Sukses

Pro Kontra Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

Menanggapi gugatannya dikabulkan MK terkait masa jabatan Pimpinan KPK, Nurul Ghufron mengaku berterimakasih.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dilayangkan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait masa jabatan pimpinan lembaga antirasuah. Hasilnya, hakim mengetuk masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun, dari yang sebelumnya hanya 4 tahun.

"Amar Putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," tutur Hakim Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Anwar menyampaikan, Amar Putusan menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemudian, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan".

Selain itu, Amar Putusan juga menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, kata Anwar.

Dalam uraiannya, Hakim Guntur Hamzah menilai bahwa KPK merupakan komisi yang bersifat independen, sebagai salah satu lembaga constitutional importance yang dalam melaksanakan tugasnya menegakkan hukum bebas dari campur tangan atau intervensi cabang kekuasaan manapun.

Namun, masa jabatan pimpinan KPK hanya 4 tahun, berbeda dengan komisi dan lembaga negara independen lainnya yang juga termasuk dalam lembaga constitutional importance namun memiliki masa jabatan 5 tahun.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun adalah tidak saja bersifat diskriminatif tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya yang sama-sama memiliki nilai constitutional importance,” kata Guntur.

Masa Jabatan 5 Tahun Dinilai Lebih Bermanfaat

Selain itu, sambungnya, berdasarkan asas manfaat dan efisiensi, masa jabatan pimpinan KPK selama 5 tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya. Sehingga siklus waktu pergantian pimpinan KPK seharusnya adalah 5 tahun sekali, yang tentu saja akan jauh lebih bermanfaat daripada 4 tahun sekali.

Pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan atau anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance, pun telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki constitutional importance, yakni 5 tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan persamaan dan kesetaraan," Guntur menandaskan.

Menanggapi gugatannya dikabulkan MK, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengaku berterimakasih.

"Saya sampaikan terima kasih kepada majelis hakim MK yang telah memutus menerima permohon 'judicial review' saya," kata Nurul Ghufron.

Ghufron mengakui bahwa permohonan "judicial review" yang diajukannya menuai banyak reaksi pro dan kontra dari masyarakat dan menyebut hal tersebut adalah bagian dari demokrasi.

"Inilah bukti kemewahan berdemokrasi dalam koridor konstitusi yang harus kita jaga dan rawat selalu secara rasional dan tidak emosional," ujar dia.

Dia menyebut putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah kemenangan bersama demokrasi berkonstitusi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kepemimpinan Firli Bahuri Cs Diperpanjang Sampai Tahun Depan

Dengan putusan MK ini maka, masa jabatan Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya diperpanjang hingga tahun depan. "Ini nambah satu tahun. Ya nggak ada pansel. Ya sekarang enggak ada pansel," ujar Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto di Jakarta, Kamis, (25/5/2023).

Sebab menurut Bambang, keputusan MK bersifat final dan mengikat. Maka keputusan tersebut harus diikuti.

"Tapi keputusan MK bersifat final dan mengikat. Kalau udah final dan mengikat ya kita mau ngomong apa? Berarti oke kan gitu," ujar Bambang.

Sehingga pemerintah tidak akan menggelar panitia seleksi atau pansel.

"Ya ini udah berlaku, dibaca di putusan MK nya lah, karena nanti yang melakukan yudisial review adalah Gufron. Pak Gufron toh? nah ini dikabulkan, berarti ini yang kabul juga. Dan itu berarti seterusnya 5 tahun," jelas Bambang.

Ketua DPP PDIP ini mengatakan, sebelum pengambilan keputusan itu Mahkamah Konstitusi juga mendengarkan pendapat DPR sebagai perumus undang-undang.

"Nah MK sebelum ambil putusan tentu bertanya pada DPR kenapa ini dulu 4 tahun? maka sikap DPR sudah disampaikan melalui Komisi III. Dan itu historical, pembuatan undang-undangnya itu sudah pasti disampaikan di dalam MK sebelum ambil putusan mengundang pihak-pihak terkait," ujar Pacul.

"Di kami udah ada tim kuasa hukumnya DPR itu di Komisi III. Komisi III membuat tim kuasa hukum. Di situ komplit hampir seluruh fraksi ada. Itu kan sudah diminta berpendapat," tambahnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Menurut Pratikno, Istana akan patuh terhadap Undang-Undang yang berlaku.

“Jadi intinya pemerintah itu taat pada undang-undang ya. Undang-undang mengatakan apa? ya kita taat gitu,” kata Pratikno saat ditemui di Kantor Pusat PBNU Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Pratikno mengatakan sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan Panitia Seleksi (Pansel) untuk menyeleksi Pimpinan KPK periode selanjutnya.

“Sampai dengan kemarin kita merujuk undang-undang KPK. Pada periode 4 tahun yang lalu, pada bulan Mei itu, pertengahan Mei itu sudah dibentuk Pansel KPK, nah makannya kita cepat-cepat menyiapkan. Tapi kalau MK memutuskan lain, tentu saja ya kita mengikuti,” jelas dia.

Pratikno mengaku belum membaca utuh putusan tersebut. Tetapi dia memastikan, pihaknya akan patuh terhadap apapun diputus MK.

“Soal itu saya belum bisa merespons karena belum membaca amar putusan, jadi kita menunggu aja sampe kami pelajari amar putusan MK,” dia menandasi.

 

3 dari 3 halaman

Timbulkan Pro dan Kontra

Keputusan MK yang memperpanjang masa jabatan Pimpinan KPK ini juga menarik perhatian mantan Kasatgas Penyidikan KPK Novel Baswedan. Ia mengaku prihatin dengan putusan MK tersebut.

"Jadi menjawab dengan fenomena putusan ya, kalau itu jawabnya Innalilahi wainnailaihi rojiun. Karena kita perihatin kondisi KPK ya dan kemudian ada perpanjangan," kata Novel kepada wartawan di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2023).

Meski begitu, putusan itu bukan berlaku diera Firli Bahuri melainkan untuk pimpinan lembaga antirasuah periode selanjutnya. Hal ini dilihat berdasarkan perspektif hukum atas putusan tersebut.

"Kenapa, karena Presiden tentunya ketika mengangkat pimpinan KPK kan dengan SK. SK-nya itu kurang lebih mengatakan periode pimpinan KPK untuk 2019-2023 ya kan. Oleh karena itu, saya yakin Pak Presiden akan lebih kepada SK yang dibuat," sebutnya.

"Dan tentunya Pansel kan sudah disiapkan ya dan saya yakin mereka akan segara bekerja lah. Semoga mendapat pimpinan yang baik, agar kita tidak bersedih lagi," sambungnya.

Novel menegaskan, putusan MK terkait dengan masa jabatan pimpinan KPK tersebut berlaku untuk pimpinan KPK periode berikutnya. Apalagi, untuk jabatan Firli Bahuri sudah berdasarkan Surat Keputusan (SK) yakni hanya sampai 2023.

"Ketika pimpinan KPK itu ditunjuk, itu sudah ada SK-nya. SK-nya itu sampai 2023, ketika ada hal yang baru. Maka itu akan berlaku berikutnya, kurang lebih sama seperti Nurul Ghufron ketika menjadi pimpinan KPK. Ketika ikut proses, dia kan sudah mengikuti syarat-syarat administrasi umurnya 40," tegasnya.

"Tapi ketika menjelang proses itu akan ada pelantikan, maka Nurul Ghufron kemudian tidak mengikuti UU yang baru atau perubahan UU-nya. Tapi mengikuti sesuatu hal yang sudah ada, nah ini contoh lah kita pakai analogi seperti itu," sambungnya.

Sehingga, tidak mungkin putusan MK tersebut berlaku untuk Firli Bahuri yang kini masih menjabat sebagai Ketua KPK.

"Nanti masa presiden mengubah lagi SK-nya yang sudah dibuat. Apakah, kecuali memang pimpinan KPK menggugat sendiri SK-nya yang SK pada presiden kan. Kan mesti harus ada proses upaya hukum ya, enggak tiba-tiba," pungkasnya.

Masa Jabatan yang Terlalu Lama

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Benny K. Harman menilai masa jabatan lima tahun pimpinan KPK terlalu lama.

"Terlalu lama," kata Benny saat dikonfirmasi, Kamis (25/5/2023).

Benny menyatakan, masa jabatan pimpinan KPK bukan hanya perkara terlalu lama atau tidak, melainkan menurutnya penentuan masa jabatan itu bukanlah kewenangan MK.

"Bukan soal pro kontra. Menentukan lama masa jabatan itu bukan tugas MK, bukan kewenangan MK," tegas Waketum Partai Demokrat itu.

Sementara Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman menyatakan, pihaknya menghormati dan memahami putusan MK tersebut.

“Ya, kita coba memahami ya. MK memang punya kewenagan untuk memutuskan uji materi UU dan itu saya cek ada di petitum memang, apakah tepat atau tidak secara kualitatif saya serahkan ke publik,” kata Habiburokhman pada wartawan, Kamis (25/5/2023).

Ketika ditanya soal pendaptanya terkait perlukah penambahan masa jabatan, Habiburokhman menjawab enggan berkomentar terkait putusan final MK.

“Kita nggak boleh mengomentari produk hukum yang sudah ada. Terlalu lama atau tidak, takutnya kita mengintervensi keputusan MK karena kan keputusan MK kan nggak ada peluang untuk dibanding, kasasi, PK nggak ada, kalau keputusan MK ya itulah berlaku,” kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini