Sukses

Harga Visa Schengen Diajukan Naik pada 2024, Liburan ke Eropa Makin Mahal

Harga visa Schengen diajukan naik sekitar 12 persen pada 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Eropa telah mengajukan proposal untuk menaikkan biaya dasar visa Schengen pada 2024. Jika mendapat lampu hijau, biayanya akan naik 12 persen dari semula 80 euro (sekitar Rp1,3 juta) jadi 90 euro (sekitar Rp1,5 juta) untuk dewasa dan biaya visa anak-anak dari harga 40 euro (sekitar Rp675 ribu) jadi 45 euro (sekitar Rp760 ribu).

Uni Eropa (UE) juga berencana menaikkan lebih banyak biaya bagi negara-negara yang menunjukkan "kurangnya kerja sama dalam penerimaan kembali," lapor Euronews, Selasa, 20 Februari 2024. Visa Schengen diperlukan bagi warga negara non-UE yang tidak mendapat aturan bebas visa 90 hari di UE dan wilayah Schengen, seperti Indonesia.

Jika usulan tersebut jadi kebijakan, kenaikan harga bisa terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Komisi Eropa mempresentasikan rancangan kenaikan biaya visa Schengen pada 2 Februari 2024 setelah pertemuan pada Desember 2024, di mana para ahli dari negara-negara anggota mendukung revisi tersebut dengan "mayoritas yang luar biasa."

Inisiatif ini masih akan menerima masukan hingga 1 Maret 2024. Selama masa ini, warga negara UE dapat menyampaikan pendapatnya mengenai masalah ini dan mengambil sikap apakah mereka mendukung proposal tersebut atau tidak. Setelah itu, UE dapat menerapkan perubahan tersebut yang kemudian mulai berlaku 20 hari setelah dipublikasikan di Jurnal Resmi Uni Eropa.

Komisi telah menekankan bahwa usulan kenaikan harga disebabkan meningkatnya tingkat inflasi di UE. Badan ini melakukan revisi biaya visa Schengen setiap tiga tahun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rencana Visa Digital

Bagi negara-negara yang belum punya kesepakatan kerja sama dalam penerimaan kembali warga negara, biaya visa Schengen akan meningkat dari 120 euro (sekitar Rp2 juta) jadi 135 euro (sekitar Rp2,3 juta) dan dari semula 160 euro (sekitar Rp2,7 juta) jadi 180 euro (sekitar Rp3 juta).

Selain itu, Komisi Eropa juga mengusulkan membiarkan penyedia visa Schengen eksternal menaikkan biaya mereka sejalan dengan revisi tersebut. Jumlah maksimum yang dapat dibebankan penyedia eksternal, seperti agen visa, yang mengajukan permohonan visa Schengen atas nama negara-negara anggota biasanya adalah setengah dari biaya standar.

Komisi mengusulkan peningkatan dari 40 euro (sekitar Rp675 ribu) jadi 45 euro (sekitar Rp760 ribu). Sebaliknya, biaya perpanjangan visa Schengen akan tetap dibanderol 30 euro (sekitar Rp506 ribu). UE juga telah mengumumkan rencana penerapan visa Schengen digital, yang telah dibahas pada 2022.

Wisatawan akan dapat mendaftar secara online, terlepas dari negara mana yang ingin mereka kunjungi. Versi digital akan menggantikan sistem stiker di paspor saat ini. Komisi Eropa berharap dapat memperkenalkan platform digital pada 2028.

3 dari 4 halaman

Tarif Penerbangan Lebih Mahal

Sementara itu, Singapura berencana menaikkan biaya retribusi sebagai langkah mendukung penggunaaan bahan bakar pesawat ramah lingkungan. Di bawah skema baru, wisatawan yang terbang keluar dari Singapura akan membayar tarif penerbangan lebih tinggi.

Mengutip The Strait Times, Senin, 19 Februari 2024, uang yang terkumpul dari retribusi penumpang akan digunakan untuk pembelian massal bahan bakar penerbangan berkelanjutan untuk maskapai penerbangan di Singapura. Bahan bakar ramah lingkungan yang sebagian besar terbuat dari bahan limbah, seperti minyak goreng bekas, berharga tiga hingga lima kali lebih mahal dibandingkan bahan bakar konvensional.

Meski rincian spesifiknya belum tuntas dibahas, perkiraan awal dari Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) menunjukkan bahwa penumpang pesawat kelas ekonomi mungkin dikenakan retribusi tambahan sebesar tiga dolar Singapura untuk penerbangan jarak pendek ke Bangkok, enam dolar Singapura untuk penerbangan jarak menengah ke Tokyo, dan 16 dolar Singapura untuk penerbangan jarak jauh ke London.

Perkiraan tersebut didasarkan pada target nasional yang ditetapkan Negeri Singa untuk penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan sebesar satu persen dari seluruh bahan bakar jet yang digunakan di Bandara Changi dan Bandara Seletar pada 2026.

4 dari 4 halaman

Target Pengunaan Bahan Bakar Berkelanjutan

Pada 2050, Singapura menargetkan mencapai emisi domestik net-zero dari seluruh bandaranya dan emisi internasional net-zero dari maskapai penerbangannya. Target ini di luar pembangunan Changi East, termasuk Terminal 5, di masa depan. Target emisi untuk proyek-proyek ini akan ditentukan secara terpisah.

Menurut CAAS, Singapura adalah negara pertama di dunia yang menerapkan pungutan untuk memenuhi tujuan bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Negara-negara lain telah menerapkan persyaratan bahan bakar penerbangan berkelanjutan, namun dalam bentuk mandat yang didasarkan pada volume tetap.

Prancis dan Swedia telah mewajibkan minimal satu persen penggunaan bahan bakar jet berkelanjutan. Uni Eropa telah menyetujui aturan yang mewajibkan penggunaan bahan bakar jet sebesar enam persen pada 2030, dan secara bertahap akan meningkat jadi 70 persen pada 2050.

Jepang juga merencanakan mandat bahan bakar berkelanjutan sebesar 10 persen pada 2030. Sementara, India sedang mempertimbangkan target satu persen pada 2027 untuk penerbangan internasional dan meningkat jadi lima persen pada 2030.

Namun, CAAS menyatakan bahwa mandat tersebut memiliki kelemahan, mengingat pasar bahan bakar berkelanjutan masih baru dan pasokannya belum pasti.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.