pada sebuah pemerintahan adalah hak dari presiden dan wakil presiden setelah resmi memimpin.

“Merupakan sebuah keniscayaan konstitusional jika ada perubahan nomenklatur atau pembentukan Kementerian baru dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah atau janji,” kata Fahri dalam keteranganya, Jumat (10/5/2024).

Menurutnya, apabila pemerintah nanti mau menambah porsi kementerian. Maka harus, melakukan Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

“Hemat saya adalah sesuatu constitutional will, sebab UUD 1945 telah menentukan demikian,” ujarnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Pemegang Kekuasaan

Sebab, lanjut Fahri, pada hakikatnya, konstitusi telah menentukan bahwa presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Di mana, dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 turut dibantu oleh para menteri.

“Dengan penegasan setiap menteri memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara. Sebagai konsekuensi norma konstitusional dari penormaan itu,” ujarnya.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini