Sukses

HEADLINE: Kisah-Kisah Dramatis dari Tragedi Kanjuruhan Malang, Dampak Psikisnya?

Tragedi Kanjuruhan Malang telah menyisakan kisah pilu bagi berbagai pihak, khususnya bagi mereka yang berada di stadion maupun keluarganya yang jadi korban kericuhan pada peristiwa tersebut. Lantas, bagaimana kondisi psikologis mereka?

“Masih sempat foto, ternyata itu foto kebersamaan kami untuk terakhir kalinya,”

Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa mencekam 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang menjadi kisah pilu bagi banyak orang, terutama yang hadir saat itu. Tragedi kelam itu telah menancap kuat di memori mereka.

Terdapat sederat kisah-kisah dramatis yang menggambarkan situasi mencekam yang dialami oleh beberapa pihak dan suporter baik di stadion maupun di luar stadion. Salah satunya yang diceritakan oleh suporter Aremania bernama Rizki Wahyu.

Rezki menceritakan bagaimana momen-momen mengerikan yang terjadi dalam tragedi Arema FC vs Persebaya lewat utas yang ditulis di akun Twitter miliknya @RezqiWahyu.

Menurut dia, situasi sepanjang pertandingan sebenarnya berjalan tertib. Hanya ada aksi psywar yang dilontarkan suporter ke pemain lawan. Namun kondisi berubah usai peluit panjang ditiup tanda akhir pertandingan yang dimenangkan Persebaya dengan skor 2-3.

Seorang suporter turun ke lapangan untuk memberikan motivasi dan kritik kepada pemain Arema. Kemudian aksi tersebut diikuti oleh sejumlah suporter lainnya dan semakin ramai.

Aparat yang mulai kewalahan mengendalikan massa di lapangan kemudian bersikap lebih keras terhadap suporter yang membandel. Mereka memukulnya dengan tongkat panjang dan tameng, ada suporter yang dikeroyok, sampai menembakkan gas air mata.

"Tapi saat aparat memukul mundur suporter dari sisi selatan, suporter sisi utara yang menyerang ke arah aparat. Aparat menembakkan beberapa kali gas air mata," katanya.

"Terhitung puluhan gas air mata sudah ditembakkan ke arah suporter, di setiap sudut lapangan telah dikelilingi gas air mata. Ada juga yang langsung ditembakkan ke arah tribun penonton, yaitu tribun 10," tambah Rezki.

Situasi ini membuat suporter panik dan semakin ricuh di atas tribun. Mereka berlarian mencari pintu keluar. Tapi sayang pintu keluar sudah penuh sesak oleh penonton yang ingin menyelamatkan diri.

Banyak ibu-ibu, wanita muda, orang tua dan anak-anak kecil yang terlihat sesak napas tak berdaya. Tidak kuat ikut berjubel untuk keluar dari stadion di tengah kepungan gas air mata.

"Mereka juga terlihat sesak karena terkena gas air mata. Seluruh pintu keluar penuh dan terjadi macet," tuturnya.

Kondisi di luar stadion juga tak kalah mencekam. Tampak di luar banyak orang terkapar dan pingsan karena efek terjebak dalam stadion yang penuh gas air mata.

Banyak suporter lemas bergelimpangan. Terdengar teriakan makian, tangisan wanita, suporter berlumuran darah, hingga mobil-mobil hancur.

Sekitar pukul 22.30 WIB masih juga terjadi insiden pelemparan batu ke arah mobil aparat. Suporter kesal karena aparat dianggap mengurung suporter di dalam stadion dengan puluhan gas air mata. Tembakan gas air mata kembali terjadi di luar stadion, tepatnya di sekitar tribun 2.

Selain Rezki, Seorang Aremania bernama Fu juga bercerita soal tragedi Kanjuruhan Malang. Menurutnya, peristiwa tersebut masih membekas diingatannya hingga saat ini.

"Saya saksikan waktu itu karena saya di VIP saya ikut bantu pihak penyelenggara untuk pengamanan," kata Fu menceritakan kepada rekan-rekan NGO secara langsung seperti dikutip dari akun youtube Yayasan LBH Indonesia, Rabu (5/10/2022).

Fu menolak penggunaan diksi kericuhan untuk mengambarkan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Menurut dia, bahasa kericuhan lebih tepat jika kejadian terjadi akibat ulah adanya suporter tamu atau suporter tuan rumah.

Sedangkan, suporter lawan sepakat tidak hadir pada pertandingan Arema melawan Persebaya 1 Oktober 2022 kemarin.

"Dari pihak tamu tidak menghadirkan suporter dari Surabaya. Ini sebenarnya bukan kerusuhan tapi ini adalah insiden," ujar dia.

Fu menerangkan, tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang lebih tepatnya insiden kelalaian dari semua pihak. Terutama, menurut dia dari Kesatuan Brimob.

"Yang saya tahu pihak brimob tidak bisa menahan diri," ujar dia.

Pengalaman pilu lainnya dialami oleh seorang bernama Elimiati. Ia tak akan pernah melupakan tragedi Stadion Kanjuruhan Malang. Pertandingan besar yang disangka bisa ditonton dengan aman, justru menjadi peristiwa maut. Merenggut nyawa suami dan anaknya yang baru berusia 3 tahun.

Elimiati menceritakan, ia bersama suaminya Rudi Harianto dan putra bungsunya, M Virdi Prayoga berangkat ke Stadion Kanjuruhan Malang bersama saudara-saudaranya. Sedangkan putrinya, Caynanda Billa, berusia 14 tahun tak ikut menonon.

Warga Jalan Sumpil gang 2, Blimbing, Kota Malang ini mengatakan laga Arema versus Persebaya itu merupakan pertandingan ketiga mereka menonton bersama dan selalu di tribun 13. Ia mengajak anaknya ikut serta karena selain suka Arema, juga untuk hiburan.

“Biasanya ya nonton bareng di televisi. Saya mengajak menonton untuk menyenangkan anak karena selama ini jarang main akibat pandemi,” kata Elimiati.

Niat menonton pertandingan itu sudah mereka rancang sejak jauh-jauh hari. Sebab mereka meyakini pertandingan bakal berjalan aman lantaran suporter Persebaya Surabaya dipastikan tidak hadir ke stadion.

“Jadi saya kira ini aman, ya niat melihat Arema main saja. Pagi hari sebelum pertandingan, anak saya sempat minta potong rambut biar lebih rapi,” ucap Elimiati.

Rombongan keluarga ini berangkat bersama. Selama pertandingan berlangsung, tidak ada masalah berarti apapun di dalam stadion. Elimiati bersama suami dan anaknya saat di tribun juga bisa berfoto bersama.

“Masih sempat foto, ternyata itu foto kebersamaan kami untuk terakhir kalinya,” katanya lirih.

Petaka justru terjadi begitu wasit meniup peluit tanda pertandingan selesai. Begitu terjadi kekacauan, seiring banyak suporter masuk lapangan, aparat keamanan melepas tembakan gas air mata ke sejumlah titik termasuk sektor 13.

“Suami saya langsung mengajak pulang, ternyata pintu sektor 13 hanya terbuka sedikit. Hanya cukup untuk dilewati dua orang saja,” tuturnya.

Akses keluar yang sulit ditambah kepulan asap gas air mata di tribun Stadion Kanjuruhan membuat penonton berebut keluar menyelamatkan diri. Saling dorong agar bisa segera keluar tak terelakkan. Elimiati berjalan bersama putranya, sedangkan suaminya berjalan di depannya.

“Posisi seperti itu, kami lalu terpisah. Saya tak tahu suami saya sudah bisa keluar atau tidak. Anak saya juga entah di mana,” katanya.

Hampir 30 menit dalam kondisi kacau itu, Elimiati diselamatkan suporter lainnya. Setelah suasana mulai kondusif, ia kembali naik ke tribun 13 Stadion Kanjuruhan. Di tribun itu ia berjumpa dengan adik iparnya, lalu ia meminta bantuan mencari suami dan anaknya.

“Adik saya bilang aman mbak, ada di tempat parkiran. Ternyata maksudnya agar saya tenang menunggu di tribun bersama saudara saya lainnya. Karena suami saya saat itu sudah meninggal,” ujar Elimiati.

Ia dan lainnya bertahan di tribun meski harus berjuang melawan sesak nafas dengan mata dan tenggorokan terasa perih akibat gas air mata. Kondisi gerimis tanpa angin membuat asap hanya mengepul di satu titik.

Tak lama kemudian, mereka keluar stadion. Elimiati mengatakan salah seorang saudaranya meminta foto anaknya, Virdi, untuk diberikan ke polisi agar membantu mencari. Serta disebar ke grup sosial media Aremania guna memudahkan pencarian.

“Ternyata posisi anak saya ketemu dalam keadaan meninggal dunia, berada di kamar mayat RSUD Kanjuruhan. Jenazah suami saya di RS Saiful Anwar,” ujarnya.

Anaknya mengalami luka pada bagian kepala, sedangkan suaminya tak ada sedikitpun luka. Kulit kedua korban juga tak tampak seperti gosong seperti beberapa korban lainnya.

“Tak tahu apakah terinjak-injak atau sesak nafas. Tidak ada surat keterangan dari rumah sakit,” katanya.

Niat mencari hiburan dengan menonton pertandingan sepakbola berakhir duka. Jenazah anaknya tiba di rumah sekitar pukul 02.00. Satu jam kemudian menyusul jenazah suaminya diantar mobil ambulan ke rumah.

“Saya ingin peristiwa ini diusut tuntas. Terserah pemerintah mau buat keputusan apa, pokoknya ada rasa keadilan,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kisah Pilu Dibalik Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang

Sementara itu, Eko Ari Anto mencerikatakan kisah pilunya tentang tragedi Kanjuruhan Malang. Sambil bersandar ke pundak rekannya, Eko bercerita dan menggambarkan bagaimana kondisi peristiwa yang sangat mencekam di malam itu, Isak tangis Eko-pun pecah saat mengingat cerita pilu tersebut.

Meski memegang tiket, Eko memilih tidak masuk ke dalam stadion untuk menonton pertandingan. Ia keliling di luar Stadion Kanjuruhan dan melihat banyak aparat keamanan berjaga. Di halaman luar dipasang layar besar nonton bareng bagi suporter yang tak masuk.

Kisah pilunya tersebut dimulai ketika Eko mendengar suara tembakan dari dalam Stadion. Setidaknya lima kali suara letusan didengarnya. Ia mendekat ke pintu 10 Stadion Kanjuruhan dan mendengar suara banyak orang menggedor pintu disertai jeritan.

“Begitu pintu dibuka, saya lihat ada perempuan pingsan ditolong kawan–kawan. Setelah itu ternyata semakin banyak korban digotong keluar,” kata Eko.

Ia menccoba masuk ke dalam stadion untuk membantu evakuasi korban. Di sektor 12 dan 14, dia melihat sudah banyak korban. Sayang, hanya pintu 14 yang terbuka hingga menyebabkan banyak orang berebut keluar. Mereka yang tenaganya masih kuat bahu membahu saling menyelamatkan.

“Saya lalu ke sektor 13 coba bantu di sana. Ya Allah, ternyata di situ sudah seperti kuburan bagi adik-adik saya,” kata Eko. Tangisnya meledak, ia tak kuasa melanjutkan ceritanya.

Kepalanya kembali disandarkan ke pundak rekan yang duduk tepat di sampingnya. Lima menit kemudian, ia melanjutkan kisah kelam tragedi Stadion Kanjuruhan Sabtu malam itu.

“Perjuangan teman-teman yang masih punya tenaga saat itu luar biasa membantu evakuasi. Banyak tubuh anak kecil dan wanita. Semacam kuburan massal,” tutur Eko.

Melihat situasi yang sangat parah tersebut, Ia kemudian berlari mencari petugas medis tapi tak bisa menemukan mereka. Ia beralih ke aparat keamanan untuk meminta bantuan pertolongan. Personel kepolisian menolak karena takut dengan massa.

Ia mengaku nyaris dipukul saat menuju anggota TNI untuk meminta bantuan. Beruntung tindakan itu bisa dicegah seorang personel lainnya. Anggota itu menolak ikut membantu evakuasi korban sambil melontarkan makian khas Jawa Timuran.

“Temanku ya ada yang kena,” Eko menirukan perkataan seorang personel tentara itu.

Ia beralih ke steward, petugas keamanan internal di bawah panitia pelaksana. Sekali lagi pukulan hampir diterimanya. Setelah dijelaskan maksudnya, tenaga keamanan itu ikut berlari ke tribun membantu mengevakuasi korban di sektor 13.

Mereka bersama-sama berusaha membantu ratusan korban. Bahkan berupaya menghancurkan loster atau lubang angin berbahan beton di tembok tribun tapi tak membuahkan hasil. Segala daya dilakukan demi menyelamatkan nyawa rekan-rekan mereka.

“Kami sampai lemas, lalu istirahat di depan. Di sana ternyata sudah ada mobil Brimob dibalik dengan kondisi terbakar,” katanya.

Pengalaman tak kalah tragis juga dialami suporter Arema asal Probolinggo, M Syafii Hamdani alias Dani. Remaja 18 tahun ini menyaksikan sendiri temannya tewas terjatuh dan terinjak-injak massa dalam tragedi sepakbola di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Setidaknya ada tiga remaja asal Probolinggo meninggal dunia dalam tragedi berdarah itu. Mereka adalah Rifki Dwi Yulianto (19) warga Dusun Krajan Maron, Hasiq Rifai alias Bian (18) warga Kraksan, dan M Kindi Arumi Purnama (16) warga Desa Besuk Kidul.

Bian sendiri berangkat ke Stadion Kanjuruhan Malang dari kontrakannya di Malang bersama delapan temannya sekitar pukul 18.00 WIB. Ketiganya tercatat tengah kuliah di Malang. Sementara Bian baru sebulan kuliah di Unisma Malang.

"Sekitar pukul 8 malam sudah sampai. Di tribun saya ada di gate 10 dekat dengan Bian," ujar Dani, Senin 3 Oktober 2022.

Awalnya kondisi di tribun baik-baik saja. Sampai akhirnya kericuhan terjadi usai pertandingan. “Saya tidak ikut-ikutan sama Bian. Saya berada di tribun bawah. Saat petugas diserang, petugas nyerang balik, lempar gas air mata ke tribun," paparnya.

Mereka terpisah saat mendekati pintu keluar tribun. Dani saat itu terjatuh dan kakinya tertindih supporter lain. Sementara Bian juga terjatuh dan terinjak-injak.

“Awalnya saya masih bisa lihat dia. Wajahnya sudah pucat, kayaknya sesak napas. Tapi, akhirnya posisi Bian di tengah. Saat saya mau keluar, saya lihat Bian sudah enggak ada, saya kira Bian sudah di luar," ucapnya.

Saat menyadari Bian tidak ada, Dani pun langsung mencari temanya itu di seputar stadion. Dia juga mencari Bian ke tiga rumah sakit terdekat sejak pukul 02.00 Minggu 2 Oktober 2022. Dani akhirnya menemukan Bian sudah dievakuasi ke RS Wava Husada.

“Saya mencari Bian di tiga rumah sakit di Malang dan saya temukan di RS Wava Husada,” ujarnya.

3 dari 5 halaman

Dampak Psikologis dari Tragedi Kanjuruhan Malang

Direktur Lembaga Psikologi Daya Insan, Sani Budiantini Hermawan, menungkapkan bahwa tragedi Kanjuruhan Malang merupakan peristiwa sangat besar yang pastinya akan menciptakan trauma pada orang-orang yang meyaksikan pertandingan di Stadion, termasuk keluarga korban juga penonton yang tidak berada di stadion.

"Jadi peristiwa besar seperti yang memakan nyawa banyak dan sangat memilukan, pasti akan memunculkan dampak psikologis. salah satunya dari faktor perilaku seperti tidak bisa tidur atau secara emosional jadi menangis terus menerus serta adanya perubahan kebiasaan seperti tidak ingin keluar rumah karena terbayang-bayang dengan peristiwa tersebut," Kata Sani Kepada Liputan6.com Rabu (5/10/2022).

Sani mengatakan, dalam mengantisipasi adanya dampak lanjutan dari tragedi Kanjuruhan tersebut, ia menyarankan agar para penoton yang hadir di stadion maupun keluarga korban untuk tidak meyalahkan dan dapat menerima kejadian tersebut guna dapat memvalidasi perasaannya.

"Tidak menyalahkan, memvalidasi perasaannya kemudian juga termasuk memfasilitasi kepada psikolog untuk tahu treatment-nya. Yang terutama adalah menerima kejadian ini dan tidak meyalahkan siapapun," Ujarnya

Kendati demikian, Sani menyadari bahwa pada kenyataannya proses penerimaan dalam peristiwa yang menelan ratusan korban tersebut memang tidak mudah. Maka dari itu sangat diperlukan bagi mereka para korban untuk membangun mindset baru untuk dapat memulai hidup baru.

"Dalam proses pemulihan ini sangat tidak-lah mudah, tiga bulan pertama adalah masa yang paling berat. Proses seluruhnya dari pemulihan ini setidaknya akan memakan waktu sekitar satu hingga tiga tahun untuk bisa keluar dari masa traumanya," Lanjut Sani.

Lebih lanjut, kata Sani, dalam menangani dampak psikologis yang dialami korban maupun keluarga korban diperlukan penyesuaian dalam hal menjaga mental kolektif maupun individu. Hal ini dikarenakan supaya dalam penanganannya dapat menyesuaikan dengan karakter individu masing-masing.

"Jadi mungkin untuk tekniknya, selain individual juga harus ada group terapi untuk dapat mendampingi traumanya agar lebih cepat dalam proses pemulihannya," Jelas Sani.

Senada, Psikolog Klinis Ratih Ibrahim, menuturkan bahwa membaca berita soal tragedi Kanjuruhan yang menimbulkan 131 kematian bisa menimbulkan efek trauma. Apalagi yang menonton di media layar.

Efek trauma makin terasa bagi orang-orang yang makin dekat dengan peristiwa itu. Terlebih mereka yang ada dalam peristiwa itu atau menonton langsung pertandingan.

"Ini adalah sebuah tragedi besar. Bukan hanya sekadar di Kanjuruhan. Ini tragedi nasional bahkan persepakbolaan internasional," kata Ratih lewat pesan tertulis kepada Liputan6.com pada Rabu (5/10/2022).

Seiring berjalannya waktu, Ratih berharap efek trauma yang dirasakan bisa memudar. Juga kejadian kemarin bisa menjadi titik tolak pengamanan pertandingan sepak bola yang lebih baik lagi.

"Setelah efek trauma menghilang, harapan saya stadion-stadion serta pengamanannya dioptimalkan, apalagi orang yang akan kembali datang ke stadion untuk menonton langsung pertandingan sepak bola," kata wanita yang merupakan CEO Personal Growth-Counseling & Development Center ini lewat pesan teks.

Bila memang masih ada kekhawatiran menonton sepak bola di stadion, menyaksikan pertandingan bareng-bareng (nobar) dari rumah juga bisa seru.

"Yang penting, mudah-mudahan kecintaan terhadap olahraga termasuk sepak bola tetap besar," kata Ratih.

Sementara itu, Psikolog Klinis Forensik dari Universitas Indonesia (UI) Kasandra Putranto, menjelaskan bahwa tragedi Kanjuruhan Malang tentunya akan menyisakan dampak psikis bagi orang tua korban dalam peristiwa kericuhan tersebut.

"Kematian anak merupakan salah satu trauma terbesar bagi orang tua," Kata Kasandra Kepada Liputan6.com rabu (5/10//2022)

Lebih lanjut, kata Kasandra, Peristiwa ini dapat mengakhibatkan masalah fisik maupun masalah emosional dan grief yang kompleks bagi orang tua yang ditinggalkan.

"Kematian mendadak menimbulkan stres yang besar karena tidak adanya persiapan psikologis bagi orang-orang yang ditinggalkan. Grief merupakan penderitaan emosional yang intens dan mendalam, yang dialami seseorang akibat peristiwa kematian orang yang dicintai" Ujarnya.

Di samping itu, Pakar Psikologi Hamdi Muluk, juga menilai kericuhan pasca pertandingan Arema melawan Persebaya yang terjadi pada Sabtu malam tersebut akan berdampak pada kondisi psikis, yaitu traumatik. khususnya bagi para penonton yang menyaksikan pertandingan juga bagi korban yang mengalami tragedi tersebut.

"Dampak psikologis dari sebuah kejadian yang mencekam, menakutkan seperti bencana, kerusuhan, kekerasan dan lainnya adalah  traumatik," Kata Hamdi kepada Liputan6.com Rabu, (5/10/2022).

Hamdi mengatakan, dalam proses penanganan dampak psikologis dari peristiwa kerusuhan tersebut. tentunya diperlukan perawatan fisik dan juga mental yang memadai guna mereda rasa traumatik yang dialami.

"Perlindungan terhadap korban, tentunya memerlukan perawatan fisik dan mental yang semaksimal mungkin. Paling tidak pendampingan, manakala korban menunjukkan simpton stres pasca traumatik," Ujarnya.

Posko Bantuan Keluarga Korban

Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, Daniel Alexander Siagian menjelaskan, pihaknya membuka posko bantuan bagi korban dan keluarga korban tragedi Stadion Kanjuruhan.

"Kita selama 4 hari kebelakang ini fokus dalam penyisiran saksi, penusuran korban ataupun saksi. Sekarang dalam masa proses dalam pendalaman dan juga penelusuran korban," kata dia seperti dikutip dalam akun youtube LBH Indonesia, Rabu (5/10/2022).

Sejauh ini, berdasarkan temuan di lapangan dan keterangan saksi dapat disimpulkan penggunaan gas air mata menjadi salah satu sebab-musabab terjadinya kerusuhan atau kepanikan penonton.

Kesaksian yang diterima, menyebut ditembakan secara beruntun ke Tribun bangku penonton.

Diperparah lagi, beberapa pintu tertutup dan hanya satu dari 3 pintu lainnya yang terbuka. Itupun akses sangat sempit.

"Kita menduga gas air mata menjadi pemicu terjadinya tumpukan dari penonton yang ingin keluar mengingat aksesnya sangat sedikit," ujar dia.

Daniel menyebut, selain dari keterangan saksi juga akan mempelajari beberapa video yang beredar. Saat ini, sedang proses inventarisir.

"Kita dalami untuk untuk proses pencarian ataupun penelusuran korban lain," ujar dia.

Terkait hal ini, Daniel memandang ada beberapa bentuk pelanggaran hukum pelanggaran hak asasi manusia.

Misalnya, terjadi penganiayaan atau kekerasan terhadap para suporter suporter. Daniel mengatakan, pelaku penganiaya tentunya dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP, Pasal 170, atau 359 KUHP.

"Insiden di Kanjuruhan menjadi pertanda bahwa perlunya adanya reformasi Polri secara tegas dan signifikan," ujar dia.

4 dari 5 halaman

Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan Malang

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang harus diusut tuntas, tanpa ada ditutup-tutupi. Dia menegaskan pihak yang terbukti bersalah dalam tragedi ini harus diberi sanksi dan dipidanakan.

"Ya, kenapa dibentuk tim pencari fakta independen karena ingin kita usut tuntas, tidak ada yang ditutup-tutupi, yang salah juga diberikan sanksi, kalau masuk pidana juga sama," kata Jokowi usai menjenguk korban tragedi Kanjuruhan di RSUD dr. Saiful Anwar Kota Malang Jawa Timur, Rabu (5/10/2022).

Dia mengatakan telah meminta Menko Polhukam Mahfud Md selaku Ketum Tim Gabungan Indenpenden Pencari Fakta, untuk secepat-cepatnya mengungkap tragedi Kanjuruhan. Terlebih, semua bukti sudah terlihat.

"Kan sudah disampaikan oleh Menko polhukam. Beliau minta satu bulan, tapi saya minta secepat-cepatnya, karena ini barangnya kelihatan semua kok, secepat-cepatnya," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md berharap Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan rampung bekerja dalam tinga minggu ke depan.

Mahfud berharap dalam jangka waktu itu TGIPF bisa menyampaikan hasil kerjanya kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

"InsyaAllah dalam tiga minggu tim ini sudah dapat menyampaikan hasil kerjanya kepada Presiden, dan diharapkan bisa bisa lebih cepat dari target itu," ujar Mahfud dalam keterangannya, Rabu (5/10/2022).

Mahfud menyebut Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) bisa merekomendasikan perombakan organisasi sepak bola Indonesia. Perombakan organisasi buntut dari meninggalnya ratusan jiwa dalam Tragedi Kanjuruhan.

"Kerja tim ini termasuk nanti menjatuhkan atau merekomendasikan penjatuhan sanksi maupun perombakan organisasi, itu mungkin saja," ujar Mahfud.

Selain itu, menurut Mahfud, TGIPF juga akan merekomendasikan sinkronisasi regulasi dalam sepak bola tanah air. Nantinya sinkronisasi ini harus dijalani para stake holder serta aparat keamanan dalam sepak bola.

"Tentu akan merekomendasikan sinkronisasi regulasi baik regulasi yang diatur oleh FIFA maupun peraturan perundang-undangan kita. Dan tentu sosialisasi serta pemahaman ke seluruh stake holder sepak bola, aparat keamanan, suporter, official, dan sebagainya semua harus memahami peraturan ini," kata dia.

Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan menaruh harapan besar terhadap TGIPF pimpinan Mahfud Md untuk bisa mengungkap secara tuntas dan berkeadilan tragedi Kanjuruhan Malang.

"Tidak ada pilihan lain, tim ini harus memberikan jawaban seobjektif mungkin dan seterang-terangnya kepada publik mengenai Tragedi Kanjuruhan," ujar Halili saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 4 Oktober 2022.

Dia optimistis TGIPF bisa lebih objektif mengungkap tragedi sepakbola paling mematikan di Indonesia ini. Sebab tidak ada figur yang secara langsung merepresentasikan TNI dan Polri dalam komposisi TGIPF.

"Di samping itu ada figur dengan integritas yang sudah diketahui publik, seperti Rhenald Kasali, sehingga objektivitas dalam kinerja dan hasil kajian diharapkan betul-betul menjawab sorotan publik terkait buruknya tata kelola pertandingan sepakbola yang berujung pada Tragedi Kanjuruhan," tuturnya.

Halili mengatakan, temuan TGIPF nantinya juga harus menjadi pijakan aparat penegak hukum untuk meminta pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam tragedi ini. Menurut dia, sanksi etik saja tidak cukup diberikan kepada aparat yang bertanggung jawab dalam peristiwa kelam ini.

"Sanksi pencopotan hingga pidana harus diberikan jika memang ada bukti pendukung. Kemungkinan itu jangan ditutup dan hanya dilokalisir pada pemberian sanksi etik," ucap dia.

5 dari 5 halaman

Korban Meninggal Dunia Bertambah

Polri membuka data baru terkait total korban meninggal dunia tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Kini jumlahnya pun bertambah dari 125 orang ke 131 jiwa.

"Ya, setelah semalam dilakukan coklit bersama Kadinkes, Tim DVI dan direktur RS, penambahan data yang meninggal di non faskes. Karena tim mendatanya korban yang dibawa ke RS," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Rabu (5/10/2022).

Adapun rincian jumlah korban meninggal tragedi Kanjuruhan terdata sebanyak 44 orang di tiga rumah sakit pemerintah, yakni RSUD Kanjuruhan sebanyak 21 orang, RS Bhayangkara Hasta Brata Batu sebanyak 2 orang dan RSU dr Saiful Anwar Malang sebanyak 20 orang.

Kemudian sebanyak 75 korban meninggal dunia terdata di tujuh rumah sakit swasta, yakni RSUD Gondanglegi sebanyak 4 orang, RS Wafa Husada sebanyak 53 orang, RS Teja Husada sebanyak 13 orang, RS Hasta Husada sebanyak 3 orang, RS Ben Mari sebanyak 1 orang, RST Soepraoen 1 orang, dan RS Salsabila 1 orang. Lalu sebanyak 12 orang korban meninggal dunia di luar fasilitas kesehatan.

Polri angkat bicara terkait desakan publik yang meminta Kapolda Jawa Timur (Jatim), Irjen Nico Afinta dicopot dari jabatannya sebagai buntut tragedi tewasnya ratusan suporter di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pencopotan jabatan Kapolda Jatim sepenuhnya berdasarkan keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sedangkan saat ini Polri masih fokus mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap tragedi sepakbola paling mematikan di Asia tersebut.

"Jadi rekan-rekan tim investigasi yang dibentuk oleh Kapolri bekerja semuanya berdasarkan fakta hukum. Kita tidak berandai-andai, dan tentunya keputusan nanti ada di Bapak Kapolri," kata Dedi kepada wartawan di Jawa Timur, Selasa 4 Oktober 2022.

Sementara untuk wewenangnya, Dedi mengaku, dirinya hanya dapat menyampaikan perkembangan penyidikan sesuai data yang didapat dari penyidik Kepolisian.

"Kita menyampaikan update dari hasil tim sidik kemudian Propam, Irsus, itu saja yang bisa saya sampaikan," tutur Jubir Polri ini.

Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim Polri telah memutuskan untuk menaikkan kasus tragedi Kanjuruhan Malang ini ke tahap penyidikan dengan mengenakan pasal kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa.

Adapun pasal yang dipakai yakni Pasal 359 KUHP, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling ringan satu tahun."

Kemudian, Pasal 360 KUHP berbunyi "Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun."

Sedangkan untuk proses penyidikan sejauh ini total 29 orang dari anggota Polri dan juga panitia pelaksana telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik dari Bareskrim dan Polda Jatim secara maraton.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.