Sukses

Profil dan Rekam Jejak Hakim yang Vonis Lepas 2 Terdakwa KSP Indosurya Henry Surya dan June Indria

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menjatuhkan vonis lepas terhadap dua petinggi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menjatuhkan vonis lepas terhadap dua petinggi Koperasi Simpan Pinjam KSP Indosurya yang menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya.

Mereka yang dibebaskan yakni Ketua KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Keuangan June Indria. Kasus ini diduga merugikan 23 ribu orang dengan total kerugian mencapai Rp106 triliun.

June Indria divonis lepas lebih dulu pada Rabu 18 Januari 2023 di PN Jakarta Barat. Hakim menyatakan melepaskan June Indria dari segala tuntutan hukum. Hak-hak June juga dipulihkan.

Sidang dipimpin oleh hakim Kamaludin selaku ketua majelis hakim serta Praditia Dandindra dan Flowerry Yulidas masing-masing sebagai anggota.

Kemudian, Henry menyusul divonis lepas oleh PN Jakbar pada Selasa 24 Januari 2023. Henry disebut terbukti melakukan perbuatan perdata dalam kasus ini. Sidang dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Eko Aryanto dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata," kata Syafrudin dalam putusannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Profil Hakim

Dihimpun dari berbagai sumber, Kamaludin selaku ketua hakim yang mengadili June Indria merupakan pria kelahiran Tanjung Iman, Lampung Utara, Lampung pada 13 Juli 1965. Ia berstatus PNS dengan golongan IV/d.

Kamaludin pernah tercatat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Muara Enim. Ia pun pindah menjadi hakim PN Jakarta Barat.

Kamaludin kini juga menangani perkara gugatan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) dengan pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk.

Sementara Hakim Praditia Danindra yang menjadi hakim anggota lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 16 Desember 1970. Praditia seorang PNS dengan golongan IV/b. Praditia pernah bertugas di PN Purbalingga, Jawa Tengah dan PN Buntok, Kalkmantan Tengah.

Praditia sempat menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bontang pada Mei 2018. Kemudian ia pindah ke PN Jakarta Barat pada Januari 2021.

Praditia dan Kamaludin sempat dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh Jelis Lindriyati dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim pada tanggal 3 Oktober 2022. Laporan diterima pihak KY dengan tembusan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

Adapun isi surat pengaduan itu adalah, adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Register Perkara 414/Pdt/G/2022/PN.Jkt.Brt tanggal 19 Mei 2022 dengan susunan Majelis , Kamaluddin (Ketua Majelis), Julius Panjaitan (hakim anggota), dan Praditia Danindra (hakim anggota).

Selanjutnya Hakim Flowerry Yulidas yang juga hakim anggota lahir di Tanah Datar, Sumatera Barat, 24 April 1970. Flowerry merupakan hakim golongan IV/c.

Flowerry pernah menjabat Ketua PN Sawahlunto dan Ketua PN Muaro Bungo. Ia kemudian menjadi Ketua PN Sumedang pada Maret 2020. Kemudian pada 2022, ia bertugas ke PN Jakarta Barat.

Untuk perkara terdakwa Henry Surya dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rafiek sebagai ketua serta Eko Aryanto dan Sri Hartati masing-masing sebagai anggota.

Hakim Syafrudin lahir di Sumenep, Jawa Timur pada 7 April 1959. Ia hakim dengan golongan IV/d. Syafrudin pernah bertugas di PN Sidoarjo, Jawa Timur. Ia juga sempat berdinas di PN Jakarta Timur. Syafrudin saat itu menjabat hakim pengawas bidang hukum dan kearsipan hingga humas PN Jakarta Timur.

Selama bertugas di PN Jakarta Barat, Syafrudin pernah menangani kasus yang menyita perhatian publik, yakni kasus mafia tanah yang menjerat Riri Khasmita dan Edrianto, mantan asisten rumah tangga ibunda Nirina Zubir.

Dalam kasus itu, Syafrudin memvonis dua terdakwa itu dengan hukuman penjara selama 13 tahun. Keduanya dinyatakan bersalah atas kasus tindak pidana pemalsuan surat dan pencucian uang.

Kemudian hakim Eko Aryanto lahir di Malang, Jawa Timur pada 25 Mei 1968. Ia merupakan PNS golongan IV/d. Eko pernah menjabat sebagai Ketua PN Tulungagung 2017.

Sebagai hakim PN Jakarta Barat, Eko pernah menangani perkara anak buah John Kei, Bukon Koko Bukubun, dan Yeremias Farfarhukubun terkait tewasnya Yustus Corwing Rahakbau alias Erwin. Eko juga bertugas sebagai humas PN Jakbar.

Selanjutnya hakim Sri Hartati lahir di Tanah Datar, Sumatera Barat, pada 12 September 1961. Ia merupakan hakim dengan golongan IV/c. Hakim Sri juga dikenal sebagai seorang Mediator Bisnis dan Keluarga. Ia pernah menjadi Ketua Pengadilan Agama Simalungun.

3 dari 3 halaman

DPR: Hakim KSP Indosurya 'Masuk Angin'

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Benny K Harman melayangkan kritik keras terhadap majelis hakim yang melepas dua terdakwa kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya dan June Indria. Benny tak habis pikur dengan vonis lepas terhadap dua terdakwa.

Bahkan, Benny menduga majelis hakim dalam perkara ini sudah masuk angin.

"Parah hukum di negeri ini. Menurut saya kuat dugaan majelis hakim yang menangani perkara ini sudah 'masuk angin' mengingat jumlah dana yang digelapkan begitu fantastis, triliunan," ujar Benny dalam keterangannya, Kamis (26/1/2023).

Namun Benny tak menjelaskan lebih jauh maksud dari masuk angin ini. Meski demikian Benny menyebut sudah banyak kasus penggelapan dana oleh sebuah lembaga keuangan yang berujung pada kekecewaan nasabah. Menurutnya, hukum lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah.

"Sudah banyak kasus serupa ini yang berujung pada kekecewaan nasabah. Hukum lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah," kata dia.

Benny mendorong Komisi Yudisial (KY) memeriksa putusan hakim dalam perkara tersebut. Menurut Politikus Partai Demokrat itu, jika ada kejanggalan maka patut diduga dalam kasus tersebut ada intervensi dari luar.

"Eksaminasi bisa segera dilakukan. KY sebaiknya jangan diam, tunjukkan bahwa negara hadir, negara melindungi yang lemah, negara menghadirkan keadilan untuk warganya," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.