Sukses

Wilayah Abu-abu Transportasi Online

Kementerian Perhubungan memberikan 2 pilihan kepada Grab Car dan Uber jika masih ingin beroperasi.

Liputan6.com, Jakarta - Protes berujung tindakan anarki dilontarkan para pengemudi taksi terhadap angkutan umum berpelat hitam. Mereka pun menunggu sikap pemerintah dalam menjawab tuntutan untuk membekukan angkutan berbasis aplikasi tersebut.

Namun, Kementerian Perhubungan mengaku tidak bisa membekukannya. Angkutan umum online itu sulit disentuh. Walaupun, Kemenhub telah menyatakan Grab Car, Uber, serta angkutan umum tidak resmi lainnya adalah ilegal.

"Uber dan Grab Car bertentangan dengan angkutan resmi. Mereka adalah kompetitor," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Sugihardjo di Gedung Karsa Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu 23 Maret 2016.

Sedangkan untuk Go-Jek dan Grab Bike, keduanya merupakan angkutan pelengkap, bukan kompetitor transportasi resmi.

Oleh karena itu, Go-Jek dan Grab Bike diperbolehkan mengisi jumlah angkutan umum yang belum terpenuhi, meski belum ada aturan yang melegalkannya.

"Go-Jek dan Grab Bike adalah IT, tapi diterapkan ke motor yang menurut undang-undang tidak bisa menjadi angkutan umum. Namun karena Go-Jek komplemen atau untuk mengisi angkutan umum resmi, mereka masuk grey area," ujar Sugihardjo.

Uber dan GrabTaxi (chrisadas.com)

2 Pilihan

Kementerian Perhubungan memberikan 2 pilihan kepada Grab Car dan Uber jika masih ingin beroperasi.

Kedua pilihan itu adalah tetap menjadi perusahaan IT penyedia jasa aplikasi dan bekerja sama dengan pengusaha angkutan resmi, atau sebagai operator angkutan umum yang tunduk pada aturan.

"Kalau tetap menjadi perusahaan IT provider silakan, tapi dia harus bekerja sama dengan pengusaha angkutan umum resmi yang sudah ada," Sugihardjo menjelaskan.

Menurut dia, keberadaan Grab Car dan Uber ilegal karena melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

"Ada aturannya, harus ada koperasi, uji KIR dan peraturan lainnya," ujar Sugihardjo.

Uber dan Grab pun telah memilih salah satu opsi yang diberikan Kemenhub, yakni sebagai penyedia jasa aplikasi.

Legal Manager Grab Indonesia Teddy Antono menyatakan, pihaknya akan menjalankan arahan dari pemerintah. Mereka akan tetap menjadi penyedia jasa aplikasi namun dengan mitra pengusaha angkutan resmi.

"Kami kan memang penyedia aplikasi, kami mendorong mitra untuk beroperasi secara umum dan mempunyai izin," ujar Teddy.

Dia mengakui masih ada mitranya yang ilegal, meski begitu dia mengatakan Grab akan tetap berusaha menjalankan arahan Kemenhub.

"Kalaupun sekarang belum ada (mitra resmi) kami akan terus bekerja dengan pemerintah sehingga membuat mitra kami menerima izin yang sesuai dengan peraturan Kemenhub," kata Teddy.

Senada dengan Grab, pihak Uber yang diwakili Komisaris Uber Indonesia, Donny Suyadi mengatakan akan tetap menjadi penyedia aplikasi.

"Kami akan ikuti semua arahan Kemenhub," ucap Donny.

Pada pertemuan itu turut hadir pula Ketua Umum DPP Organda Adrianto Djoko Soetomo, Sekjen DPP Organda Organda Ateng Aryono serta Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah.

Kemenhub panggil Organda, Uber, dan Grab guna membahas persoalan yang dikeluhkan para sopir taksi konvensional (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Zaman Batu

Selasa 22 Maret 2016 malam, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menantang Ahok untuk menutup angkutan umum berbasis aplikasi. Sebab, kewenangan menutup angkutan ada pada pemerintah daerah.

Ahok pun menjawab tantangan Jonan. Pria berkacamata itu bersikukuh tidak akan menutup angkutan berbasis aplikasi. Sebab, hal ini dia anggap sebagai kemunduran zaman.

"Enggak bisa, Anda mau minta nutup online, mau ke zaman batu? Saya kalau gitu boleh enggak, saya perusahaan pemerintah yang punya SMS dan agak sepi nih SMS, terus Whatsapp dilarang karena merugikan saya yang SMS. Boleh enggak? Kalian protes enggak? Ini zamannya sudah berubah," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu.

Mantan Bupati Belitung Timur itu sangat mendukung perkembangan teknologi, terutama berbasis aplikasi. Saat ini, sederet aplikasi sedang disiapkan.

"Buat saya teknologi enggak mau tutup. Ini untuk kehidupan yang lebih jelas. Tapi kalau buat ini ya harus jelas makanya mesti duduk bareng. Soal aplikasi milik asing, ya bangsa kita milik sendiri dong. Di Tiongkok dia bikin sendiri karena tidak mau duitnya masuk asing. Ini kan hidup global," kata dia.

"Kita ini negara bebas yang mengakui properti dan hak asasi, kamu kira yang punya Facebook, Google itu jualan punya berapa duit? Itu dunia global ya begitu yang penting kamu bayar pajak kami," ujar Ahok.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Facebook Ahok)

Ahok pun tak mempermasalahkan jika kelak di Jakarta tak ada lagi taksi resmi. Misalnya, pascademonstrasi kemarin taksi konvensional memutuskan membuat aplikasi sehingga berubah menjadi rental perorangan.

"Kalau semua perusahaan taksi berubah dan enggak mau resmi lagi dan dia juga punya aplikasi ini, taksi Grab atau apa lah gue bikin sendiri, boleh saja menurut saya. Berarti di Jakarta tidak ada lagi taksi resmi dan taksi rental perorangan," ucap Ahok.

Jika begitu, kata Ahok, taksi online nantinya tinggal menempelkan stiker penanda bahwa kendaraan merupakan taksi. Kemudian setiap kendaraan harus mendaftarkan diri ke pemerintah termasuk siapa sopir yang membawa kendaraan itu.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama dan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan berbincang dibagian dalam Kapal Sabuk Nusantara 46 saat peresmian di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (28/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono mengaku tak menyiapkan sanksi internal bagi anggota Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) yang terlibat anarkisme dalam demo sopir taksi. Ia meminta masyarakat memaklumi perilaku anggotanya.

"Enggak ada sanksi. Ini kembali lagi ketika mereka adalah awak kami yang merasa tertekan dengan kondisi-kondisi sekarang ini dan mereka menyatakan aspirasi tetapi terpancing, terprovokasi," ujar Ateng di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 22 Maret 2016 malam.

Ia mengatakan, perbuatan anggotanya adalah bentuk perasaan tertekan karena regulasi pemerintah yang dinilai berpihak pada angkutan umum berbasis online. Anggota hanya ingin seluruh angkutan darat menaati regulasi yang sudah diatur Pemerintah dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2008.

"Seluruh rangkaian kejadian ini sesungguhnya hanya dimulai dari sesuatu upaya dari kawan-kawan kami yang ingin menyampaikan aspirasi untuk penegakan aturan, ketentuan," jelas Ateng.

Organda telah menyepakati komitmen dengan Polda Metro Jaya untuk menjaga situasi kondusif di Jakarta agar kemacetan dan kegelisahan yang berimbas pada masyarakat seperti kemarin siang tidak lagi terjadi ke depannya.

"Maka kami sama-sama berkomitmen untuk tetap menjadikan DKI ini daerah yang kondusif, kegiatan masyarakat tidak akan terganggu oleh kegiatan-kegiatan semacam itu," kata Ateng.

Pidana Tetap Jalan

Walau demikian, Polda Metro Jaya tetap melanjutkan proses hukum terhadap tindak anarki demonstran kemarin. Terlebih, terkait dengan bentrok antara pengemudi Go-Jek dan taksi. Ada 4 orang yang ditahan karena melawan perintah petugas untuk membubarkan diri. Bahkan, 1 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.

"4 Kami tangkap karena sudah kami perintahkan bubar tapi melakukan tindakan yang tidak diharapkan dan di luar area unjuk rasa yang diizinkan. 1 tersangka dari 4," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/3/2016).

Dia mengatakan, anggotanya akan menggelar perkara untuk menentukan unsur pidana yang akan dikonstruksikan dalam kerusuhan tersebut. Pilihan pasal yang disangkakan bisa 218 KUHP karena melawan perintah aparat dan bisa Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan dan Perusakan Barang.

"Jadi kami masih proses. Hari ini gelar perkara kan baru kemarin sore kami tangkap. Apakah bisa masuk tersangka baik itu 218 KUHP, tidak menaati perintah pejabat yang berwenang untuk membubarkan kerumunan, atau terkait dengan 170 KUHP, pengerusakan barang dan pengeroyokan terhadap orang?" kata Krishna.

Aksi lempar batu antara sopir taksi yang melakukan unjuk rasa dan pengemudi ojek online terjadi di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3). Aksi itu pecah saat pengunjuk rasa mendapat perlawan dari pengemudi ojek online (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Selain di polda, Krishna menyampaikan satuan di jajaran polres mengamankan beberapa orang terkait bentrok sopir taksi dan driver Go-Jek kemarin. Krishna membriefing para reserse di wilayah agar satu komando dalam memproses mereka. Karena pada intinya polisi mengamankan para perusuh yang mengganggu ketertiban umum.

"Jajaran satreskrim polres kami kumpulkan para wakasat nya. Untuk kita rekap yang mereka lakukan, upaya penangkapan paksa yang kemarin. Gimana gelar perkaranya kita beri arahan," ucap dia.

Krishna menambahkan 4 orang yang masih diproses terdiri dari pengemudi Go-Jek dan taksi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono mengaku tak menyiapkan sanksi internal bagi anggota Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) yang terlibat anarkisme dalam demo sopir taksi. Ia meminta masyarakat memaklumi perilaku anggotanya.

"Enggak ada sanksi. Ini kembali lagi ketika mereka adalah awak kami yang merasa tertekan dengan kondisi-kondisi sekarang ini dan mereka menyatakan aspirasi tetapi terpancing, terprovokasi," ujar Ateng di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 22 Maret 2016 malam.

Ia mengatakan, perbuatan anggotanya adalah bentuk perasaan tertekan karena regulasi pemerintah yang dinilai berpihak pada angkutan umum berbasis online. Anggota hanya ingin seluruh angkutan darat menaati regulasi yang sudah diatur Pemerintah dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2008.

"Seluruh rangkaian kejadian ini sesungguhnya hanya dimulai dari sesuatu upaya dari kawan-kawan kami yang ingin menyampaikan aspirasi untuk penegakan aturan, ketentuan," jelas Ateng.

Organda telah menyepakati komitmen dengan Polda Metro Jaya untuk menjaga situasi kondusif di Jakarta agar kemacetan dan kegelisahan yang berimbas pada masyarakat seperti kemarin siang tidak lagi terjadi ke depannya.

"Maka kami sama-sama berkomitmen untuk tetap menjadikan DKI ini daerah yang kondusif, kegiatan masyarakat tidak akan terganggu oleh kegiatan-kegiatan semacam itu," kata Ateng.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini