Sukses

Akademisi Kembali Kritik Kualitas Demokrasi Era Jokowi, Kali Ini dari Keluarga Besar IPB

Para akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai ada indikasi kuat bahwa tata kelola pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berjalan baik. Hal itu dengan ditunjukkan oleh praktik penyimpangan demokrasi.

Liputan6.com, Jakarta Para akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai ada indikasi kuat bahwa tata kelola pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berjalan baik. Hal itu dengan ditunjukkan oleh praktik penyimpangan demokrasi.

Karena itu, guru-guru besar dari Forum Keluarga Besar IPB ini menyerukan para penguasa dan penyelenggara pemilu melaksanakan demokrasi yang bermartabat.

Seruan disampaikan di IPB International Convention Center, Bogor, pada Sabtu (3/2/2024). Terdapat lima poin yang termuat dalam pernyataan sikap dari Forum Keluarga Besar IPB.

Pertama, sistem demokrasi harus dijalankan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan individu, kelompok dan penguasa.

"Kepemimpinan dan pemerintahan Indonesia harus dikembalikan pada sila keempat," ujar perwakilan Forum Keluarga Besar IPB Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo.

Selain itu, kepemimpinan nasional wajib dipilih melalui proses demokrasi yang bebas, jujur, dan adil untuk memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.

"Serta dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan dengan check and balance antara pemerintah dengan DPR/DPD RI yang baik," kata Hariadi.

Ketiga, pemimpin nasional harus menjunjung tinggi etika dan moral yang sejalan dengan sumpah jabatan, sehingga kepercayaan masyarakat dapat terjaga dan menjadi teladan bagi rakyat.

Keempat, peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya harus dikembalikan kepada amanat rakyat dan akal sehat.

"Dari sektor pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup banyak sekali persoalan. Banyak macam pelanggarannya seperti tata ruangnya, ada persoalan korupsi, ada kapasitas pemda yang tidak baik, ada sentralisasi, ada persoalan konflik agraria. Dari sektor kehutanan kita sudah kehilangan hampir 40 juta hektare hutan alam," bebernya.

Terakhir, sikap dan suara kritis sivitas akademika maupun setiap warga negara harus dilindungi dan diekspresikan tanpa rasa takut untuk mewujudkan demokrasi yang bermartabat.

"Kami menuntut ke depan untuk membuktikan kapasitas pemerintah menjadi lebih baik," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi soal Kritik dari Akademis: Ya Itu Hak Demokrasi

Sebelumnya, civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII), telah menyampaikan petisi kepada Presiden Jokowi

Pada petisi tersebut, Jokowi dikritik karena model kepemimpinannya yang sudah melenceng dan menabrak aturan tentang bernegara yang baik.

Jokowi mengatakan petisi berisi kritikan untuknya itu merupakan hak berdemokrasi masyarakat. "Ya itu hak demokrasi," kata Jokowi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).

Jokowi menuturkan setiap masyarakat Indonesia bebas berpendapat. Mantan wali kota Solo itu pun mempersilakan masyarakat untuk menyampaikan kritikan kepadanya.

"Setiap orang boleh berbicara berpendapat. Silakan," tutur Jokowi.

Jokowi sendiri sebelumnya mengaku sudah mengetahui soal Petisi Bulaksumur yang disampaikan sejumlah civitas akademisi UGM itu.

Menanggapi hal itu, Jokowi menilai bahwa apa yang disampaikan adalah hak berdemokrasi. Dia pun memilih tidak berkomentar soal hal lain yang menyangkut poin-poin di dalam petisi.

"Ya itu hak demokrasi," jawab Jokowi di Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (1/2/2024).

3 dari 3 halaman

Isi Petisi Bulaksumur UGM, Kritik untuk Jokowi

Petisi Bulaksumur disampaikan sejumlah civitas akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai bentuk kritik terhadap Presiden Jokowi.

Berikut isi dari Petisi Bulaksumur UGM untuk Jokowi:

Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM).

Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam berbagai demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif pembenaran-pembenaran Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, serta netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.

Presiden Joko Widodo sebagai alumni semestinya berpegang pada jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah (legitimate) demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Presiden Joko Widodo semestinya selalu mengingat janjinya sebagai alumni Universitas Gadjah Mada. 'Bagi kami almamater kuberjanji setia. Kupenuhi dharma bhakti tuk Ibu Pertiwi. Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku. Junjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara.

Alih-alih mengamalkan dharma bhakti almamaternya dengan menjunjung tinggi Pancasila dan berjuang mewujudkan nilai-nilai di dalamnya, tindakan Presiden Jokowi justru menunjukkan bentuk-bentuk penyimpangan pada prinsip-prinsip dan moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial yang merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila.

Karena itu, melalui petisi ini kami segenap civitas akademika UGM, meminta, mendesak dan menuntut segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara dan aktor politik yang berada di belakang Presiden termasuk Presiden sendiri untuk segera kembali pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.

Kami juga mendesak DPR dan MPR mengambil sikap dan langkah konkret menyikapi berbagai gejolak politik yang terjadi pada pesta demokrasi elektoral yang merupakan manifestasi demokrasi Pancasila untuk memastikan tegaknya kedaulatan rakyat berlangsung dengan baik, lebih berkualitas, dan bermartabat.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.