Sukses

BPK Kembali Beri 'Opini Disclaimer' untuk Pemprov Banten

Pemerintah Provinsi Banten seolah gagal 'move on' setelah ditinggal Ratu Atut Chosiyah dari posisi gubernur karena menjadi pesakitan.

Liputan6.com, Serang - Pemerintah Provinsi Banten seolah gagal 'move on' setelah ditinggal Ratu Atut Chosiyah dari posisi gubernur karena menjadi pesakitan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta. Hal ini tergambar dari perolehan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang memberikan opini disclaimer (disclaimer of opinion) atau Tidak Menyatakan Pendapat (TWP).

"Berdasarkan sejumlah pertimbangan yang mengacu pada kriteria dan mekanisme yang telah diatur undang-Undang, BPK kembali tidak menyatakan pendapat atas LKPD (Laporan Kerja Pemerintah Daerah) Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014," ucap Anggota V BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara di Gedung DPRD Provinsi Banten, Serang, Senin (1/6/2015).

Menurut dia, Provinsi Banten masih mendapatkan predikat disclaimer karena masih adanya 'dosa masa lalu' semenjak tahun 2012 hingga tahun 2013. Di mana, sekalipun Pemprov Banten telah meminta bantuan dari BPK RI guna pengawasan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), namun BPK tak bisa memberikan intervensi langsung. Karena semua telah diatur dalam Undang-undang No 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Dalam UU tersebut, BPK tidak boleh memberikan konsultasi. BPK hanya membolehkan memberikan rekomendasi agar pemda memperbaiki kinerja dan laporannya.

"Ada persoalan dari tahun 2012 hingga 2013 dan permasalahan baru. Nanti kita lihat dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), hasil temuan dari pengadilan. Kalau tidak ada temuan baru, itu bisa meningkat lagi. Apakah laporan tersebut bisa dilaporkan sesuai dengan standar laporan akuntansi atau tidak. Kalau persoalannya tidak materiil, tidak akan WDP (Wajar Dengan Pengecualian) atau bisa saja (langsung) menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," tegas Noermahadi.

Sedangkan pimpinan tertinggi di Tanah Jawara, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Banten Rano Karno menyatakan bahwa opini disclaimer yang diperoleh Provinsi Banten dalam dua tahun berturut-turut adalah realitas yang ada di dalam setiap SKPD. Sehingga, ia menugaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten dan inspektorat untuk mengawasi laporan perbaikan LKPJ dalam waktu 35 hari ke depan.

"Tidak mudah keluar dari lumpur. Tapi kita berusaha keluar dari lumpur, tapi kita jatuh kembali. Kalau ini memang masuk disclaimer, ini memang realitas yang harus kita hadapi," ucap Rano Karno di tempat yang sama, Senin 1 Juni 2015.

Beberapa permasalahan sehingga Pemprov Banten kembali mendapatkan disclaimer, di antaranya belanja peralatan daerah tidak didukung dengan bukti senilai Rp 3,1 miliar dan hibah dilakukan tanpa proses verifikasi pada proposal pengajuan.

>> Alasan Pemprov Banten >>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alasan Pemprov Banten

Alasan Pemprov Banten

Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) yang membandel dalam membuat laporan kinerjanya dan langganan temuan penyimpangan anggaran merupakan salah satu faktor didapatkannya opini disclaimer dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI.

"Kita telah melakukan perbaikan di berbagai aspek. Kita sudah menyusun masterplan anggaran tahun 2014. Memberi penekanan kepada SKPD agar menyelesaikan temuan (dugaan korupsi) tersebut. Menugaskan Sekda dan inspektorat untuk mengawasi temuan tersebut agar tidak terjadi akumulasi temuan dari 2002 hingga 2013," papar Plt Gubernur Banten Rano Karno usai menghadiri LKPJ Gubernur Banten di Gedung DPRD Banten, Serang, Senin 1 Juni 2015.

Selain membandelnya SKPD yang tak melaporkan dengan baik hasil kinerjanya, diperolehnya disclaimer juga lantaran kekurangan sumber daya manusia (SDM) Pegawai Negeri Sipil (PNS) Banten di bidang akuntansi.

"Saran dari BPK, tentang sistem pengawasan internal, idealnya ada 152 orang (akuntan). Dari tahun ke tahun, kita menunggu agar bisa dibuka formasi ini (oleh Menpan-RB). Tapi untuk menunggu ini (dibukanya formasi CPNS), kita terus memberi pelatihan-pelatihan (akutansi)," tukas Rano.

DPRD Provinsi Banten sebagai lembaga pengawas kebijakan eksekutif pun dinilai lalai dan lemah dalam melakukan fungsi pengawasannya. Lemahnya pengawasan diduga karena kurangnya koordinasi antara pihak eksekutif sebagai pengambil kebijakan dengan pihak legislatif sebagai pihak pengawas dan institusi budgeting.

"Kita di rapim (rapat pimpinan) akan memberikan masukan bagaimana agar Plt Gubernur (Rano Karno) tidak mendapatkan lagi disclaimer. Ini bukan tanggung jawab salah satu dinas (SKPD) saja, tapi seluruh dinas (SKPD)," ujar Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rakhmatullah di tempat yang sama. (Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.