Sukses

Baleg DPR: Permendikbud 30/2021 Dorong Penyelesaian RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Taufik menyebut, adanya Permendikbudristek akan mendorong selesainya pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Liputan6.com, Jakarta Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari mengajak semua pihak mendukung Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. 

Taufik menyebut, adanya Permendikbudristek akan mendorong selesainya pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Inisiatif dari Kemendikbud Ristek dan Kementerian Agama ini menjadi penyemangat bagi DPR untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diharapkan akan menjadi payung hukum bagi upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di Indonesia yang sudah dalam kondisi darurat,” kata Taufik pada wartawan, Rabu (10/11/2021).

Anggota Komisi III DPR RI ini juga prihatin akan masih banyaknya kesalahpahaman terhadap konsep pengaturan mengenai kekerasan seksual.

Menurutnya kesalahpahaman tersebut terjadi karena masih ada yang belum memahami bahwa aturan ini berangkat dari kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan hak atas rasa aman, hak hidup, hak atas kesehatan, hak bebas dari diskriminasi serta hak bebas dari perlakukan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, oleh karena itu tidak boleh ada seorangpun menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk melanggar hak-hak tersebut.

“Kekerasan seksual sayangnya masih sering dipandang sebagai suatu hal yang tidak penting, perbuatan wajar atau bahkan dipandang sebagai akibat dari kesalahan korban,” ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Frase yang Dianggapp Membingungkan

Sebelumnya, Politikus PKS Fahmy Alydrous menyatakan Permendinbudristek menimbulkan keresahan dan kegaduhan di tengah publik. Sebabnya aturan yang ditujukan untuk mencegah kekerasan seksual di kampus itu justru absen dari nilai moral.

"Namun sayangnya peraturan ini sama sekali tidak menjangkau, atau menyentuh persoalan pelanggaran susila atau asusila yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Termasuk praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis," tegasnya.

Beleid soal pencegahan kekerasan seksual itu, kata Fahmy hanya berlaku apabila "timbul korban akibat pemaksaan" dalam hubungan seksual.

Sementara jika "suka sama suka" atau atas "persetujuan" tidak diatur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.