Sukses

Ma'ruf Amin: Pernikahan Dini Banyak Mudaratnya, Berisiko Tinggi Hasilkan Anak Stunting

Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengajak, masyarakat untuk menghindari pernikahan anak usia dini karena memiliki risiko lebih tinggi menghasilkan anak dengan stunting (kekerdilan).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengajak, masyarakat untuk menghindari pernikahan anak usia dini karena memiliki risiko lebih tinggi menghasilkan anak dengan stunting (kekerdilan).

Hal itu disampaikan Wapres Ma'ruf Amin dalam arahannya pada acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 Tahun 2023 di Banyuasin, Sumatra Selatan, Kamis (6/7/2023).

"Patut menjadi keprihatinan kita bersama masih relatif tingginya angka pernikahan anak. Pernikahan dini pada anak ini mesti kita hindari karena lebih banyak mudaratnya, bahayanya, dari pada manfaatnya, termasuk berisiko lebih tinggi menghasilkan anak stunting," ujar Wapres Ma'ruf Amin dilansir dari Antara.

Ma'ruf Amin mencermati, saat ini masih banyak pernikahan dini. Menurut dia, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena pendapat bahwa pernikahan dini tidak dilarang agama.

Sebagai seorang kiai, Ma'ruf menyampaikan bahwa memang betul agama tidak melarang dari sisi umur untuk menikah. Namun, pernikahan di bawah umur membawa kemudaratan yaitu berbagai macam bahaya, termasuk stunting.

"Setiap sesuatu yang membawa bahaya itu dilarang oleh agama. Nabi sendiri mengatakan jangan membahayakan diri sendiri, jangan membahayakan orang lain, dan setiap bahaya harus dihindari, harus dihilangkan ditangkal bahaya itu," ujar Ma'ruf Amin.

Selain itu, kata dia, ulama terkemuka Syekh Nawawi Al Bantani juga mengatakan bahwa menghindari semua bahaya yang diduga akan datang adalah merupakan kewajiban, apalagi hal-hal yang sudah diyakini bahayanya.

"Pernikahan dini sangat diyakini membawa berbagai bahaya dalam keluarga, karena itu hukumnya wajib menghindari pernikahan dini. Ini saya ngomong (dari sisi) kiainya, bukan wapresnya ini," ujar Wapres Ma'ruf Amin.

Ia menyampaikan, prevalensi stunting di Indonesia saat ini adalah 21,6 persen. Sementara target angka stunting nasional adalah 14 persen pada 2024.

"Sisanya tidak sampai dua tahun, artinya secara nasional setiap tahun 2023, 2024, kita harus bisa menurunkan (minimum) 3,8 persen," ujar Wapres.

Lebih jauh Wapres meminta keluarga di Indonesia untuk memanfaatkan layanan posyandu dan puskesmas untuk memantau kesehatan ibu hamil serta pertumbuhan dan perkembangan anak.

Wapres juga meminta keluarga Indonesia terus memperkaya pengetahuan tentang pemenuhan gizi dan pengasuhan anak agar optimal.

"Saya minta petugas kesehatan untuk menyediakan informasi yang mudah dipahami dan lengkap terkait hal tersebut, baik secara langsung maupun melalui portal-portal digital," kata Wapres Ma'ruf Amin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cegah Stunting Sebelum Bayi Lahir

Stunting masih menjadi masalah di Indonesia. Maka dari itu, pencegahan perlu dilakukan bahkan sebelum kehamilan.

Upaya pencegahan dinilai penting lantaran mencegah 80 persen lebih efektif turunkan prevalensi stunting ketimbang mengobati anak yang sudah stunting.

Ini melatarbelakangi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus melakukan upaya pencegahan stunting dari hulu. Salah satunya yakni melalui skrining calon ibu agar bayi yang dilahirkan tidak stunting.

"Kalau kita mengejar anak yang stunting menjadi tidak stunting, keberhasilannya hanya 20 persen. Namun dengan mencegah lahirnya bayi stunting baru keberhasilannya lebih dari 80 persen," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Temu Kerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) pada rangkaian kegiatan Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke 30 di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, Senin, 3 Juli 2023.

Hasto memberi perumpamaan, di kabupaten dengan jumlah penduduk 100 ribu jiwa, setidaknya akan ada ibu hamil sekitar 2 ribu orang. Rata-rata, lanjutnya, dalam waktu sehari akan lahir sekitar enam bayi. Kemudian, jumlah rata-rata pasangan yang akan menikah yakni setengahnya, tiga calon pengantin (catin).

"Kalau saya menjadi bupati di daerah tersebut, saya tidak akan pulang kantor sebelum tahu bagaimana kondisi bayi yang lahir tadi. Berat dan panjang badan," kata Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.