Sukses

Tingkat Keparahan Akibat Mycoplasma Pneumonia Lebih Rendah dibanding Covid-19

Berdasarkan data pada UNICEF tahun 2018, setiap satu jam terjadi kematian dua hingga tiga balita di Indonesia akibat pneumonia.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pekan terakhir mycoplasma pneumonia ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Penyakit ini ramai setelah anak-anak di Tiongkok Utara banyak yang terinfeksi. 

Bahkan, saat ini sejumlah anak di DKI Jakarta terkonfirmasi terinfeksi bakteri yang menyebabkan radang paru-paru tersebut. Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo Nastiti Kaswandani menyatakan bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan Covid-19.

"Apabila dibandingkan dengan Covid-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen, itu pun pada mereka dengan komorbiditas," kata Nastiti saat konferensi pers.

Karena itu kata dia, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia. Hal tersebut lantaran gejala yang ditimbulkan cenderung ringan. Bahkan pasien cukup melakukan rawat jalan dan tidak perlu menjalani rawat inap. 

"Anaknya cukup baik kondisi klinisnya sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri," ucapnya.

Sebelumnya, maraknya kasus mycoplasma pneumonia di Tiongkok menunjukkan penyakit ini masih menjadi salah satu masalah yang harus diwaspadai.

Setiap satu jam, terjadi kematian dua hingga tiga balita di Indonesia akibat pneumonia. Ini adalah data UNICEF tahun 2018.

Menurut dokter spesialis ilmu kesehatan anak subspesialis kesehatan anak respirology RS Pondok Indah – Pondok Indah, Wahyuni Indawati, pneumonia pada anak biasanya berasal dari infeksi saluran pernapasan akut atas (ISPA atas).

Umumnya gejala pneumonia diawali dengan demam, batuk atau pilek, kemudian diikuti oleh gejala sesak napas yang biasanya terjadi dalam 14 hari dan bersifat akut.

Gejala sesak napas ditandai oleh adanya usaha bernapas yang berat seperti tarikan dinding dada saat bernapas maupun adanya napas cuping hidung. Adanya sesak napas menjadi indikasi anak kekurangan oksigen.

“Jika hal ini terjadi pada anak Anda, segera bawa ia ke fasilitas kesehatan untuk diperiksa lebih lanjut,” saran Wahyuni dalam keterangan pers, Jumat (8/12/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagaimana Cara Mengenali Sesak Napas Pada Balita?

Wahyuni pun membagikan cara mengenali gejala sesak napas pada si kecil dengan menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit dengan meletakkan tangan di dada anak.

Sesak napas ditandai dengan frekuensi napas cepat yaitu:

- Lebih dari 60 kali/menit untuk usia kurang dari 2 bulan

- Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun

- Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun

- Lebih dari 30 kali/menit untuk usia lebih dari 5 tahun

Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, ataupun jamur. Penyebab yang paling sering adalah virus ataupun bakteri.

Langkah pencegahan yang dapat dilakukan dapat dimulai dengan menjaga agar infeksi tersebut tidak menyebar ke lingkungan sekitar.

Misalnya ketika kita sedang tidak sehat, sebaiknya gunakan masker dengan benar, serta jalani etika batuk dan bersin yang tepat dengan menutup mulut menggunakan lengan baju atas atau tisu kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Pencegahan penyebaran infeksi yang juga dapat dilakukan adalah rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun setiap habis batuk dan bersin, setelah memegang permukaan benda terutama di tempat umum, sebelum makan, dan lain sebagainya. Hal ini juga berlaku tidak hanya untuk orang tua, tetapi juga si kecil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.