Sukses

RUU PKS, Lindungi Korban dari Sikap Aparat Hukum yang Melecehkan

Politikus Golkar, Nurul Arifin menyatakan, RUU PKS dibutuhkan terlebih untuk melindungi perempuan membutuhkan payung hukum.

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS) resmi terpental dari Prolegnas 2020.

Penarikan RUU tersebut disayangkan banyak pihak. Salah satunya dari politikus Golkar, Nurul Arifin yang menyatakan RUU itu dibutuhkan terlebih untuk melindungi perempuan membutuhkan payung hukum.

"Kami tetap mendukung untuk dibahas RUU PKS ini, dalam masa sekarang ataupun yang berikutnya. Kami merasa RUU PKS penting (melindungi) kami perempuan," ujarnya dalam rapat Baleg, Kamis 2 Juli 2020.

Fraksi NasDem juga menjadi salah satu yang menolak RUU itu ditarik. Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Taufik Basari mengatakan, perjuangan terhadap RUU PKS adalah wujud dukungan terhadap para korban kekerasan seksual.

"Kejahatan ini harus dihentikan, korban kekerasan seksual mesti mendapat perlindungan dan masyarakat mesti disadarkan pentingnya bersama-sama mencegah kekerasan seksual terjadi di sekitar kita,” tegas Taufik

Namun, berbagai protes agar RUU PKS tetap bertahan dalam Prolegnas tidak mengubah keputusan Pemerintah dan Baleg untuk menarik rancangan itu.

Ada beberapa poin mengapa RUU PKS dianggap patut disahkan menjadi undang-undang. Pertama, berdasarkan Pasal 11 RUU PKS, terdapat sembilan jenis kekerasan seksual. 

"Pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual," demikian kutipan Pasal 11.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlindungan Hak Korban

RUU tersebut juga membahas hak-hak para korban. Salah satunya hak Perlindungan yang tertuang dalam Pasal 24.

Pada poin (e) disebutkan, korban berhak mendapat perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan atau yang menguatkan stigma terhadap Korban.

Poin tersebut dirasa penting lantaran korban kerap kali takut dan enggan melapor pihak berwajib. Mereka acapkali merasa direndahkan atau "dilecehkan" oleh para penyidik saat proses pemeriksaan.

Adapun detail pasal 24 mengenai hak korban adalah sebagai berikut:

a. Penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas perlindungan;

b. Penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan perlindungan;

c. Perlindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan;

d. Perlindungan atas kerahasiaan identitas;

e. Perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan dan/atau menguatkan stigma terhadap Korban;

f. Perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, atau akses politik; dan

g. Perlindungan Korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas peristiwa kekerasan seksual yang ia laporkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.