Sukses

Warga Memblokade Jalan Pasuruan-Probolinggo

Berdasarkan penuturan warga, empat orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka. Karena geram dengan insiden tersebut, warga kemudian memblokade jalan raya yang menghubungkan Pasuruan dan Probolinggo.

Liputan6.com, Pasuruan: Hingga Rabu (30/5) petang, warga masih memblokade jalan provinsi di Pasuruan, Jawa Timur, menyusul bentrokan dengan anggota TNI, Dalam peristiwa itu, empat warga Telogo Alas, Pasuruan, tewas tertembak [baca: Warga Pasuruan dan TNI Bentrok].

Berdasarkan pantauan wartawan SCTV Dandy Arigafur, suasana tegang dipenuhi jerit tangis terjadi sesaat setelah pecah bentrokan antara warga dan tentara. Warga berusaha menolong anggota keluarga mereka yang terluka parah atau tewas tertembak. Warga mengatakan, seluruh korban ditembak oleh aparat TNI Angkatan Laut. Berdasarkan penuturan warga, empat orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka [baca: Korban Tewas Bentrokan TNI-Warga Menjadi Empat]. Karena geram dengan insiden tersebut, warga kemudian memblokade jalan raya yang menghubungkan Pasuruan dan Probolinggo.

Mayor Jenderal Marinir Safzen Noerdin mengakui adanya penembakan itu. Komandan Korps Marinir itu pun berjanji akan mengusut tuntas kasus tersebut. Ini termasuk memproses bila memang benar aparat TNI AL bersalah.

Bentrokan ini berawal dari kesalahpahaman antara warga penggarap lahan yang disengketakan. Satuan Marinir yang bertugas patroli pengamanan meminta warga untuk berhenti. Namun, tindakan ini dibalas oleh penyerangan warga dengan menggunakan senjata seadanya. Bentrokan tak terhindarkan dan korban pun berjatuhan.

Enam korban luka akibat bentrokan warga dan anggota Marinir itu dilarikan ke rumah sakit. Tiga orang di antaranya yang terluka serius, saat ini dirawat di Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, Jatim. Di antara ketiga korban cedera itu terdapat seorang bocah yang masih berusia tiga tahun. Ketika bentrokan terjadi, korban berada dalam gendongan ibu kandungnya yang tewas di tempat kejadian.

Berdasarkan informasi yang diperoleh SCTV, bentrokan yang terjadi siang tadi mengakibatkan empat orang tewas akibat terkena tembakan. Dua warga meninggal di lokasi kejadian, sedangkan dua orang tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit. Saat ini kasus bentrokan tersebut masih diusut.

Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto menyatakan sangat prihatin dan menyesal. Ia pun meminta maaf atas terjadinya bentrokan antara anggota Marinir dan warga di Lekok, Pasuruan. Panglima TNI telah memerintahkan Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Slamet Soebijanto mengusut kejadian itu, sesuai hukum yang berlaku. Petang tadi, pihak TNI AL yang diwakili Mayjen Marinir Safzen Noerdin memberikan penjelasan tentang peristiwa bentrokan itu dengan alasan membela diri.

Bentrokan di Pasuruan itu dipicu oleh sengketa tanah yang sudah berlangsung lama. Pihak TNI AL telah membeli tanah seluas 3.000 hektare lebih di dua kecamatan di Pasuruan sejak tahun 1960. Namun karena tak tergarap, warga menempatinya. Mereka pun beranak pinak. Adapun selama masa sengketa yang berlangsung puluhan tahun, baru kali ini jatuh korban jiwa.

Tahun 1960, pihak TNI AL membeli tanah seluas 3.569 hektare di 11 desa di Kecamatan Lekok dan Nguling. Di atas lahan tersebut rencananya dibangun Pusat Pendidikan TNI AL terbesar di Asia. Tapi, proyek itu terbengkalai karena meletus peristiwa Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia.

Lantaran tak tergarap, lahan tersebut ditempati warga yang jumlahnya makin membengkak dari tahun ke tahun. Kini di lahan tersebut terdapat sekitar 5.000 kepala keluarga atau sekitar 36 ribu jiwa.

Ketika pihak TNI AL hendak mengambil kembali lahan tersebut, warga protes dan melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat pada tahun 1999. Namun, pihak pengadilan memutuskan menolak gugatan warga. Di tengah berbagai upaya mediasi, warga melancarkan unjuk rasa, antara lain dengan memblokade jalan provinsi, seperti yang berlangsung pada Februari silam. Dengan meminta bantuan dari pemerintah, pihak TNI AL akhirnya menawarkan relokasi, yakni setiap rumah diganti tanah seluas 500 meter.

Kendati demikian, warga menolak tawaran itu. Mereka malah meminta ganti rugi lahan satu hektare untuk setiap rumah. Konflik pun memuncak hingga akhirnya, hari ini, empat warga tewas dalam bentrokan dengan aparat TNI AL.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.