Sukses

Proyek Renovasi Piramida Menkaure di Giza Mesir Dikritik Absurd, Apa yang Terjadi?

Pimpinan proyek renovasi Piramida Menkaure di Giza Mesir mengklaim pekerjaan itu akan menjadi 'hadiah Mesir kepada dunia di abad 21'. Namun, sejumlah arkeolog menentangnya.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah video yang menunjukkan pekerjaan renovasi Piramida Menkaure Mesir di Giza telah memicu kritik di media sosial. Pekerjaan renovasi itu bertujuan untuk mengembalikan gaya asli struktur dengan merekonstruksi lapisan granit. Sebelumnya, Mostafa Waziri, Ketua Dewan Tertinggi Kepurbakalaan Mesir, menjulukinya sebagai 'proyek abad ini'.

Dalam sebuah video yang diunggah di Facebook pada Jumat, 26 Januari 2024, Waziri menunjukkan para pekerja memasang balok granit di dasar piramida yang berada di samping sphinx dan piramida Khafre dan Cheops yang lebih besar di Giza. Saat pertama kali dibangun, piramida itu dilapisi granit. Namun seiring waktu, sebagian pelapisnya hilang.

Mengutip laman TRT, Selasa (30/1/2024), pekerjaan itu dijadwalkan berlangsung selama tiga tahun dan digadang-gadang Waziri menjadi 'hadiah Mesir kepada dunia di abad 21'. Waziri merupakan figur yang memimpin misi Mesir-Jepang yang bertanggung jawab atas proyek tersebut.

Namun, unggahan video itu memicu kekesalan banyak orang. Mereka pun meninggalkan komentar yang mengkritik arya tersebut.

"Mustahil!" tulis Egyptologist Monica Hanna. "Satu-satunya hal yang hilang adalah menambahkan ubin pada Piramida Menkaure! Kapan kita akan menghentikan absurditas dalam pengelolaan warisan Mesir?" dia bertanya.

"Semua prinsip internasional mengenai renovasi melarang intervensi semacam itu," Hanna menambahkan, menyerukan semua arkeolog untuk 'segera bergerak'.

Warganet lain tak kalah sarkas. "Kapan proyek meluruskan Menara Pisa akan direncanakan? tulis warganet. "Daripada ubin, mengapa tidak pasang pelapis dinding saja di piramida?" sambung warganet berbeda.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bukan Kontroversi Rekonstruksi Warisan Budaya Pertama

Masalah pelestarian warisan budaya di Mesir yang 10 persen produk domestik brutonya berasal dari pariwisata, sering menjadi bahan perdebatan sengit. Penghancuran di seluruh kawasan bersejarah Kairo yang baru-baru ini terjadi menyebabkan mobilisasi yang kuat dari masyarakat sipil. Warga yang sebagian besar dilarang berkegiatan politik itu kini memusatkan sebagian besar perjuangannya menghadapi pemerintah pada isu-isu perencanaan kota dan warisan budaya.

Perdebatan akhir-akhir ini terfokus pada Masjid Abu al Abbas al Mursi yang dibangun pada abad ke-15 di kota pesisir Alexandria, kota terbesar kedua di Mesir. Pemerintah setempat mengumumkan penyelidikan setelah kontraktor yang bertanggung jawab atas renovasi memutuskan untuk mengecat ulang langit-langit masjid terbesar di kota itu dengan warna putih.

Dari dalam negeri, sebuah struktur besar seperti piramida yang tersembunyi di dalam Bumi di bawah lereng bukit diyakini berusia lebih tua daripada Stonehenge atau Piramida Agung Giza. Struktur tersebut dikenal sebagai Gunung Padang.

Melansir dari Science Alert, Senin, 12 November 2023, para arkeolog yang meneliti situs tersebut menganggap sebagai bukti luar biasa dari kecerdikan manusia. Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, itu berpotensi menjadi piramida tertua di dunia, dibangun di atas gunung berapi yang sudah punah sebelum pertanian atau peradaban seperti yang dikenal saat ini muncul.

3 dari 4 halaman

Hasil Analisis Para Peneliti BRIN

Terdapat perdebatan mengenai apakah situs ini melibatkan struktur buatan manusia atau piramida, atau apakah banyak ciri-ciri di sini merupakan hasil dari kekuatan alam. Namun, analisis ekstensif terhadap Gunung Padang, yang dikenal dalam bahasa lokal sebagai 'gunung pencerahan', menunjukkan bahwa peradaban kuno dengan teliti membentuk bukit lava alami menjadi inti struktur yang menyerupai piramida sejak zaman dahulu.

Berdasarkan informasi terbaru dari para ilmuwan di Indonesia, ada kemungkinan besar bahwa terdapat ruang besar yang belum diketahui di dalamnya. Berdasarkan penelitian terbaru, penanggalan radiokarbon pertama dari situs tersebut menunjukkan bahwa konstruksi awal kemungkinan dimulai sekitar periode glasial terakhir, lebih dari 16.000 tahun yang lalu dan mungkin bahkan 27.000 tahun yang lalu.

Sebagai perbandingan, Gobekli Tepe, yang saat ini dianggap sebagai struktur megalitik tertua di dunia, berasal dari 11.000 tahun yang lalu. Temuan dari penelitian Gunung Padang ini didapatkan setelah menganalisis secara teliti selama beberapa tahun.

Antara 2011 dan 2015, sebuah tim yang terdiri dari arkeolog, geolog, dan ahli geofisika, yang dipimpin oleh Danny Hilman Natawidjaja dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, menggunakan berbagai teknik seperti pengeboran inti, radar penembus tanah, dan pencitraan bawah permukaan untuk meneliti situs bersejarah ini.

Natawidjaja dan timnya menyimpulkan bahwa Gunung Padang kemungkinan dibangun dengan tahapan yang kompleks dan canggih, dan bagian terdalamnya terletak sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah.

4 dari 4 halaman

Konstruksi Gunung Padang

Para ahli berpendapat bahwa bagian inti dari struktur ini kemungkinan dibangun antara 25.000 hingga 14.000 SM, namun kemudian ditinggalkan selama beberapa ribu tahun. Berdasarkan penelitian tersebut, konstruksi kembali dilakukan sekitar tahun 7900 hingga 6100 SM, dengan gundukan inti piramida diperluas dengan menggunakan berbagai jenis batuan dan kerikil dan beberapa pekerjaan konstruksi tambahan dilakukan antara 6000 dan 5500 SM.

Tim tersebut berpendapat bahwa pada tahap ini, para pembangun nampaknya sengaja mengubur atau membangun kembali beberapa bagian lama dari situs tersebut. Para peneliti menyatakan bahwa arsitek terakhir yang terlibat dalam pembangunan piramida tiba sekitar tahun 2000 hingga 1100 SM. Mereka menambahkan lapisan tanah atas serta membangun teras-teras batu yang sekarang menjadi ciri khas dari punden berundak. Bagian ini adalah yang paling terlihat saat ini.

Tim peneliti mencatat bahwa orang-orang yang membangun Unit 3 dan Unit 2 di Gunung Padang memiliki keahlian dalam bekerja dengan batu yang sangat luar biasa, hal ini tidak sesuai dengan budaya tradisional pemburu-pengumpul. Menurut para peneliti, dengan pertimbangan bahwa Gunung Padang telah didiami untuk jangka waktu yang lama dan terus menerus, adalah wajar untuk berpikir bahwa situs tersebut bermakna penting. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.