Sukses

Bupati Bener Meriah Dituntut Hukuman 4 Tahun Penjara

Jaksa KPK juga menuntut agar hak politik Bupati Bener Meriah dicabut.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Bupati Bener Meriah nonaktif, Ahmadi dengan hukuman pidana empat tahun penjara. Dia didakwa terbukti melakukan suap kepada Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Irwandi Yusuf sebesar Rp 1 miliar yang diberikan secara bertahap.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menjatuhkan pidana terhadap Ahmadi, SE berupa pidana penjara selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata JPU KPK, Ali Fikri di ruang sidang utama Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/11/2018).

Ahmadi juga dituntut pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. JPU juga menuntut agar hak politik Ahmadi dicabut selama tiga tahun.

"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa Ahmadi, SE berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak terdakwa Ahmadi, SE selesai menjalani pidana," sambung JPU.

Ahmadi juga didakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Ahmadi disebut menyuap Irwandi agar mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi NAD menyetujui usulannya. Ia mengusulkan agar kontraktor dari Bener Meriah ikut mengerjakan proyek yang dananya bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sumber Suap

Menurut Jaksa, Ahmadi melakukan suap kepada pihak lain dengan dana yang bersumber dari pribadi maupun kontraktor. Hal ini yang menjadi dasar pencabutan hak politik layak dilakukan.

"Pencabutan hak dipilih dimaksudkan untuk melindungi kepentingan publik atau masyarakat dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari calon pemimpin," kata jaksa.

Hal yang memberatkan terdakwa yaitu tak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Selain itu juga perbuatan Ahmadi dinilai mencederai tatanan birokrasi pemerintahan dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

Reporter: Hari Ariyanti 

Saksikan video pilihan di bawah ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.