Sukses

20 Tahun Bom Bali, Densus 88 Polri dan Yenny Wahid Sepakat Lindungi Kemanusiaan

Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menggelar seremonial memperingati dua dekade atau 20 tahun peristiwa Bom Bali I di Nusa Dua, Bali.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menggelar seremonial memperingati dua dekade atau 20 tahun peristiwa Bom Bali I di Nusa Dua, Bali. Bersama sejumlah tokoh, mereka menyuarakan tema Harmony in Diversity untuk tragedi kelam tersebut.

Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Marthinus Hukom menyampaikan, Indonesia memiliki tekad dan semangat yang kuat untuk bergandengan tangan menciptakan perdamaian tanpa kekerasan, serta menjaga keamanan bagi setiap orang.

Demi menciptakan keadaan tersebut, sangat diperlukan kerja sama lintas sektor, baik itu pemerintah, aparat keamanan, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga dukungan kerja sama masyarakat umum.

"Karena tanpa itu semua cita-cita bersama mewujudkan perdamaian itu sulit tercapai," tutur Marthinus di Pantai Merusaka Bali, Rabu (12/10/2022).

Menurut Marthinus, seringkali aksi terorisme didasarkan pada keinginan mencari pengakuan martabat, namun lupa akan hal lain yang beririsan dengan hal tersebut yakni bahwa setiap manusia mempunyai hak sama untuk dihargai oleh orang lain.

"Ketika kita merasa martabat kita lebih tinggi, maka di situlah terjadi superioritas dan kita akan menzalimi orang lain," kata Marthinus.

Dalam kesempatan itu, aktivis sosial Yenny Wahid turut memberikan sambutan. Dalam pesannya, dia menceritakan wejangan almarhum ayahnya yakni Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Semasa hidup, kenangnya, Gus Dur pernah berkata bahwa Tuhan tidak butuh pembelaan karena Dia Maha Perkasa. Justru yang perlu mendapat pembelaan adalah makhluk Tuhan lain dari kekejaman makhluk lainnya.

Ungkapan itu pun menjadi bukti pada 20 tahun yang lalu, ketika Indonesia menyaksikan kekejaman serangan bom yang mengatasnamakan Tuhan.

"Bom Bali merenggut nyawa 202 orang tidak bersalah, dan 88 di antaranya adalah warga Australia," ujar Yenny.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Korban Bom Alami Penderitaan Mental

Yenny menyebut, tragedi Bom Bali tidak hanya menimbulkan korban fisik, namun juga penderitaan mental yang dalam kepada korban langsung maupun bangsa dan dunia. Banyak orang merasa hidup tidak lagi sama setelah Bom Bali, ekonomi pun menjadi sulit hingga tatanan sosial terancam.

"Filosofi Bhineka Tunggal Ika kita dipertanyakan. Keyakinan kami pada sifat damai agama, dikhianati," katanya.

Sebagai seorang Muslim, sambungnya, ajaran Islam yang diterimanya sejak kecil bahwa semua kehidupan adalah suci, menjadi tercoreng saat 20 tahun lalu ada orang terbunuh dan terluka secara fisik, mental, sosial, ekonomi, nasional, bahkan global.

"Tapi hari ini kita berkumpul di sini untuk menunjukkan bahwa kita bisa bangkit kembali," tegas Yenny.

Dia menekankan, orang Indonesia akan terus berdiri berdampingan dengan saudara dari bangsa lain di Bali, serta tidak tergoyahkan dalam upaya memerangi terorisme. Bersama dengan negara lain, warga Indonesia bergandengan tangan dalam mengejar dunia yang adil dan damai, di mana orang-orang aman, sejahtera, dan bahagia.

"Kami menolak jika filosofi persatuan dalam keragaman kami dicabik-cabik. Kami menolak agama damai kami dibajak, kami menolak cara hidup hidup berdampingan secara damai dicabut," Yenny menandaskan.

 

 

3 dari 3 halaman

Australia Peringati 20 Tahun Bom Bali, PM Albanese: Tujuan Teroris Tak Tercapai

Tragedi kelam yang menyisakan duka terjadi tepat hari ini, 12 Oktober, 20 tahun lalu. Saat itu serangkaian bom meledak di Bali. 

Aksi teror bom Bali tersebut menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia. 

Peringatan untuk mengenang tragedi mematikan itu kabarnya digelar di kota Sydney serta beberapa kota besar lainnya di Australia.

Mengutip ABC Australia, Rabu (12/10/2022), perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan tujuan para teroris bom Bali tidak tercapai.

Sebaliknya, sambung PM Albanese, banyak orang malah menunjukkan hal-hal terbaik lewat rasa belas kasih, membantu yang kesulitan, dan semangat kepahlawanan.

"Orang-orang Indonesia, Australia, dan dari seluruh penjuru dunia terkesan dengan persabatan antara kita ... dengan [rasa] kemanusiaan," ujar PM Albanese yang membuka peringatan.

"Pada akhirnya, mereka mengingatkan kita soal apa yang penting bagi kita dan untuk tidak menerima begitu saja apa yang sudah kita bangun dan pupuk dari generasi ke generasi."

PM Albanese juga mengakui pentingnya hubungan Indonesia dan Australia, dengan mengutip ucapan mantan perdana menteri Julia Gillard, yang pernah menyamakan Bali seperti London dan Gallipoli, karena begitu kuatnya 'spirit' warga Australia di pulau tersebut.

"Tentunya kita mencintai Bali. Orang-orang Indonesia sudah menjalin dengan orang-orang Australia sebagai teman, tetangga. Mereka merasakan kesakitan yang kita rasakan."

"Kita bersatu, kita menemukan kekuatan, harapan, dan menemukan cinta di antara kita."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.