Sukses

Ingatkan Netralitas Penyelenggara Pemilu, Mendagri: Sulit Diterapkan, Mudah Diucapkan

Tito menjelaskan, KPU dan Bawaslu memiliki jaringan hingga ke tingkat kelurahan dan kecamatan.

Liputan6.com, Jakarta - Penyelenggara pemilu yakni KPU, Bawaslu dan DKPP merupakan elemen penting dalam kontestasi pemilihan umum, oleh karenanya netralitas dalam pemilu harus senantiasa dijaga. Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam diskusi bertema Urgensi Mewujudkan Pilkada Demokratis: Tantangan dan Harapan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.

"Kata netral itu saja enggak gampang untuk diterapkan, mudah diucapkan," kata Tito di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Tito menjelaskan, KPU dan Bawaslu memiliki jaringan hingga ke tingkat kelurahan dan kecamatan. Namun, hal itu hanya bersifat ad hoc yang anggotanya ditunjuk dalam jangka waktu tertentu pada tingkatan di bawahnya seperti kecamatan, kelurahaan hingga KPPS.

Karena, KPU dan Bawaslu hanya memiliki anggota secara permanen di tingkat pusat dan juga pada tingkatan provinsi. Jadi, keanggotan KPU dan Bawaslu yang berada di tingkat kelurahan, kecamatan hingga KPPS hanya bersifat ad hoc.

"Tapi sampai ke bawahnya kelurahan kecamatan TPS itu semua ad hoc ini kasih honor saja. Ini membuat sementara godaan tinggi. Jadi, enggak gampang saya kira untuk netral juga," ujar Tito.

Menurutnya, dalam menciptakan netralitas dalam pemilu mesti didukung oleh para peserta maupun pendukungnya dengan bertanding secara sehat serta tidak adanya ketidaknetralitasan dan menciptakan pemilu bersih.

"Prinsipnya adalah mereka harus bertanding secara sehat. Siap menang siap kalah. Tapi itu teori, dalam praktik tidak ada siap untuk kalah. Semuanya mau menang semua. Akibatnya menggunakan berbagai cara, yang penting menang," ucap Tito.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kader Partai Politik

Menurutnya, ketidaknetralan itu kerap muncul saat pemilu karena suatu kepala daerah bersikap tidak netral disebabkan mereka kader-kader salah satu partai politik. Sehingga, menggunakan power politiknya untuk memenangkan salah satu calon kepala daerah sesuai dengan pilihan partai.

"Ini juga enggak gampang. Karena, kepala daerah itu adalah kader-kader partai. Mereka harus netral, ASN harus netral. Tapi kalau dia kader partai di punya power dia mau enggak mau menggunakan, pasti ada upaya menggunakan powernya untuk kemenangan calon yang didukung oleh dia sesuai partai dia," pungkas Tito.

 

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.