Sukses

ICW Sebut Polri Gelontorkan Anggaran Rp49 Miliar untuk Beli Gas Air Mata

ICW menilai, proses pengadaan gas air mata yang dilakukan Polri tidak transparan. ICW mendesak Polri menghentikan pembelian gas air mata sampai ada evaluasi dan perbaikan mengenai tata kelola penggunaan gas air mata.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap bahwa Polri menggelontorkan anggaran pembelian gas air mata mencapai Rp4,9 miliar. ICW menilai, pembelian gas air mata yang dilakukan institusi pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat tersebut terbilang mahal. 

Hal itu diungkapkan peneliti ICW, Nisa Rizkiah dalam diskusi yang diadakan bersama Trend Asia dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang membahas mengenai 'Konflik Rempang: Daftar Panjang Brutalitas Kepolisian'.

Nisa menjelaskan, temuan tersebut dilakukan berdasarkan pengumpulan informasi berbasis sumber terbuka melalui LPSE, SiRUP, pemberitaan, SIKAP dan akta perusahaan yang dipantau dalam rentang waktu Januari hingga September 2023.

"Sejak Januari hingga September 2023 terdapat satu kali pengadaan gas air mata sebanyak 67.023 dengan kaliber 37-38 mm dengan pagu Rp 49,255,202,700," ungkap Nisa dalam diskusi yang diadakan di Rumah belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2023).

"Selain itu terdapat proyek pengiriman untuk gas air dengan pagu Rp706.143.060," sambungnya.

Nisa merinci, untuk harga satu unit gas air mata yang dibeli Polri dengan menghitung harga pagu Polri yang senilai Rp 49,255,202,700 dibagi volume pekerjaan Polri 67.023 dengan hasil satu unit gas air mata seharga Rp734.900.

Peneliti ICW itu menyebut, harga gas air mata rata-rata berkisar antara harga termurah USD22 dan harga tertinggi USD40. Apabila dikalkulasikan dalam bentuk rupiah dalam trisemester pertama harga USD1 senilai Rp15.319.

Setelahnya, perhitungan sebanyak 67.023 unit gas air mata jika dihitung dengan biaya lain diperkirakan 15% terdiri dari perhitungan untuk pengadaan, 5% untuk ongkos kirim, dan 10% keuntungan.

Dalam perhitungan ICW dengan menggunakan rata-rata harga terendah didapatkan total pembelian sebagai berikut:

Harga pasaran rata-rata USD22: Rp25.279.051.674

Harga pasaran rata-rata USD40: Rp47.255.202.700.

Apabila diselisihkan dengan pagu anggaran Polri dengan masing rata-rata pembelian gas air mata maka didapatkan untuk kurs USD22 selisih harga Rp23 miliar. Sedangkan untuk rata-rata kurs USD40 senilai Rp2 miliar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengadaan Gas Air Mata Polri Tidak Transparan

Selisih angka itu menurut Nisa terdapat dugaan kemahalan bahkan minimnya transparansi penggunaan dan perencanaan gas air mata.

"Karena kalau kita lihat kita tidak bisa mengakses kerangka kerja polisi yang mana kalau di kerangka kerja itu pasti ada berapa sebetulnya kebutuhan gas air mata dari setiap tahun. Nah ini kita tidak bisa akses datanya sehingga kita anggap masih belum transparan," beber dia.

Dalam kejanggalan lainnya, yakni pada saat proses lelang. Nisa mengatakan terdapat 9 perusahaan yang mengikuti tender namun hanya satu perusahaan yang memberikan penawaran saja.

Adapun pemenang tender itu adalah PT Dwi Jaya Perkasa yang diungkap Nisa baru didirikan 2 Januari 2023.

Atas dasar itu, ICW mendesak kepolisian untuk membuat peraturan terkait penggunaan dan pengelolaan gas air mata dalam mengurai masa aksi. Lalu mendesak agar membuka data terkait kebutuhan gas air mata setiap tahunnya beserta kontrak pengadaan.

"Mendesak kepolisian untuk menghentikan pembelian gas air mata sampai ada evaluasi dan perbaikan mengenai tata kelola penggunaan gas air mata," tegas Nisa.

"DPR harus segera memanggil Kapolri untuk dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan pengguna gas air mata," tutup dia.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.