Sukses

KPK Koordinasi POM TNI Usut Pejabat Terlibat Kasus Bakamla

Dalam sidang, terdakwa mengaku pernah menawarkan sebuah bangunan kepada Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedowo.

 

Liputan6.com, Jakarta KPK telah menggelar sidang perdana kasus suap pengadaan proyek monitoring satelit di Bakamla atas tersangka Fahmi Dharmawansyah. Dalam persidangan, Fahmi mengaku pernah menawarkan sebuah bangunan di daerah Menteng Jakarta Pusat kepada Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedowo.

Menanggapi ini, KPK mengatakan akan akan berkoordinasi dengan POM TNI dalam mengusut kasus suap di Bakamla.

"Penanganan perkara suap Bakamla, kami koordinasi dengan POM TNI. Koordinasi dalam bentuk tukar informasi dan bukti," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (13/3/2017).

Selain itu, dalam persidangan Fahmi juga menyebut bahwa telah memberi uang senilai Rp 1 miliar kepada Bambang Udoyo dan Nofel Hasan sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla. KPK juga menuturkan juga akan berkoordinasi dengan POM TNI.

"Posisi kasus POM TNI ikuti di sana, kami miliki perbedaan, ada proses peradilan umum, masih ada juga di militer. KPK Berharap lebih sinkron ke depan, kami libatkan TNI, panglima, 50 orang dilatih dengan tujuan kalau ada indikasi korupsi militer kami bisa sinergi sama-sama. Panglima TNI bilang berantas korupsi," imbuh Febri.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap di Bakamla ini. Empat orang yang telah ditetapkan tersangka adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi, serta tiga pejabat PT Mertial Esa yakni Fahmi Dharmawansyah, Hardi Stefanus, dan Muhammad Adami Okta.

Ketiga pejabat PT ME sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah pada UU 20 Tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Untuk Eko Susilo sebagai penerima suap, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.