Sukses

Baleg DPR dan Pemerintah Sepakat Jakarta Jadi Bagian Aglomerasi Jabodetabekjur

Baleg DPR dan Pemerintah menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) 31 untuk RUU DKJ. DIM tersebut berisi konsep aglomerasi untuk Jakarta dan wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah telah menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) 31 untuk Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

DIM RUU DKJ berisi konsep aglomerasi untuk Jakarta dan wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).

"Setuju ya rumusan yang pemerintah? setuju?," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi yang langsung dijawab setuju oleh anggota DPR dan pemerintah yang hadir dalam rapat, Kamis (14/3/2024).

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mewakili pemerintah, menjelaskan bahwa kawasan aglomerasi adalah kawasan yang saling terkait fungsional yang dihubungkan dengan prasarana yang terintegrasi. Namun, wilayah administrasi tetap berbeda atau otonom.

"Sekalipun beda dari sisi administrasi sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Baleg DPR Johan Budi Sapto Pribowo menyoroti konsep aglomerasi untuk Jabodetabekjur. Ia mengingatkan bahwa daerah tersebut berada dalam provinsi yang berbeda-beda.

"Kita mau jadikan yang mana ini? Sehingga kita kalau mau memilih yang pertama maka kita memaknai aglomerasi sebagai hubungan Jakarta dengan Depok, Bekasi dan lain-lain tanpa menghilangkan tadi (kewenangan daerah lain)," ujar Johan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tito Usul Aglomerasi DKJ di Bawah Wewenang Wapres

Sebelumnya, Menteri Dalam Negri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) akan turut membahas aglomerasi Jakarta dan wilayah sekitarnya. Menurutnya, hal tersebut perlu diperjelas agar tidak banyak pelintiran.

“Pemerintah sudah melakukan langkah awal secara proaktif yaitu mulai April ini kami menjelaskan betul isu masalah aglomerasi ini supaya tidak diplintir ke mana-mana, kami lihat sudah mulai plintirnya banyak. Akhrinya disepakati saat itu itu disebut saja dengan kawasan aglomerasi,” kata Tito Karnavian dalam rapat kerja Komisi II DPR, Rabu (13/2/2024).

Tito menjelaskan kawasan aglomerasi perlu dilakukan harmonisasi mengingat banyak problem dan program yang saling bersinggungan, salah satunya banjir.

“Prinsip kawasan ini adalah harmonisi pogram perencanaan dan evaluasi secara reguler, supaya on the track. Dan ini perlu ada yang melakukan itu melakukan sinkronisaai ini, ini problem tidak bisa ditangani satu menteri, misalnya Bappenas sendiri, enggak bisa ditangani satu Menko pun tak bisa, ini lintas menko,” kata Mendagri.

Oleh karena itu, kata Tito, pemerintah mengusulkan agar wewenang program harmonisasi aglomerasi Jakarta atau DKJ perlu berada di bawah wewenang Wakil Presiden (Wapres), sebab tugas presiden sudah banyak.

“Presiden memiliki tanggung jawab nasional yang luas sekali, maka perlu lebih spesifik ditangani wapres. Dan ini mirip yang kita lakukan di Papua dibentuk Badan Percepatan Pembangunan Papua,” katanya memungkasi.   

  

3 dari 4 halaman

Jakarta Tak Bisa Sendiri, Butuh Aglomerasi

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera menyebutkan alasan terkait urgensi Dewan Aglomerasi yang bakal dipimpin oleh wakil presiden (Wapres) dalam usulan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

"Karena Jakarta bukan lagi ibu kota, maka Jakarta perlu menjadi provinsi yang punya nilai tambah yang tinggi, biar dia bisa bersaing menjadi kota global," kata Mardani kepada wartawan, Rabu (13/3/2024).

Menurut Mardani, agar dapat bersaing dengan kota metropolitan lainnya, Jakarta perlu berbenah dan berkoordinasi dengan wilayah penyangganya yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebab, saat ini persoalan Jakarta sangat kompleks.

"Nah untuk bisa bersaing, Jakarta enggak bisa dengan dirinya. Misalnya urusan banjir enggak kelar, Depok harus dilibatkan, Bogor harus dilibatkan. Urusan sampah enggak kelar, urusan transportasi tetap macet, nah untuk mengurainya harus ada koordinasi dengan wilayah penyanggah Jabodetabek," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Alasan Aglomerasi Jakarta di Bawah Wapres

Namun, karena tiap daerah merupakan daerah otonom sendiri, maka kebijakan kerap mentok pada aturan dan batasan. Sehingga perlu adanya koordinasi di atas Pemda.

"Akhirnya yang terjadi kaya sekarang nih, TransJakarta dia mentok di Cakung, dia enggak bisa ke Bekasi, orang Bekasi tetap aja naik mobil, di selatan mentok di Lebakbulus enggak bisa ke Ciputat," kata dia.

"Nah harus ada aturan yang menemukan koordinasi, nah jadi nanti kawasan aglomerasi itu. Ketika mulai koordinasi harus ada struktur di atasnya yang bisa untuk membantu menjembatani," sambungnya.

Sementara terkait alasan wapres yang akan memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi, menurutnya hal itu disebabkan masalah yang terjadi lintas sektor kementerian.

"Kenapa Wakil Presiden, karena banyak kementeriannya, Kementerian PUPR terlibat, Kementerian Pertahanan terlibat, Kementerian Dalam Negeri terlibat, menko juga," ucap Mardani Ali Sera menandaskan.     

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini