Sukses

Keberlanjutan Tradisi Seni Pertunjukan Tionghoa, Jangan cuma Saat Imlek

Perayaan tahun baru Imlek termasuk di Indonesia identik dengan pertunjukan atau tarian Barongsai. Namun generasi muda Tionghoa sendiri tidak banyak yang terlibat dalam memajukan kebudayaannya sendiri.

Liputan6.com, Jakarta - Perayaan tahun baru Imlek termasuk di Indonesia identik dengan pertunjukan atau tarian Barongsai. Tarian Barongsai atau Lion Dance adalah tarian tradisional Tionghoa yang menggunakan sarung menyerupai singa. Selain barongsai, seni pertunjukan lainnya yang sering ditampilkan saat Imlek antara lain Tari Naga (Dragon Dance) dan Wayang Potehi.

Menurut Dosen Arsitektur dan Interior Fakultas Industri Kreatif, Universitas Ciputra Surabaya yang juga pemerhati budaya Tionghoa Freddy Istanto, pertunjukan seperti Tari Naga dan Barongsai tidak hanya dipentaskan saat perayaan Imlek saja.  Sejumlah event terkadang menghadirkan Tari Naga dan Barongsai meski tidak setiap hari. Ada juga acara-acara pribadi seperti pesta ulang tahun yang menampilkan dua kesenian tersebut.

Sedangkan Wayang Potehi termasuk yang sudah jarang ditampilkan. Tradisi seni pertunjukan Tionghoa seperti Barongsai memang terkesan hanya ada saat Imlek saja. Menurut Freddy, harus diakui selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru (Orba) yang diskriminatif atau anti kebudayaan Tionghoa telah menghambat perkembangan kebudayaan itu di Indonesia.

"Bahkan generasi muda Tionghoa sendiri tidak banyak yang terlibat dalam memajukan kebudayaannya sendiri. Banyak pelaku budaya Tionghoa justru bukan orang-orang Tionghoa. Bahkan dalang dan pemusik Wayang Potehi di kelenteng Dukuh Surabaya, semua non Tionghoa," terang Freddy pada Liputan6.com, Jumat, 2 Februari 2024.

"Globalisasi dan efek politik diskriminatif Orba membuat seni pertunjukan Tionghoa ke depannya terseok-seok. Budaya dari Ras Kuning sendiri (Jepang, Korea) semakin merasuki dan merangsek kuat menggeser peran budaya Tionghoa," lanjutnya.

Ia mencontohkan, di Jepang para generasi muda lebih menyukai anime dan drakor (drama Korea) yang membuat seni pertunjukan Tionghoa tersungkur. Anime sendiri dari style gambar, kini sudah masuk ke seni pertunjukan digital.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Membuat Seni Pertunjukan Lebih Bernuansa Kekinian

Ada beragam upaya memasukan teknologi ke seni pertunjukan Tionghoa. Salah satu contohnya, Dragon Dance ada yang dimainkan di kegelapan, dengan memasang lampu pendar/fluorescent lamp, di seluruh bagian tubuh Naga). Namun tetap dibutuhkan berbagai inovasi untuk menjawab tantangan kekinian.

Freddy mengatakan, generasi milenial bisa berperan dengan menggunakan teknologi hologram untuk membuat seni pertunjukan itu lebih bernuansa kekinian. Diharapkan dengan berkembangnya teknologi digital (hologram, AI/kecerdasan buatan) akan membuka inovasi-inovasu baru yang lebih terbuka.

Sementara seni suara relatif lebih berkembang. Lagu-lagu baru berbahasa Mandarin banyak dimunculkan di berbagai tempat seperti karaoke maupun live dan rekaman. "Tapi itu semua menggunakan alat musik modern. Alat musik tradisional Tiongkok sendiri rasanya sulit dihadirkan. Meskipun ada juga di event-event khusus, termasuk di saat Imlek," tuturnya.

Sementara budayawan Tionghoa Cirebon, Jeremy Huang Wijaya atau Jeremy Huang ada tiga jenis pertunjukan yang biasa dipertunjukkan di Malam Imlek dan Cap Go Meh. Yang pertama pertunjukkan Kong Ayan atau Teh Yan yang dimainkan di berbagi kelenteng sebagai musik pengiring mereka yang melakukan sembahyang malam Imlek.

3 dari 4 halaman

Kesenian Tradisional Tionghoa

Kong Ayan dan Teh Yan asal mulanya berasal dari alat musik Huqin karena menurut bangsa Tionghoa diperkenalkan oleh orang barbar yang berasal dari Asia Tengah. Alat musik ini telah berusia 500 tahun. Dalam kurun waktu tersebut Huqin mengalami metaforsa berubah bentuk dan berkembang menjadi berbagai macam jenis hingga kemudian menjadi Kong Yan atau Teh Yan.

Kong Ayan masuk ke Nusantara ketika zaman kolonial Belanda sekitar abad ke-18 digunakan pada pesta nikah. Lalu ada pertunjukan Wayang Po Te Hi yang ditampilkan saat Malam Imlek dan Malam Cap Go Meh.

Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain dan punya makna wayang yang berbentuk kantong dari kain. Wayang ini dimainkan menggunakan kelima jari. Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang.

Kesenian tradisional dari Tionghoa ini telah berkembang selama kurang lebih 3.000 tahun lalu telah ada sejak Dinasti Jin (265-420 M) . Wayang Po Te Hi dipertunjukkan juga di acara pernikahan. 

4 dari 4 halaman

Krisis Peminat Seni Tionghoa di Kalangan Pemuda

Yang ketiga dan termasuk yang terpopuler adalah pertunjukan Barongsai atau Barong say dan Naga Liong di Malam Imlek yang bertujuan menghilangkan kesialan, menghilangkan penyakit, menghilangkan bencana dan mendatangkan rejeki, Barong say dan Naga Liong biasa dipertunjukkan di saat pembukaan toko, mal dan tempat usaha baru. Di saat perayaan Imlek, bisa dibilang sebagian besar mal menampilkan pertunjukan Barongsai.

"Sejak Gus Dur jadi Presiden seni budaya Tionghoa bertumbuh dan berkembang kembali. Kita mengharapkan sekali pihak pengusaha untuk mensponsori dan membantu para seniman Tionghoa yang melestarikan seni budaya Tionghoa seperti Wayang Potehi (Po Te Hi), Barongsai dan Kong Ayan," jelas Jeremy pada Liputan6.com, Jumat, 2 Februari 2024.

"Kita juga berharap ada pembibitan anak anak muda untuk ikut melestarikan seni budaya Tionghoa, tanpa peran serta pengusaha dan pemerintah maka seni budaya Tionghoa akan hilang. Karena saat ini krisis peminat di kalangan pemuda Tionghoa untuk melestarikan Kong Ayan, Teh Yan dan Wayang Po Te Hi," sambungnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.