Sukses

Beda dengan Samad, Feriyani Lim Naik Sedan Saat Pelimpahan Berkas

Namun, kata Yusuf, Feriyani Lim sama seperti Abraham Samad, dikenakan wajib lapor setiap Senin‎ dan Kamis‎.

Liputan6.com, Makassar - Ada yang berbeda dalam pelimpahan tahap dua berkas perkara Feriyani Lim. Penyidik Direktorat Polda Sulselbar mengantarkan perempuan yang disebut-sebut teman lama Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad itu, menggunakan mobil sedan.

Kondisi ini berbeda dengan pelimpahan tahap dua berkas perkara Samad. Saat itu penyidik hanya menggunakan bus milik Direktorat Sabhara Polda Sulselbar. Tidak hanya itu, pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Makassar ini juga tanpa pengawalan ketat polisi bersenjata.

Asisten Pidana Umum Kejati Sulselbar Muh Yusuf mengatakan, tahap penuntutan Feriyani akan disamakan dengan perkara Samad.

"Yang bersangkutan sementara memeriksa berkas perkaranya di ruangan dan mengenai persoalan penahanan, tergantung dari jaksa penuntutnya saja nanti," kata Yusuf di kantor Kejari Makassar, Senin (19/10/2015).

Namun, lanjut Yusuf, Feriyani sama seperti Samad, dikenakan wajib lapor setiap Senin‎ dan Kamis‎, ssuai standar operasional prosedur (SOP). "Kita tidak tahan, tapi kita juga tetapkan yang bersangkutan wajib lapor Senin dan Kamis," kata dia.

Yusuf menjelaskan alasan Feriyani tidak ditahan, yakni alasan objektif dan subjektif. Objektif, karena yang bersangkutan tidak melarikan diri.

Alasan subjektif, ucap Yusuf, karena 2 barang bukti sudah disita penyidik, sehingga Feriyani kecil kemungkinan menghilangkan barang bukti. Alasan lainnya, yang bersangkutan mengakui bersedia menghadiri setiap tahapan persidangan nanti.

"Proses penuntutan FL akan segera dirampungkan sama dengan perkara AS, untuk selanjutnya juga bersamaan didorong ke persidangan," pungkas Yusuf.

Pemalsuan Dokumen

Ketua nonaktif KPK Abraham Samad dan Feriyani Lim ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sulselbar terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen.

Namun dalam perkara ini, penyidik memisahkan berkas Samad dan Feriyani, karena terdapat dua peranan berbeda dari masing-masing tersangka.

Feriyani ditetapkan tersangka karena diduga memalsukan dokumen, sekaligus menggunakan dokumen yang isinya dinilai tidak benar atau palsu.

Dalam proses penyidikan Ditreskrimum Polda Sulselbar ditemukan beberapa fakta, yakni adanya perbedaan identitas orangtua Feriyani dalam 2 dokumen yang digunakan mengurus penerbitan paspor.

Fakta tersebut ditemukan pada 22 dan 23 Februari 2007, ketika Feriyani mengajukan permohonan pembuatan paspor ke Kantor Imigrasi Makassar, Sulawesi Selatan. Dia melampirkan beberapa dokumen dalam permohonan.

Di antaranya adalah menggunakan Kartu Keluarga (KK) yang beralamat di Jalan Boulevard Ruby II, No 48, RT 003 RW 005, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar atas nama Kepala Keluarga Abraham Samad.

Namun, Feriyani kemudian menggunakan alamat rumah itu tapi tidak menulis nama Abraham Samad sebagai kepala keluarga di KK. Feriyani mencantumkan kepala keluarga atas nama ayah Ngadiyanto dan ibu Hariyanti. Sama seperti dalam keterangan ijazah SLTP yang dimiliki, di mana ibunya bernama Hariyanti.

Sementara, penyidik menemukan bukti Feriyani terdaftar di alamat Apartemen Kusuma Chandra Tower III/22- K, RT 4/1, Senayan, di mana kepala keluarga dengan nama ayah Ng Chiu Bwe dan ibu Lim Miaw Tian. Sehingga terlihat perbedaan identitas orangtua Feriyani.

Penyidik kemudian memeriksa saksi-saksi antara lain pelapor Chaidar Said, Imigrasi, ketua RT, kelurahan, kecamatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Makassar, dan akhirnya menetapkan Feriyani sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen tersebut pada 2 Februari 2015.

Tidak terima penetapan tersangkanya, Feriyani lalu melaporkan Samad dan rekannya bernama Sukriansyah Latief atau Uki ke Bareskrim dalam kasus serupa.

Kepolisian lalu gelar perkara di Mapolda Sulselbar pada 9 Februari 2015. Alhasil, Samad ditetapkan sebagai tersangka, namun Uki tidak ditetapkan tersangka terkait peranannya menguruskan dokumen milik Samad untuk digunakan Feriyani dalam pengurusan paspor.

Penyidik menjerat Feriyani dengan perkara pemalsuan dokumen atau tindak pidana administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 ayat (1) (2), subsider Pasal 264 ayat (1) (2), subsider Pasal 266 ayat (1) (2) KUHP, dan atau Pasal 93 UU RI 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah menjadi UU 24/2013. Di mana ancaman hukuman penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. (Rmn/Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini