Sukses

HEADLINE: PSBB Transisi di DKI Jakarta Diperpanjang, Warga Belum Siap Sambut New Normal?

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta dalam dua pekan terakhir disebabkan masyarakat mulai sering keluar rumah.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi selama 14 hari ke depan mulai Jumat, 17 Juli 2020.

Perpanjangan masa PSBB ini karena adanya percepatan penularan virus Covid-19. Hal ini terlihat dari angka reproduksi (Rt) virus Corona atau Covid-19 yang meningkat pada 12 Juli 2020. Beberapa pekan sebelumnya Rt di Jakarta selalu di bawah 1.

"Ini mengalami peningkatan, selama ini kita selalu berada di bawah 1, Rt menjadi 1,15 per tanggal 12 Juli," kata Anies di YouTube Pemprov DKI Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020. 

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta dalam dua pekan terakhir disebabkan masyarakat mulai sering keluar rumah.

Pria yang kerap disapa Ariza ini menyebut, masyarakat mulai jenuh di rumah dan akhirnya keluar dan tidak menerapkan protokol kesehatan ketat saat di luar rumah.

"Memang masyarakat kita sudah jenuh, capek, kemudian juga euforia, sehingga ingin keluar. Kedua, memang sebagian masyarakat kita belum sepenuhnya disiplin, patuh, dan taat," kata dia dalam video Pemprov DKI, Jumat (17/7/2020).

Faktor lain yang membuat melonjaknya kasus positif Covid-19 di DKI adalah karena Pemprov memperbanyak tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

"Juga kita di Jakarta meningkatkan testing. Konsekuensi testing yang kami lakukan memang ditemukan adanya penyebaran di beberapa tempat," ujar Riza Patria.

Meski demikian, Riza Patria memastikan Pemprov tetap membuka data Covid-19 secara transparan, tanpa ditutup-tutupi.

"Kami membuka data secara terbuka, secara transparan, dan terus melakukan identifikasi, testing, tracing. Tujuannya adalah dalam rangka mempercepat identifikasi penyebaran Covid-19, sehingga kita bisa melakukan penanganan, penanggulangan dan pencegahan," kata Riza Patria.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta, Arifin mengatakan, untuk menurunkan angka penularan Covid-19 maka pemprov akan memperketat pengawasan dan sanksi pada masyarakat. Hal ini, karena banyak masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. 

"Sanksi akan tetap dijalankan, pengawasan akan jauh lebih ketat. Sanksinya sebagaimana di Pergub. Kita akan Optimalkan sanksi bagi masyarakat, yang sebelumnya tidak maksimal akan kita maksimalkan," kata Arifin kepada Liputan6.com.

Arifin pun akan menerjunkan seluruh personel Satpol PP untuk mengawasi masyarakat. Selama Juni hingga Juli 2020, kata Arifin ada 28 ribu warga DKI yang diberi sanksi karena tak menggunakan masker.

"Setiap hari penegakan PSBB. Begitu ada pelanggaran langsung otomatis penindakan," kata dia.

Selain pengawasan, Pemprov DKI juga akan lebih gencar melakukan sosialisasi soal bahaya Covid-19 dan pentingnya menjalankan protokol kesehatan.

"Sosialisasi akan terus jalan, ya itu tidak hanya (tugas) di satpol tapi juga di seluruh Pemprov DKI," tandas Arifin.

Banyaknya OTG di Tengah Masyarakat

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta agar masyarakat tetap waspada terhadap penyebaran virus corona Covid-19 selama perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi.

Sebab, saat ini banyak masyarakat yang dinyatakan positif Covid-19, tapi tidak memiliki gejala alias orang tanpa gejala (OTG).

"Ingat 66 persen dari kasus positif baru di Jakarta dalam seminggu terakhir adalah mereka yang tidak memiliki gejala sakit, tidak memiliki keluhan," kata Anies Baswedan di saluran YouTube Pemprov DKI Jakarta, Kamis (16/7/2020).

Dia mengimbau agar masyarakat saling mengingatkan dan menegur warga lainnya yang tidak mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Misalnya, penggunaan masker hingga menjaga jarak satu sama lain.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga mengajak masyarakat untuk terus mengikuti nasihat para ahli kesehatan untuk melindungi diri dari penyebaran Covid-19.

"Bila ada orang di sekitar kita yang tidak menjalani protokol kesehatan dengan baik, maka tegur," ucap Anies Baswedan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Warga DKI Belum Siap New Normal?

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, cepatnya penularan Covid-19 di DKI Jakarta lantaran masyarakat abai dengan protokol kesehatan. Sebab, menurut dia, kebijakan yang dibuat Pemprov DKI Jakarta tidak jelas dan tak memiliki sanksi tegas. Selain itu, pemerintah juga sudah melonggarkan aturan dengan meniadakan persyaratan surat izin keluar-masuk (SIKM), dan dibukanya beberapa sektor ekonomi dan pariwisata.

"Masyarakat itu abai dengan protokol kesehatan karena kebijakan tidak jelas. Semenjak transisi itu orang-orang berkerumun aja nggak dibubarin. Kemarin demo beberapa hari juga nggak apa-apa," ujar Trubus kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat, 17 Juli 2020.

Menurut Trubus, belum siapnya warga Jakarta memasuki adaptasi kebiasaan baru atau new normal karena kebijakan pemerintah provinsi yang memiliki banyak kelemahan. Misalnya, penanganan penyebaran Covid-19 yang tidak jelas, pengawasan yang kurang ketat dan tak adanya sanksi yang tegas.

"Kelihatannya pemprov dalam hal ini gubernur menyalahkan masyarakat yang kurang disiplin melanggar protokol kesehatan, tidak mau pakai masker. Persoalannya adalah gubernur dan aparatnya tidak pernah turun ke bawah," ujar dia. 

Idealnya, kata dia, pemprov DKI melakukan karantina klaster, yaitu mengisolasi warga yang berada di zona merah. Serta menerapkan sanksi kepada warga yang melanggar protokol kesehatan.

"Selama ini Pergub Nomor 41 hanya mengarah kepada pengusaha dan pelaku usaha. Jadi ini (sanksi) sekarang diarahkan ke masyarakan saja. Jadi masyarakat yang nggak pakai masker di sanksi. Tapi jangan sanksi denda. Sanksi sosial saja. Karena kalau denda nggak efektif. Masyarakat lagi kondisi ekonomi berat begini masa sanksi denda," kata Trubus.

Untuk itu, Trubus meminta agar Pemprov DKI bersama DPRD dan pemerintah pusat duduk bersama membahas soal kebijakan apa yang seharusnya diterapkan agar penularan Covid-19 tak meningkat.

"Ini kan yang sekarang dilihat pemerintah nyalahin masyarakt terus, masyarakat nyalahkan pemerintah," tandas Trubus.

Berbeda dengan Trubus, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia Agus Pambagio menilai Pemprov DKI Jakarta tak perlu pemperpanjang PSBB transisi. Sebab sejak awal baik pemerintah maupun warga DKI tak serius mengatasi penularan Covid-19.

"Karena masyarakat dan pemerintah nggak serius menurut saya tidak usah diperpanjang. Udah aja lepas aja," kata Agus kepada Liputan6.com.

Sulitnya menerapkan protokol kesehatan, kata dia, lantaran banyak aturan yang tumpang tindih dan tidak dijalankannya sanksi bagi masyarakat yang melanggar.

"Karena masyarakat kita sangat cuek jadi mau diapain namanya kalau nggak ada sanksinya akan tetap dijalankan. Jadi menurut saya tidak usah di atur-atur, sudah biar aja," ujar dia.

Agus pun mengusulkan Pemprov DKI menerapkan strategi herd immunityHerd immunity atau strategi kekebalan komunitas merupakan bentuk proteksi tidak langsung dari infeksi penyakit menular karena sebagian besar orang di suatu daerah sudah imun atau kebal terhadap penyakit itu.

Namun, strategi ini dinilai mengancam jiwa jutaan warga Jakarta sebab belum ditemukannya vaksin Covid-19.

"Kita pakai herd immunity saja karena percuma nama doang kok. Apa bedanya PSBB, psyhichal distancing, transisi apa bedanya? Nggak ada," ujar dia.

Sementara menurut Epidemiolog UI yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, percepatan penularan Covid-19 di DKI Jakarta lantaran banyak orang tanpa gejala (OTG) di tengah masyarakat. 

"Masih banyak OTG yang ditemukan dengan testing yang terus meningkat," kata Ede kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat, 17 Juli 2020.

Dengan begitu, kata dia, sebenarnya warga DKI belum siap memasuki adaptasi kebiasaan baru atau new normal. Namun, selama PSBB yang lalu masyarakat mulai bosan untuk tetap diam di rumah dan menjalankan protokol kesehatan. Hal inilah yang menyebabkan naiknya tingkat penularan Covid-19 di DKI.

Sehingga, kata dia, perlu ada strategi yang lebih kreatif dari pemprov DKI. 

"Sehingga perlu melakukan upaya pencegahan dan perubahan perilaku yang lebih kreatif. Pastikan semua RW, RT, masjid, gereja dan semua saluran potensial untuk bisa memberdayakan dan edukasi masyarakat. Mungkin bagus juga dicek ada berapa persen RW yang sudah jadi RW Siaga Covid-19," ujar dia.

Dia pun meminta agar Pemprov DKI mengerahkan seluruh sumberdayanya untuk mencegah penularan Covid-19. Misalnya, sosialisasi yang harus dilakukan lebih masif agar masyarakat sadar, tahu, mau, dan mampu mencegah penularan Covid-19.

"Masyarakat harus difasilitasi dan beradayakan dulu hingga ke tingkat individu dan rumah tangga, kalau masih membandel baru hukum," tandas Ede.

3 dari 3 halaman

Didukung DPRD DKI

Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Gembong Warsono setuju jika Pemprov DKI memperpanjang masa PSBB transisi. Sebab, selama PSBB yang lalu masyarakat DKI tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. 

"Karena pemprov tidak melakukan pengawasan ketat. Untuk disiplin kan harus pengawasan ketat," kata Gembong kepada Liputan6.com.

Selain itu, Gembong meminta agar Pemprov DKI mengevaluasi tempat-tempat rawan terjadinya kerumunan misalnya pasar tradisional, stasiun, dan pemukiman yang padat. "Supaya protokol kesehatan jadi budaya," ujar dia.

Meski begitu, pengawasan masyarakat tidak cukup dilakukan oleh Satpol PP, tapi semua elemen pemerintah. "Misal sekarang baru 50 persen ASN yang gerak, kita gerakkan 100 persen ASN tapi jangan bergerombol tapi disebar," ujar dia.

Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani juga mendukung kebijakan Pemprov DKI. 

"Ini harus dievaluasi lagi oleh Pak Anies. Kalau mereka memang tidak bisa disiplin sebaiknya kembali saja lagi ke PSBB," kata Yani.

Dia menilai, melonjaknya kasus Covid-19 pada masa PSBB transisi akibat meningkatnya jumlah pelanggaran protokol kesehatan. Terutama di transportasi publik, pasar, hingga perkantoran.

Dia pun khawatir dengan melonjaknya jumlah kasus Covid-19 selama PSBB, kapasitas rumah sakit tidak memadai.

"Semua ini akan berakibat pada ketahanan ekonomi dan sosial Jakarta sebagai Ibu Kota. Karena itu jika memang harus PSBB lagi, insyaallah PKS akan mendukung Pak Anies demi terciptanya Jakarta yang lebih baik dan terkendalinya wabah Covid-19," ucap Yani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.