Sukses

KPK Usut Dugaan Cuci Uang Tersangka Suap Mesin Garuda

KPK telah mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik KPK terus mendalami kasus dugaan suap pembelian pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku pihaknya akan mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan dua tersangka, Emirsyah Satar (ESA) dan Soetikno Soedarjo (SS).

"Apakah nanti ditemukan (bukti-bukti) masuk kualifikasi pencucian uang pada perkara ini, akan ditindaklanjuti," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2017).

KPK menduga, aliran uang suap jutaan dollar Amerika Serikat atau setara Rp 46 miliar kepada Emirsyah itu melalui rekening anak buah Soetikno, Sallywati Rahardja. Dari rekening Sallywati mengalir ke rekening ibu mertua Emirsyah di Singapura.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa Soetikno Soedarjo. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan aliran dana tersebut.

"Jadi itu kami konfirmasi kepada saksi. Kedua, yakni masih mendalami aliran dana yang diduga terjadi dari perusahaan (SS) di Singapura pada ESA," kata Febri. ‎

KPK telah mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pembelian pesawat. PT Rolls Royce merupakan perusahaan yang menyediakan mesin pesawat tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA) mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo (SS), pendiri dari Mugi Rekso Abadi (MRA).

Emir diduga menerima suap senilai US$ 2 juta. Demikian pula dengan barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Sebagai penerima, Emir disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini