Sukses

5 Pernyataan Terkini Pengacara Keluarga Brigadir Yoshua Soal Kasus Adu Tembak

Kuasa hukum atau pengacara keluarga Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Kamarudin Simanjuntak mengaku pihaknya menemukan bukti baru terkait dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan kliennya.

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum atau pengacara keluarga Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Kamarudin Simanjuntak mengaku pihaknya menemukan bukti baru terkait dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan kliennya.

Hal tersebut menurut Kamarudin terungkap dari temuan bukti luka jerat di leher almarhum Brigadir Yoshua.

"Kami menemukan ada luka lilitan luka di leher, di lehernya seperti ada luka dijerat dari belakang jadi kami yakin ini (pembunuhan) berencana dan tidak mungkin satu orang karena ada yang menggunakan pistol dan menggunakan senjata tajam, sekiranya ini satu lawan satu tidak mungkin ada luka itu (jeratan si leher)," ujar Kamarudin saat datang ke Markas Bareskrim Polri di Jakarta, Rabu 20 Juli 2022.

Sementara itu disampaikan kuasa hukum yang lain Johnson Panjaitan, selain Ferdy Sambo, pihak keluarga juga meminta Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan dicopot dari jabatannya. Johnson mengatakan, Brigjen Hendra adalah orang yang melarang keluarga membuka peti jenazah Brigadir Joshua.

"Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (tidak) membuka peti mayat," kata Johnson.

Dan pada Rabu 20 Juli 2022, Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dicopot dari jabatannya, buntut kasus baku tembak di kediaman Irjen Ferdy Sambo. Hal itu dikonfirmasi oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

"Pada malam hari ini memutuskan untuk menonaktifkan 2 orang (anggota Polri) pertama Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto," singkat Dedi kepada wartawan, Rabu 20 Juli 2022.

Berikut sederet pernyataan terkini kuasa hukum atau pengacara keluarga Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat dihimpun Liputan6.com:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Sebut Keluarga Brigadir Yoshua Dilarang Buka Peti Mati

Kuasa hukum atau pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Johnson Simanjuntak, mengatakan pihak keluarga dilarang untuk membuka peti jenazah almarhum.

Sehingga, itu yang menjadi alasan pihaknya meminta agar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menonaktifkan Brigjen Hendra Kurniawan dari jabatannya sebagai Karopaminal Divisi Propam Polri.

Adapun terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua pada Jumat, 8 Juli 2022 di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Istri Kadiv Propam disebut mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Yoshua. Dalam kejadian tersebut, Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.

"Karopaminal itu harus diganti, karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul. Karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (melarang) membuka peti mayat," kata Johnson saat dihubungi, Rabu 20 Juli 2022.

Johnson pun menyebut, tak hanya melanggar asas keadilan, Karopaminal juga disebutnya juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat.

"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakni oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan. Tapi yang jauh lebih penting adalah, Kapolres itu yang melakukan memimpin proses penyidikan," jelas Johnson.

Dan pada Rabu 20 Juli 2022 juga, Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dicopot dari jabatannya, buntut kasus baku tembak di kediaman Irjen Ferdy Sambo. Hal itu dikonfirmasi oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

"Pada malam hari ini memutuskan untuk menonaktifkan 2 orang (anggota Polri) pertama Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto," singkat Dedi kepada wartawan.

Dedi belum merinci alasan pencopotan keduanya. Namun keduanya diduga terlibat atas kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat dalam kasus adu tembak di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Selain itu, pencopotan keduanya juga atas desakan Kamarudin Simanjuntak, Pengacara Keluarga Almarhum Brigadir J.

 

3 dari 6 halaman

2. Sebut Ada Bekas Jeratan di Leher Brigadir Yoshua

Kamarudin Simanjuntak, Pengacara Keluarga Almarhum Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat, menemukan bukti baru terkait dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan kliennya. Hal itu terungkap dari temuan bukti luka jerat di leher almarhum.

"Kami menemukan ada luka lilitan luka di leher, di lehernya seperti ada luka dijerat dari belakang jadi kami yakin ini (pembunuhan) berencana dan tidak mungkin satu orang karena ada yang menggunakan pistol dan menggunakan senjata tajam, sekiranya ini satu lawan satu tidak mungkin ada luka itu (jeratan si leher)," ujar Kamarudin saat datang ke Markas Bareskrim Polri.

Kepada awak media, Kamarudin menunjukkan bukti-bukti tersebut melalui sejumlah foto. Menurut dia, hal itu yang menjadi alasan kuat mengapa visum ulang harus dilakukan kepada almarhum Brigadir Yoshua dengan membongkar kuburannya.

"Kami mohon kepada Kapolri untuk membentuk tim untuk membongkar kuburan dan membentuk tim melakukan visum ulang kenapa karena temuan fakta kami bukan tembak-menembak, tapi seperti jerat kawat dan ada luka robek di kepala, bibir dan bawah mata dan kemudian di jari-jari jadi itu bukan akibat peluru," yakin dia lagi.

 

4 dari 6 halaman

3. Minta Kapolri Bentuk Tim Autopsi Independen Libatkan Unsur TNI

Kemudian, Kamarudin meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk bisa membentuk tim khusus untuk melakukan visum ulang kepada kliennya.

Sebab, pihaknya mendapatkan temuan berbeda dengan penjelasan Karopenmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan yang mengatakan penyebab kematian kliennya hanyalah luka tembak.

"Kami memohon kepada Kapolri, kepada Wakapolri, Irwasum, Dirtipudum dan Karowasidik semoga menyetujui untuk membongkar kuburan dan membentuk tim melakukan visum ulang karena temuan fakta kami bukan tembak menembak tapi seperti kawat dan ada luka robek di kepala bibir dan bawah mata dan kemudian di jari-jari, jadi itu bukan akibat peluru," ucap Kamarudin.

"Jadi kami menolak autopsi yang lalu yang dikatakan Karopenmas Polri, kami meragukan kredibilitasnya," tambah Kamarudin.

Kamarudin menambahkan, tim tersebut harus melibatkan pihak TNI dalam hal ini rumah sakit tiap matra angkatan militer, pihak pemerintah dan swasta. Tujuannya, agar hasil visum ulang tersebut benar-benar independen.

"Kami mohon agar Kapolri membentuk tim independen yang terdiri dari dokter-dokter seperti dari RSPAD, RSPAL, RSPAU dan RSCM serta rumah sakit swasta nasional jadi mereka bersama supaya ini transparan dan authentic," terang dia.

 

5 dari 6 halaman

4. Sebut Keluarga Akan Libatkan Dokter Forensik di Luar Polri saat Autopsi Ulang

Keluarga mendiang Brigadir J akan melibatkan sejumlah dokter forensik di luar Polri untuk melakukan autopsi ulang. Kamarudin mengatakan, dokter forensik dari eksternal itu mesti dilibatkan untuk mengungkap sejumlah kejanggalan atas tewasnya polisi muda tersebut.

"Kalau kita tidak lakukan (autopsi ulang) tidak terungkap kebenaran," kata Kamarudin ketika dihubungi dari Jambi, Kamis pagi (21/7/2022).

Pihak pengacara keluarga mendiang Brigadir J menyatakan akan mengusulkan dokter forensik dari unsur eksternal. Adapun yang akan dilibatkan di antaranya adalah dokter forensik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dokter forensik rumah sakit swasta, dan dokter forensik militer, baik angkatan darat dan laut.

Dengan melibatkan dokter forensik dari unsur eksternal ini, kata Kamarudin, supaya bekerja lebih profesional dan independen, sehingga bisa mengungkap kebenaran.

"Autopsi ulang ini intinya kita tidak ingin hasilnya seperti (autopsi) pertama yang dilakukan polisi," kata Kamarudin.

Autopsi ulang ini, Kamarudin menjelaskan, mesti dilakukan guna mencari musabab tewasnya Brigadir J. Autopsi juga untuk mengetahui bagian mana saja tubuh yang luka atau mengalami penganiayaan.

"Autopsi ulang ini kami yakin masih bisa akurat," ujarnya.

Dalam pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J saat ini sedikit menemui titik terang. Berbeda dengan proses sebelumnya, kata dia, polisi begitu arogan kepada keluarga mendiang.

"Kemarin itu begitu arogan, pangkat tinggi sangat arogan. Tidak boleh arogan karena pangkat tinggi dan rendah kita sama-sama mengabdi buat negeri," jelas Kamarudin.

6 dari 6 halaman

5. Sebut Adik Brigadir Yoshua Baru Diminta Tanda Tangan Surat Usai Autopsi

Terakhir menurut Kamarudin, Polri tidak melibatkan pihaknya saat proses autopsi jasad almarhum, dalam hal ini terkait perizinan dan penandatanganan persetujuan di awal.

"Kami juga bermohon supaya dilakukan autopsi ulang dan visum et repertum ulang dengan pertimbangan bahwa visum dan autopsi yang dulu itu di bawah intervensi orang-orang tertentu," tutur Kamarudin.

Menurut Kamarudin, hal itu terbukti dari tidak ada pelibatan keluarga Brigadir Yoshua dalam pembuatan visum maupun autopsi. Sementara, hanya adik almarhum yang juga anggota Polri, diinstruksikan oleh Karo Provos untuk datang menghadap dan diminta untuk menandatangani suatu surat di Rumah Sakit Bhayangkara Polri.

"Tapi tidak bisa menemui atau melihat abangnya. Tetapi begitu ditandatangani surat itu atas perintah Karo Provos, maka dikeluarkan lah dari satu ruangan dan ternyata abangnya sudah selesai berpakaian dengan rapi, dimasukkan ke dalam peti. Artinya sebelum ditandatangan surat persetujuan keluarga itu sudah dilaksanakan lebih dulu visum et repertum dan autopsi versi mereka. Itu kira-kira," jelas dia.

Kamarudin menegaskan, pihaknya menolak hasil visum dan autopsi awal yang dilakukan oleh Polri dan meminta dibentuknya tim independen dalam autopsi ulang yang melibatkan dokter forensik gabungan dari Rumah Sakit TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, juga Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan salah satu rumah sakit swasta nasional.

"Karena visum et repertum yang dulu telah digunakan Karo Penmas Polri untu merilis berita, di mana berita itu sangat tendensius dan menyudutkan almarhum, di mana almarhum sudah tidak bisa membela diri, dikatakan dia melakukan dugaan pelecehan terhadap ibu yang sangat dihormatinya yaitu Ibu Putri, dia menganggap itu sebagai ibunya. Demikian juga Bapak Kadiv dianggap sebagai bapaknya, dia cerita kepada orang tuanya bahwa mereka ini orang-orang baik, tapi ada berita yang berkembang sangat masif, sangat menyudutkan putra klien kami," Kamarudin menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.