Sukses

Jokowi Beri Prabowo Kenaikan Pangkat Jenderal Kehormatan, Timnas AMIN: Rezim Omon-omon

Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menilai pemberian pangkat jenderal kehormatan bintang empat untuk Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Pemberian gelar jenderal kehormatan tersebut dinilai tidak masuk akal.

Liputan6.com, Jakarta Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menilai pemberian pangkat jenderal kehormatan bintang empat untuk Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Pemberian gelar jenderal kehormatan tersebut dinilai tidak masuk akal.

Hal ini disampaikan Juru Bicara (Jubir) Timnas AMIN Refly Harun dalam acara bertajuk 'Silahturahmi Relawan Capres 01 dan 03 Menuju Gerakan Rakyat Menolak Pemilu Curang' di Gedung GBN, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).

"Enggak ada yang namanya kenaikan pangkat bagi seorang purnawirawan. Coba bayangkan ini pakai common sense saja kita. Bagaimana mungkin seorang naik pangkat militer tapi dia tidak berdinas di militer lagi. Rezim omon-omon betul. Ini enggak karu-karuan. Pakai common sense saja enggak masuk akal," kata Refly.

Selain itu, kata Refly, pemberian pangkat jenderal kehormatan yang diklaim sebagai apresiasi dari negara kepada menteri tersebut juga tidak tepat. Sebab, Prabowo belum pensiun dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.

"Nantilah kalau dia pensiun, dapat. Dia nanti bintang penghargaan mahaputra adipradana, mahaputra utama, mahaputra pratama, seperti Gatot Nurmantyo (mantan Panglima TNI) dapat. Walaupun dia (Gatot) enggak ambil, tapi tetap diantarkan ke rumahnya," terang Refly.

Dia juga mengutip pernyataan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin yang juga membeberkan bahwa pemberian tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda. Pemberian mestinya diberikan kepada prajurit TNI aktif.

"Bagaimana mungkin seorang naik pangkat militer tapi dia tidak berdinas di militer lagi," ujar Refly.

Lebih lanjut, Refly mempertanyakan alasan pemberian gelar jenderal kehormatan dari Jokowi kepada Prabowo itu.

"Lah ini belum selesai (dari Menhan) lalu apa yang menyebabkan kemudian kita harus memberikan pangkat kehormatan kepada Prabowo," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PDIP Kritik Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo

Pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo menuai protes. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkit masa reformasi atau saat Prabowo diberhentikan sebagai TNI

"Ya kita harus mencermati ketika reformasi berjalan. Kadang diawali dengan kerusuhan massal,” kata Hasto, kepada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2023).

Hasto menyatakan seharusnya pemberian pangkat berdasarkan hal penting atau fundamental. "Apa yang dilakukan dengan pemberian gelar dan pangkat kehormatan tentu saja menyentuh hal-hal yang sangat fundamental," kata dia.

Oleh karena itu, Hasto menilai pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo bertentangan dengan fakta-fakta reformasi. "Dan bertentangan dengan seluruh fakta-fakta yang ditemukan yang mengawali proses reformasi," kata dia.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin mengingatkan, Prabowo diberhentikan sebagai anggota TNI lewat Keppres Presiden BJ. Habibie, Oleh karena itu, pemberian pangkat baru kepada Prabowo harus lebih dahulu mencabut keppres yang lama dan mengeluarkan keppres yang baru.

"Ketika Pak Prabowo diberhentikan sebagai prajurit TNI, seorang perwira tinggi itu diberhentikan oleh keppres. Jadi kalau mau memberikan lagi pangkat baru, maka harus mencabut keppres yang lama dan dikeluarkan lagi keppres yang baru," kata Hasanuddin di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).

Hasanuddin menyebut membuat aturan baru tidak boleh menabrak aturan yang sudah ada. "Jadi tidak serta merta lalu membuat aturan baru. Jadi semua aturan di republik ini tolong sesuaikan dengan aturan undang-undang yang dibuat baik oleh pemerintah ataupun DPR yang mewakili rakyat," kata Hasanuddin.

3 dari 4 halaman

Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo

Pemberian pangkat Jenderal Kehormatan (Hor) Purnawirawan kepada Prabowo menuai polemik. Salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri atas 20 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan lembaga. Mereka mengecam dan menolak kenaikan pangkat kepada Menteri Pertahanan itu.

"Hal ini tidak hanya tidak tepat, tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998. Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru," tulis siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima wartawan.

"Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karier militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," sambungnya.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pemberian pangkat kehormatan Prabowo merupakan langkah politik transaksi elektoral dari Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.

"Perlu diingat bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998,” jelas Koalisi Masyarakat Sipil.

Berdasarkan surat keputusan itu, Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.

Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat oleh TNI sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI. 

Selain itu, apresiasi berupa pemberian kenaikan pangkat kehormatan ini pun justru bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacitanya untuk menuntaskan berbagai kasus Pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak kampanye pemilu di tahun 2014 lalu. 

"Terlebih, pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo telah memberikan pidato pengakuan dan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat salah satunya kasus penculikan dan penghilangan paksa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak tahun 2006," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.

Dengan demikian, hal ini haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini.

4 dari 4 halaman

Beri Prabowo Kenaikan Pangkat, Jokowi Bantah Ada Transaksi Politik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons soal munculnya pro dan kontra dalam kenaikan pangkat Menteri Pertahanan sekaligus capres nomor urut 02, Prabowo Subianto menjadi Jenderal Kehormatan TNI. Jokowi menilai kenaikan pangkat di lingkungan TNI-Polri merupakan hal yang biasa.

Dia mencontohkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang juga pernah mendapat kenaikan pangkat Jenderal Kehormatan TNI.

"Bukan hanya sekarang ya (kenaikan pangkat), dulu diberikan kepada Bapak SBY, juga pernah diberikan kepada Pak Luhut Binsar. Ini sesuatu yang sudah biasa di TNI maupun di Polri," kata Jokowi usai memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Prabowo saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta Timur, Selasa (28/2/2024).

Dia membantah anggapan bahwa ada transaksi politik di balik kenaikan pangkat Prabowo. Jokowi menyebut dirinya menaikkan pangkat Prabowo setelah pemilu 2024 agar tidak ada anggapan tersebut.

"Kalau transaksi politik kita berikan sebelum pemilu. Ini kan setelah pemilu supaya tidak ada anggapan-anggapan seperti itu," ujar Jokowi.

Jokowi menjelaskan alasan menyetujui kenaikan pangkat Prabowo Subianto menjadi Jenderal Kehormatan TNI. Jokowi mengatakan Prabowo telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan TNI dan negara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.