Sukses

KLHK Ingatkan Petaka Longsor di TPA Leuwigajah yang Jadi Latar Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional

Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2024 sendiri mengangkat tema "Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif" untuk memajukan upaya daur ulang sampah plastik.

Liputan6.com, Jakarta - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) diperingati pada 21 Februari setiap tahunnya. Tanggal itu dipilih untuk mengenang peristiwa longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di Jawa Barat yang terjadi di tanggal yang sama pada 2005 lalu.

Kejadian itu menewaskan lebih dari 140 orang, yang kebanyakan bekerja sebagai pemulung. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati kembali mengingatkan kejadian itu menjelang peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2024.

Ia mengatakan, momen itu perlu diingat untuk dijadikan pelajaran, terutama agar kita lebih peduli pada masalah sampah. Disebut bahwa HPSN 2024 berfokus pada langkah mengatasi sampah plastik karena jenis limbah ini masih jadi isu serius.

Vivien mengumumkan, peringatan HPSN 2024 mengangkat tema "Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif" untuk memajukan upaya daur ulang sampah plastik.

"Kenapa kita pilih sampah plastik? Karena ada 12,87 juta ton per tahun sampah plastik dan ini hitungannya belum dipilah data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional). Ini data tahun 2023," ungkapnya saat jumpa pers di kantor KLHK di Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Menurutnya, pemilihan tema itu juga sesuai target pengurangan sampah plastik ke laut, yaitu 70 persen pada 2025, sesuai Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Tema itu juga diambil untuk menjadikan HPSN 2024 sebagai momentum memperkuat posisi Indonesia dalam International Legally Binding Instrument (ILBI) on Plastic Pollution.

"Di momen ini (Hari Peduli Sampah Nasional), kami mau mengajak masyarakat lebih aware lagi tentang penanganan sampah plastik, memperkuat kerja sama, memperkuat stakeholders untuk bagaimana kita menangani sampah plastik, tapi dengan cara produktif," sebut Vivien.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Ada TPA Baru pada 2030

Vivien menyebut, KLHK akan menghentikan pembangunan TPA pada 2030 mendatang. Alasan utamanya, gas metan dari tumpukan sampah di TPA menyumbang emisi gas rumah kaca yang berpengaruh terhadap iklim.

"Lalu, (tahun) 2040 tidak akan ada TPA lagi. Itu cita-cita mulia," klaimnya. Saat ini, kata Vivien, Indonesia mengutamakan penambahan lahan urug zona tidak aktif. Hal ini dilakukan untuk mengatasi sampah yang menumpuk dan mengurangi TPA pada 2030.

"Kami juga memperkuat aturan pembakaran liar sampah agar tidak ada lagi masyarakat atau badan usaha yang melakukan pembakaran sampah. Sebab sepanjang 2023, kami mencatat 35 TPA terbakar yang mayoritas akibat gas metana," bebernya.

Tahun lalu, KLHK menggelar "Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri" sebagai salah satu rangkaian HPSN 2023 yang mengambil tema "Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat."

Melalui gerakan tersebut, pihaknya mengajak masyarakat membuat pupuk kompos secara mandiri demi mengurangi timbulan sampah organik yang menumpuk di TPA. Kegiatan itu dipusatkan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada 26 Februari 2023 dengan menghadirkan stan kompos dan demo kompos. 

3 dari 4 halaman

Pengomposan Sampah Organik

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan saat menyampaikan sambutan pada Hari Kompos di Lapangan Banteng, "Melalui momentum Hari Peduli Sampah Nasional 2023, saya ingin mengajak seluruh masyarakat Indonesia melakukan kegiatan pengomposan yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia."

Menurut Menteri Siti, jika seluruh masyarakat Indonesia mampu melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahun secara mandiri di rumah, kira-kira ada 10,92 juta ton sampah organik yang tidak dibawa ke TPA.

Hal itu juga bisa menurunkan emisi gas rumah kaca setara 6,8 juta ton karbondioksida. Kurang lebih 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik.

Berdasarkan data KLHK tahun 2022, sebanyak 65,83 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke TPA. "Saya berharap momentum ini dapat jadi koridor bagi kita semua untuk membangun gerakan kerja bersama dan kolaborasi dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah yang lebih baik," harap Siti.

4 dari 4 halaman

Menuntaskan Masalah Sampah

 

Menteri LHK mengajak masyarakat dan semua pemangku kepentingan meneguhkan tekad dalam menuntaskan permasalahan sampah di Indonesia secara sistematis dengan didasarkan pada peraturan perundangan, serta kerja yang sistematis, kontinyu, dan konsisten.

Sasaran dari penuntasan sampah adalah meningkat kesejahteraan masyarakat dengan memperoleh lingkungan yang berkualitas baik, bersih, sehat, dan memperoleh kesempatan yang menghasilkan nilai ekonomi.

"Kegiatan itu diharapkan dapat jadi momentum yang baik untuk pengolahan sampah organik yang lebih masif dalam rangka menuntaskan masalah sampah di Indonesia dengan partisipasi aktif masyarakat sejak dari sumber," ujar Siti.

Ia juga berharap seluruh masyarakat Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri.

Ditemukan bahwa pada 2017, limbah makanan secara global menghasilkan 9,3 miliar ton emisi, kira-kira sama dengan total emisi gabungan Amerika Serikat dan Uni Eropa di tahun yang sama. Bersamaan dengan emisi karbon, ini terjadi saat lebih dari 800 juta orang terdampak kelaparan pada 2021, menurut PBB.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.